Assalamu’alakum warahmatullahi wabarakatuhu…
Bunda Urba yang di rahmati oleh Allah.
Saya sudah menikah hampir 2 tahun. Sekarng kami sudah mempunyai putri kecil yang baru berusia 1 bulan.
Bunda, kepentingan siapakah yang wajib di dahulukan oleh suami ? Kepentingan anak istri atau kepentingan adik ?
Jujur saya bingung terhadap tingkah suami, yang selalu mendahulukan kepentingan keluarganya (terutama adiknya) daripada saya.
Suami selalu marah bila saya mengingatkan. Saat adik-adiknya ada keperluan pasti mintanya kepada suami. Suami pun tanpa bilang kepada saya selalu langsung mengirimkan uang untuk adik nya. Bisa di bayangkan Bunda, bagaimana perasaan saya yang hanya tahu tentang itu hanya saat saya membaca sms di Hp suami. Padahal kalau saya yang meminta untuk keperluan saya dan anak kami selalu berfikir panjang terlebih dahulu. Mahal, itu yang kebayakan di jawab. Selama ini kalau saya menginginkan sesuatu, kebanyakan saya berusaha sendiri untuk memperolehnya, tanpa meminta pada suami. Alhamdullillah kadang ada orangtua,saudara ataupun teman yang memberikan.
Pernah saya tanyakan tentang sms itu, mengapa tidak bilang dulu kalau mau ngirim uang, saya ini dekat , mengapa seperti tidak ada, tidak mau menghargai saya sebagai istrinya. Suami malah marah-marah, bilang mau bantu ,membahagiakan orang tua , menghargai orang tua yang telah melahirkan. Untuk apa membahagiakan saya yang merupakan orang lain. Sakit sekali hati ini Bunda. Untuk apa dulu menikahi saya kalau seperti itu. Bukan nya saya melarang untuk membantu keluarganya, tp mengapa tidak semampunya saja.
Puasa kemarin adik suami datang ke jakarta, saya senang, karena ada yang bantu2 jaga toko sehingga saya bisa mudik. Saya mudik ke kampung selama 5 hari. Biar irit saya ikhlas naik sepeda motor padahal jaraknya hampir 600 km, kami tempuh dari jam 5 pagi sampai jam 11 malam dalam kondisi saya hamil 8 bulan. Yang membuat saya sakit hati, justru saat tiba kembali di jakarta, adik minta di beliin tiket pesawat, tidak mau pulang naik bis, tanpa ijin saya uang hasil toko juga di pakai untuk membeli HP. Saat saya komplain pada suami, justru suami bilang tidak apa apa, untuk menghargai saudara yang datang dari jauh katanya. Mengapa beda perlakuan nya kepada kakak saya kalau datang ke jakarta, tiket bus pulang pergi beli sendiri, tidak ada acara membelikan oleh-oleh ataupun di ajak jalan-jalan seperti adiknya. Mengapa tidak bisa adil Bunda ? Bagimana saya harus bicara kepada suami ?
Sekarang kami punya hutang pada orang tua saya, untuk beli mobil, jujur saya malu pada ibu saya.karena saat meminjam saya sudah berjanji kalau bulan kemarin saya kembalikan. Tapi sampai sekarang kami belum mampu untuk mengembalikan. Sementara suami tidak mau bicara langsung kepada ibu saya tentang uang itu. Apa yang harus saya lakukan Bunda ? saya salalu takut membuat suami marah, sehingga saya lebih banyak untuk memilih diam daripada bicara.
Saya hanya ingin menjadi istri yang selalu bersyukur terhadap apa yang di berikan oleh suami. Terimakasih atas nasehatnya Bunda.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi wabarakatuhu…
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuhu
Ibu Nova yang shalihah, saya dapat mengerti betapa Anda amat tak nyaman dengan problem yang sedang Anda alami. Betapa tidak mengenakkan sikap adik ipar ibu.
Tetapi Bu, Subhanallah, ternyata Rasulullah saw sudah pernah mengisyarakat tentang hubungan yang sepertinya “berat sebelah” seperti yang Anda alami ini.
Hadits yang mulia menjelaskannya :
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, bahwasannya seorang laki-laki berkata; “Wahai Rasulullah saya memiliki kerabat yang saya sambung tali silaturahim dengan mereka namun mereka memutuskannya, saya bersikap baik dengan mereka namun mereka berbuat buruk dengan saya. Rasulullah saw menjawab, “Jika memang engkau seperti apa yang engkau katakan, maka engkau seolah-olah memberi makan mereka dengan abu panas, dan pertolongan Allah tetap akan bersamamu selama kau tetap demikian.” (HR Muslim)
Dalam komentarnya atas hadits ini, Imam An Nawawi mengatakan :”Frase engkau seolah-olah memberi makan mereka dengan abu panas adalah tasybih (penyerupaan) dengan derita yang dialami oleh orang yang makan dengan abu panas .Orang-orang yang tidak membalas budi baik dengan budi baik serupa tidak akan mendapatkan apa-apa, melainkan akan menanggung dosa besar akibat kelalaian mereka dalam memenuhi kewajiban mereka dan kesewenang-wenangan mereka menyakiti pemberi budi baik.”
Subhanallah ya Bu, di mata Allah Anda telah naik derajat karena rasa sakit yang Anda dapat sebab perlakuan yang Anda terima dari ipar Anda. Dan benar juga persangkaan Anda kepada Allah,bahwa DIA yang pemurah membagi rezki pada Anda sebab kebaikan yang telah Anda tebarkan. Sebagaimana kata hadits ;
“Barangsiapa ingin dilapangkan rezekinya dan diharumkan namanya sepeninggalnya, maka hendaklah ia menyambung tali hubungan silaturahimnya.” (HR Bukhari Muslim)
Anda mesti tetap istiqomah ya Bu, dalam kebaikan seperti ini. Jangan pernah sesali kebaikan itu dan jangan pula Anda balas keburukannya dengan keburukan pula seperti mendiamkan dan tidak mengajaknya berbicara. Tentu ibu ingat hadits tentang silaturahim
“Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk, dan ketika selesai menciptakannya, rahim berkata :”Inikah maqom orang yang berlindung kepadaMu dari pemutusan hubungan silaturahim?” Allah menjawab, “Benar. Tidakkah kau suka jika aku berikan rahmat kepada orang yang menyambungmu dan menahan rahmat terhadap orang yang memutuskanmu? Rahim menjawab : “Tentu saja aku suka, wahai Tuhan. Allah menukas, kalau begitu ia untukmu.” Rasulullah melanjutkan : “Bacalah jika kalian mau (QS 47 Muhammad :22) Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa, kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?” (HR. Bukhari)
Jadi Bu, syariat sudah membedakan secara tegas antara orang yang menyambung silaturahim dan yang memutuskannya. Dan yakinilah Bu, selama ibu menolongnya, meski ia sepertinya melecehkan ibu, Allah pasti akan melapangkan ibu lebih banyak lagi.
“Allah selalu menolong hambaNya selama si hamba menolong sesamanya.”(HR Muslim)
“Barangsiapa menolong saudaranya dalam memenuhi hajatnya, maka Allah akan memenuhi hajatnya.” (HR Muslim)
“Bukanlah orang yang menyambung silaturahmi,orang yang membalas secara setimpal, tetapi orang yang suka menyambung silaturahim adalah orang yang jika diputus hubungannya, maka ia tetap menyambungnya.”
Tak usah ibu hitung-hitung kebaikan yang ibu telah lakukan kepadanya. Malaikat telah mencatatnya dan Allah pun telah menetapkan pahalanya untuk Anda. Jangan Anda ingat-ingat segala kebaikan itu, agar ibu tercatat sebagai orang yang ikhlas. Selalu motivasi diri Anda dengan motivasi akhirat, anggaplah tantangan itu tantangan kecil yang tak kan menggoyahkan keimanan Anda. Tempatkan cita-cita tertinggi Anda adalah cita-cita surga. Anda tak sedang mengharapkan pahala dari dia, maka meski buruk perlakuannya, Anda tetap harus berbuat baik, karena pahalanya jauh lebih besar.
”Orang yang paling dekat tempat duduknya (tinggalnya) dengan Kami pada hari kiamat adalah orang-orang yang paling baik akhlaknya dan yang merendahkan sayapnya (tawadhu’), yang mengasihi dan dikasihi.”(HR Thabrani)
Jangan lupa doakan dia. Dukunglah terus suami dalam berbuat kebaikan kepada keluarga besarnya. Jadilah team yang solid dengan suami agar ia pun tak gamang melangkah. Buatlah rencana dan program bersama untuk kebaikan bersama.
Perbaiki komunikasi secara sehat dengan suami anda. Komunikasi yang berlandaskan cinta, tanpa ada tekanan, juga disertai keinginan untuk saling memperbaiki diri. Komunikasi yang sehat itu didasarkan pada saling percaya, mau mendengar, menghormati pendapat, lapang dada dan terbuka. Agar dia dan anda bisa seia sekata. Juga perbanyaklah cinta untuknya, dengan kelembutan anda, pelayanan anda selaku istri , ketulusan anda menerima dia apa adanya dan tak banyak menuntut. Bila rumah tangga yang anda bangun ini secara internal tak ada masalah berarti, suami anda tentu akan sekuat tenaga berusaha menjagainya. Karena ia tahu, andalah istri yang tepat untuknya.
Maka, ada perbaikan komitmen yang harus anda paparkan kepada suami. Sehingga urusan hutang dengan ibu anda bukan menjadi beban bagi anda pribadi tetapi juga menjadi urusan yang diprioritaskan oleh suami anda. Kemukakan dengan nada yang tidak mengundang kemarahannya, agar ia semakin empati dengan perasaan anda. Ajarilah ia mengerti bahwa anda juga memiliki perasaan yang wajib ia bantu penjagaannya.
Rancang juga program untuk memperbaiki akhlak adik ipar, agar ia tahu, secara agama, amanah adalah sesuatu yang harus ditunaikan, sehingga ia tidak menggunakan harta kakaknya tanpa izin terlebih dahulu, sebab hal itu dilarang oleh agama sehingga menimbulkan dosa bila dilakukan.
Yakinlah dukungan itu insya Allah akan membuatnya semakin mencintai Anda dan memperkokoh rumahtangga Anda.
Selamat beramal Bu, semoga kelak kita ditempatkan di tempat yang dipenuhi oleh keridhoanNya. Amiiin…..
Wallahu a’lam bisshawab,
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu,
Bu Urba