Kasus 1:
Dear Ibu yang baik Saya langsung aja konsultasi masalah rumah tangga saya yang carut marut ini, saya sudah menikah kurang lebih 5 th, dan sekarang sudah mempunyai 2 anak. alhamdullilah anak-anak saya baik-baik dan sehat.
Permasalahan rt saya di mulai ketika saya tau suami sangat suka sekali dengan chating, kalau sudah chating lantas berlanjut ke tukeran foto dan no Hp, sehingga bisa berlanjut ke curhat.
Terus terang saya sangat tidak senang denga sifat suami saya ini.sebelumnya saya suda nasehati dan warning sama dia kalau apa yang dia lakukan itu tidak baik. satu lagi suami mempunyai teman dekat banyak teman dekat perempuan, kadang pergaulan mereka saya anggap sudah terlalu jauh apabila dilihat tata cara pergaulan Islami..
Kami pernah rIbut besar karena sifat-sifat suami saya ini, sampai kami pisah rumah beberapa bulan.tapi akhirnya kami bisa rujuk kembali.
Kemudian baru-baru ini suami ketauan lagi sedang curhat2-an dan chat sama wanita-wanita lain, yang isinya tentu saja membuat saya marah…semuanya sangat-sangat tidak Islami…
Saya bener-bener kecewa dengan suami saya, setelah peristiwa pisah rumah tidak juga membuat suami jera untuk merubah sifatnya..
Hal ini membuat saya menjadi infil sama dia, semua nya seperti menjadi hambar, sikap saya berubah 180 derajat ke dia karena setiap kali melihat suami yang terbayang wajah-wajah temen-temen perempuannya terus. bahkan sampe sekarang sayasudah jarang komunikasi walaupun satu rumah…
Saya sadar hal ini sangat-sangat tidak baik, dosa besar bagi saya apabila tidak melayani suami..tapi bathin saya menolak..saya benci suami saya..saya berpikir daripada saya dosa terus, lebih baik saya menggugat cerai suami saya. dan batin saya tidak tertekan Sebenarnya masalahnya tidak sesimple yang saya ceritakan di atas, tapi apabila saya tuliskan semua tidak akan selesai seharian..:)
Mhn petunjuk bu, saya juga sudah memikirkan anak-anak saya apabila saya bercerai..
Hani
Kasus 2:
Ass.Wr.Wb,
Ibu Alhamdulillah sudah 9 tahun usia pernikahan saya dengan suami, umur kami beda hanya 1 tahun. Begini bu, suami saya sering sekali berSMS atau chating mesra dengan teman wanitanya. Setiap kali ketahuan saya (Alhamdulillah Allah SWT selalu menunjukkan apayangdilakukan suami kpd saya dng berbagai cara) suami meminta maaf dan memberikan alasan yang katanya wanita itu temannya yang butuh masukan, lain kali bilang wanita itu teman masa kecilnya dulu yang sudah dianggap saudara (selama ini sudah 4 wanita berganti-berganti yang sudah berhubungan via SMS dan e-mail). Saya sudah mencoba mengingatkan agar bergaul sesuai Syar’i agar tidak menimbulkan fitnah, mengingatakan juga teman wanitanya etika pergaulan suami isteri (ada beberapa teman wanitanya yang sudah bersuami) tapi biasanya ini akan terulang kembali dengan wanita lain.
Puncaknya kemarin secara tidak sengaja dia meninggalkan computer dalam keadaan masih chatting dng teman SMA-nya menggunakan kata-kata yang seharusnya pantas hanya untuk isteri (sayang, menyuapi makan, kangen). Bagaimana bu menyikapi hal ini? Kemarin saya mengajukan cerai ke suami, dan dijawab ndak papa kalo’ memang saya sudah tidak tahan, karena dia tidak bisa janji untuk tidak mengulangi lagi. Saya tunggu jawabannya ya bu, krn rencana saya Maret ini saya akan mengurus percerain ini.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
DR
Kasus 3:
Ass. Wr. Wb
Ibu yang saya hormati, saya adalah seorang ibu rumah tangga yang sudah 11 tahun menikah. Pada akhir-akhir ini suami saya mempunyai hobby chatting, bahkan pernah saya memergoki pesan-pesan yang masuk itu berasal dari beberapa perempuan.
Dan ada satu perempuan yang saat ini sangat menyita perhatian suami saya. Saya juga sering membaca beberapa pesan dari perempuan itu, dan pesan-pesannya sangat menunjukkan kata-kata mesra. Meskipun perempuan itu tinggal di Luar Negeri, tetapi saya bisa menangkap sikap suami saya bahwa dia telah selingkung melalui cyber.Ibu Umi yang saya hormati, bagaimana saya harus menyikapi masalah ini, bagaimana saya harus merebut perhatian suami saya lagi? Mohon penjelasannya. Jazzakumullah khairan katsira Wss. Wr.Wb
Ibu Hani, Ibu DR & Ibu Iy yang senantiasa mencari ridho Allah,
Saya turut prihatin dengan masalah yang Ibu alami. Kebetulan masalah Ibu hampir mirip, suami gemar chatting dan bersms mesra dengan perempuan lain, oleh karena itu saya gabung di sini agar jawabannyadapat saling melengkapi.
Waktu 5 tahun, 9 tahundan11 tahun usia pernikahan itu waktu yang relatif ya, Bu. Bisa panjang bisa dianggap pendek. Tetapi untuk perjalanan pernikahan yang selalu berproses terus, maka waktu itu ibarat titik, ia masih harus bergabung dengan sejumlah titik yang tak berhingga agar warnanya makin kentara. Ia masih terlalu sedikit bila dianggap sebagai data pernikahan sehingga belum layak untuk diambil kesimpulan apakah pernikahan Ibu akan sakinah atau sebaliknya sudah gagal total dan harus diakhiri..?
Ibu Hani, Ibu DR& Ibu Iy yang sholihah, sayangnya Ibu tak cerita, bagaimana sesungguhnya awal proses pernikahan Ibu dulu. Ketika Ibu memutuskan menikah dengannya, apakah Ibu sudah tahu kebiasannya/ akhlaknya dalam berhubungan dengan lain jenis?
Kalau ternyata Ibu sudah tahu, tentu Ibu tak perlu kaget. Artinya Ibu harus siap menghadapi ini semua. Tampaknya Ibu tahu setelah Ibu menikah ya? Tapi tak apa. Ini juga pelajaran buat wanita (siapapun) yang lain yang akan menikah agar memperbanyak data calon pasangan, agar esok sudah dengan kesiapan ketika menghadapinya, Nah dengan demikian akan menjadi pertimbangan sebelum memutuskan menikah, sehingga tak menyesal di kemudian hari.
Ibu Hani, Ibu DR & Ibu Iy, hari-hari Anda mungkin akan diwarnai dengan emosi negatif seperti kecewa, kesal, marah… sekali lagi, ini wajar dan manusiawi, Bu. Namun energi negatif ini akan membuat hidup tidak produktif jika dibiarkan dan tidak dikelola. Ibu yang sholihah tentu tak akan menerima bila sang suami yang mestinya dianggap imam kok malah bermaksiyat. Pikiran Ibu tentu fokus ke sana kan, Bu? Bahkan Ibu sudah berfikir untuk bercerai dan sudah memikirkan anak-anak.
Tetapi Ibu, coba kita cari alur pikiran yang lain. Misalnya Bu, kita anggap saat ini kita sedang diberi Allah peluang pahala yang unik dan spesifik yang tidak diberikan Allah kepada yang lain, khusus untuk ibu-ibu bertiga ada hal khusus yang dikehendaki-Nya di balik ini semua. Tentu luar biasa pahalanya bila kita bisa mencari solusi jitu untuk masalah ini.
Artinya Bu, karena kasus Ibu ini adalah pilihan Allah, mestinya kita cari cara yang dimaui Allah untuk menyelesaikannya. Jangan menyerah dengan kemauan setan dan hawa nafsu. Sampai kapan pun syaitan pasti membujuk Ibu untuk bercerai, karena itu pekerjaan utamanya. Kalau Ibu kalah, Ibu bisa rugi dunia akhirat.
Cobalah Ibu pandang suami Ibu dari sudut pandang dakwah. Dia adalah mad’u (sasaran untuk diberi dakwah) dan Ibu da’i (penyeru)-nya. Ibu satu-satunya da’i yang paling cocok mendekati dia, karena tahu persis keseharian dia, sehingga Ibu yang paling tahu obatnya. Kalau kita pandang dia sebagai obyek dakwah, tentu kita akan hati-hati dan penuh kasih sayang ketika memperlakukannya. Dan karena kita da’i, tentu kita akan berlaku sebagai sebaik-baik orang agar bisa menjadi contoh teladan yang baik (uswatun hasanah) di mata si mad’u. Tentu tidak mungkin sebagai da’i kita membentak-bentak mad’u atau lari darinya atau malah tak mau mengajaknya komunikasi.
Maka, sekali lagi, Bu, berdamailah dengan hati Ibu sendiri. Memang berat kok Bu, mencari ridho Allah. Keinginan hawa nafsu kita, tentu seperti yang sekarang sedang Ibu jalani. Mendiamkan, malas melayani, hambar. Saya kira, siapapun yang disakiti tentu yang terpikir antara lain akan membalas dengan cara yang sama. Tetapi coba deh Bu, logika ini Ibu balik. ”biarlah saya berlaku baik kepadanya, tidak untuk dia, juga tidak untuk saya, tapi saya berlaku baik karena saya ingin mendapatkan ridho Allah. Saya ingin dipandang baik oleh Allah. Saya ingin mendapat pahala dariNya. Saya ingin doa saya didengarNya karena amal baik yang saya lakukan.” Carilah sebanyak mungkin alasan yang mendekatkan diri Ibu kepada Allah.
Urusan dengan suami, kembalikanlah kepada Allah. Ketika Ibu sudah mendakwahinya, maka sesungguhnya Ibu telah berusaha dan Ibu sudah lepas dari dosa.Urusan hidayah adalah urusan Allah dan kesiapan suami Ibu menerimanya. Ibu sudah tak ada lagi urusan dengan dosa-dosanya. Tetapi Bu, hiburan buat Ibu adalah, hadits dari Rasulullah saw kepada Ali bin Abi Thalib, bahwa siapapun yang mendapat hidayah karena perantaraan seseorang, maka ia berhak mendapatkan onta merah sepenuh lembah. Onta merah itu sebaik-baik kendaraan lho Bu di zaman itu. Nah Ibu punya peluang untuk mendapat berpenuh-penuh lembah onta nanti di akhirat bila Ibu tetap dalam kesadaran mendakwahi suami Ibu. Memang semua ini tak mudah dan tak sesimple yang diucapkan. Akan butuh waktu yang tak bisa diprediksi panjang dan lamanya.
Bila Ibu sudah bisa memahami logika yang di balik ini, Ibu juga tampaknya harus mengubah strategi. Kalau suami Ibu gemar bercuhat ria, Ibu bisa berusaha menempatkan diri Ibu sebagai teman chattingnya. Ibu bisa menunjukkan kemesraan di hadapannya. Ibu bisa membuktikan kepadanya bahwa rasa cinta Ibu kepadanya jauh lebih mahal dan berharga dibanding dengan wanita-wanita lain yang bukan haknya. Ibu tetap akan ikhlas melayaninya, sehingga ia sudah terpuaskan dengan Ibu, tak perlu menoleh-noleh ke wanita yang lain. Kuncinya Bu, jangan Ibu balas ’kejahatannya’ dengan sikap yang sebanding dengan itu, Ibu harus cari balasan yang jauh lebih baik, biar ia mengerti bahwa isterinya berkualitas dan tidak se”murah” wanita yang lain.
”Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.
Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang yang mempunyai keuntungan besar.”(AQ S Fushshilat 34-35)
Begitu ya Bu? Jangan lagi Ibu biarkan setan memasuki pikiran Ibu dengan mengajak Ibu bercerai. Karena setiap Rumah tangga pasti ada masalah, bila masing-masing yang bermasalah bercerai, tidak akan ada lagi rumah tangga, donk… Dan belum tentu juga Bu, masalah tak akan bertambah setelah Ibu memutuskan bercerai dan berumah tangga lagi…. Jadi berusaha dulu ya Bu, kalau usaha Ibu sudah maksimal dan belum ada perubahan lain, Ibu boleh mencari alternatif seperti perceraian.
Itulah sebabnya dalamIslam, thalaq langsung jatuh bila yang mengucapkan, dengan penuh kesadaran, adalah laki-laki. Karena Allah memang mengaruniakan dominansi akal kepada laki-laki. Sedangkan kelebihan kita, para perempuan, adalah, perasaan kita yang luar biasa. Maka arahkanlah kelebihan kita itu di jalan yang diridhoiNya. Semoga waktu-waktu mendatang Ibu mendapati keluarga Ibu menjadi jauh lebih barokah. Amiin….
Wallahu a’lam bisshawab,
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuhu
Bu Urba