Saya wanita berusia 28thn yang insya Allah sudah mempunyai calon pendamping hidup pilihan saya sendiri. Lelaki ini adalah seorang duda yang istrinya meninggal saat melahirkan putri pertama mereka 14 bulan yang lalu. Usia kedekatan kami memang baru 6 bulan, namun dari kami berdua sudah ada niat untuk melanjutkan hubungan kami ke jenjang pernikahan. Alhamdulillah dari kedua keluarga besar kami mendukung niat kami ini, namun dari ibu kandung saya menolak dengan keras jika saya menikah dengan calon pendamping hidup pilihan saya ini.
Saat pertama kali lelaki ini datang ke rumah saya dan bertemu ibu saya, ibu saya bersikap sangat baik kepadanya meski tau dia adalah seorang duda. Bahkan kami sekeluarga sangat heran saat ibu saya memperlakukan calon saya ini dengan sangat baik di hadapan kami semua (dia diundang untuk datang ke acara berbuka puasa di keluarga ibu saya). Selain memperkenalkan dia sebagai teman saya dan menjamu calon saya dengan sangat baik, ibu saya juga meminta calon saya untuk menjadi imam untuk shalat magrib di hadapan semua anggota keluarga (mungkin karena saya dan dia sudah beberapa kali shalat magrib berjamaan dan ibu saya tau bacaan shalatnya memang bagus).
Pertimbangan saya di awal saya memutuskan untuk mulai menjalin hubungan dengan lelaki ini adalah karena agamanya yang jauh lebih baik dari saya dan kebiasaannya untuk melakukan shalat berjamaah (hal yang hampir tidak pernah saya rasakan bersama kedua orang tua saya sendiri). Background pendidikan, pekerjaan, dan keluarga calon saya ini pun juga baik, kalau kata orang-orang tua, bebet bibit bobotnya baik.
Namun setelah saya menyampaikan bahwa hubungan saya dan dia bukan hanya sebatas teman kerja, melainkan hubungan serius dengan tujuan pernikahan (insya Allah), sikap ibu saya langsung berubah drastis. Ibu saya menyampaikan berbagai macam alasan untuk menolak menerima lelaki ini sebagai calon pendamping hidup saya. Mulai dari tidak ada biaya untuk pernikahan sampai kepada ketakutan ibu saya jika anak dari calon saya nantinya memperlakukan saya dengan tidak baik seperti yang ada di cerita sinetron. Saya sudah menjelaskan kepada ibu saya bahwa saya tidak ada masalah jika harus membiayai pernikahan/resepsi kami tanpa bantuan dana dari kedua orang tua karena resepsi itu tidak harus diadakan secara mewah. Saya juga menjelaskan bahwa status duda yang disandangnya karena dipisahkan oleh maut, yang mana ini adalah kehendak Allah, bukan cerai dunia. Dan mengenai permasalahan bagaimana anak itu akan memperlakukan saya kelak, itu bergantung dari cara kami berdua mendidiknya. Namun ibu saya tetap keukeh menolak jika saya dengan lelaki ini karena statusnya yang duda dan punya anak.
Saudara2 ibu dan saudara2 ayah saya sudah membantu untuk melunakkan hati ibu saya, tapi ibu saya tetap tidak bergeming. Bahkan ayah saya yang notabene adalah kepala keluarga pun tak dapat melunakkan hati ibu saya. Sebagai informasi buat ibu, ini bukan kejadian pertama kalinya ibu saya berubah menjadi defensif setelah mengetahui bahwa kedekatan saya dengan seseorang adalah untuk niat menikah. Saya merasa ibu saya belum siap jika saya menikah, apalagi dengan seorang duda.
Yang ingin saya tanyakan, apakah salah jika kesesuaian lahir batin saya jatuh pada lelaki berstatuskan duda, bukan pada pada orang yang juga sama2 single? Apa yang sebaiknya kami lakukan untuk melunakkan dan meyakinkan ibu saya agar beliau mau menerima lelaki ini sebagai calon pendamping hidup saya? Terimakasih atas masukan dari bu Urba.
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wa barakatuhu
Saudari sisy yang disayang Allah, ibu dapat mengerti tentang kegundahan perasaan Anda. Tentu Anda tak bisa mengerti, mengapa ibu yang Anda hormati dan mestinya mendukung keputusan Anda untuk menuju ke kebaikan menjadi demikian antipati karena calon yang tidak beliau kehendaki.
Saudari Sisy, seseorang memiliki alasan tertentu untuk memilih pendamping hidupnya.
Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi SAW, beliau bersabda:
“Pilihlah perempuan yang dinikahi karena empat perkara: Hartanya, derajatnya, kecantikannya, atau karena agamanya. Utamakanlah agamanya niscaya kamu beruntung.” (HR Bukhari dan Muslim)
Begitu pun seorang perempuan, ia bisa memilih calon suaminya berdasar kriteria tersebut. Anda tampaknya sudah mendapatkannya. Calon Anda memiliki karakter keagamaan yang baik. Sayangnya ibu Anda tak berada pada pilihan yang sama. Berdasar cerita Anda, agama sepertinya bukan menjadi tuntunan dalam perilaku sehari-hari dalam keluarga Anda. Bahkan dalam keluarga Anda pun jarang sholat berjamaah. Bila agama tidak menjadi stAndar pertama dalam kehidupan, memang akan muncul problem-problem ikutan yang akan semakin sulit bila tak diarahkan pada satu tujuan, yaitu mencari ridho Allah.
Ridho Allah adalah satu perkara penting yang tidak boleh ditinggalkan. Ridho Allah yang akan menjawab seseorang dengan kelapangan dada bila ia dihadapkan pada pilihan –pilihan sulit yang ada dilemanya. Seperti pada kasus Anda, Allah tak pernah memAndang status seseorang karena latar belakang pernikahannya, apakah dia jAnda atau duda. Bukankah yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertaqwa?
“ Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”(AQ S Al Hujurat 13)
Duda pun tak masalah asal ia bertaqwa. Ada pun kekhawatiran yang dirasakan ibu Anda tentu saja wajar. Karena begitulah orang-orang pada umumnya memperlakukan orang dengan status yang seperti Anda ceritakan tadi. Maka yang perlu Anda lakukan adalah membuktikan bahwa pilihan Anda tak salah. Lunakkanlah hati ibu Anda dengan akhlak yang baik yang Anda lakukan terhadapnya. Buktikanlah bahwa calon suami Anda tadi membawa pengaruh baik untuk Anda. Sejak Anda dekat dengannya, Anda makin sholihah, makin berbakti, makin dekat kepada agama. Bantulah pekerjaan ibu Anda bila Anda memang luang setelah bekerja. Sambil berdua, membantunya memasak di dapur, atau menanam tanaman di pot atau belanja di pasar atau di swalayan, Anda bisa mengajaknya bicara pelan-pelan dari hati ke hati. Mungkin tak harus langsung ke sasaran tapi setidaknya, Anda bisa membuka hatinya sedikit demi sedikit. Setidaknya ibu Anda memiliki keyakinan, meskipun Anda sudah menikah, Anda tetap akan memperhatikannya dan tetap menyediakan hati Anda untuk mendengarkan problem dan masalahnya. Begitupun Anda pun tetap harus meyakinkannya, bahwa pernikahan Anda dengan seorang duda bukanlah aib yang akan mempermalukan keluarga. Apalagi bila duda tersebut sholih dan bertanggung jawab.
Di samping itu, jangan pernah berhenti memohon dan meminta kepada Allah dengan hati yang bersih dan doa yang tulus. Dekatilah Allah dengan amalan wajib lalu tambahlah dengan amalan sunah. Yakinlah bahwa Allah pasti mengabulkan doa Anda dan memberi yang terbaik. Allah pemilik hati, yang berkuasa membolak-balikkan hati, maka hati ibu Anda pun ada pada kekuasaan-Nya. Jangan pernah berhenti meminta kepada Allah.
Hati seseorang bisa berbolak-balik, begitupun Ibu Anda, maka doakan selalu berbaliknya hati Ibu adalah kepada kebaikan. Beri Ibu Anda buku-buku agama, ajak ke majlis taklim, dialog dengan ulama setempat dan selalu lontankan do’a kepada Bunda untuk tetap pada agamaNya. Tapi juga pasrahkan urusan jodoh ini pada takdir Allah, jika memang laki-laki itu jodoh Anda maka pasti akan ada kemudahan dari-Nya. Selalu berprasangka baiklah pada Allah.
Do’a yang dilantunkan beliau adalah: “Wahai Zat yang membolak-balikkan hati. Tetapkanlah hatiku atas agamaMu…..” (HR Imam Tirmidzi ).
Salam dan terus berjuang…
Wallahu a’lam bish-shawab
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh
bu Urba.