Assalamualaikum wr. wb.
Aku seorang isteri yang sedang sedih memikirkan pernikahanku. Enam tahun aku telah menikah dan dua orang putra telah ku miliki. Suamiku (D) mulai berubah, D mengaku telah menjalin hubungan dengan wanita lain yang punya kehidupan malam. wanita itu bekerja sebagai waitress di sebuah kafe di kotaku. Dia mempunyai anak dari hasil pergaulan bebasnya dan begitu naifnya suamiku mau berhubungan dengan wanita seperti itu sehingga meninggalkan keluarganya. D tak mau meninggalkan wanita itu dengan alasan bahwa wanita itu perlu bimbingan dan perlindungan karena dia orang perantauan di kota ku ini.
Ada keinginan untuk bercerai namun rasanya sangat berat. Keluarga ini aku bina dari mulai nol, sampai kami nyaman dalam ekonomi seperti sekarang ini karena kami berdua bekerja pada instansi pemerintah. Rasanya terlalu enak melepaskan suamiku (D) untuk wanita seperti itu, dan bagaimana nasib kedua anak-anakku.
Sebagai suami, D membenarkan keinginannya untuk menikah lagi (berpolygami ) dengan alasan membawa al-Qur’an, tapi bagaimana bila isteri tak meridhoi keinginan itu? begitu juga pihak keluaraga besarnya yang tak akan pernah menyetujui keinginan suamiku itu?
Saya pasrah, dan terus berdoa bahwa semua kemelut dalam rumah tangga ini dapat hilang. Tolong kembalikan senyumku dan anak-anakku
Assalammu’alaikum wr. wb.
Ibu Ran yang penyabar,
Saya dapat merasakan kesedihan ibu saat ini melalui kata-kata tertulis yang menyentuh. Kehilangan seyum yang menghias hari-hari bahagia bersama keluarga tentu menunjukkan beratnya perasaan yang ibu rasakan saat ini. Bagi seorang isteri memang merupakan musibah besar ketika suaminya membungkus perselingkuhannya dengan ikatan agama, yaitu poligami.
Menerima poligami tentu bukan hal yang mudah bagi seorang isteri, apalagi ketika wanita yang disodorkan oleh suami adalah wanita yang diragukan akhlaq dan agamanya. Benarkah tujuan dari pernikahan berikut itu memang demi kebaikan ataukah hanya memenuhi gejolak hasrat yang sedang membara? Wajar memang niat suami tersebut dipertanyakan oleh ibu maupun keluarga besarnya.
Agama memang memperbolehkan seorang suami untuk melakukan poligami, namun tentu dengan tanggung jawab besar yang dipikulnya. Suami ibu memang dimungkinkan untuk tetap melakukan poligami meski ibu tidak menginginkannya, namun ia juga bertanggung jawab atas segala permasalahan yang kemudian terjadi akibat keputusannya tersebut di hadapan Allah.
Jika poligami tersebut mengakibatkan ibu dan anak-anak terzholimi dengan terenggut hak-haknya atau ia tak dapat membimbing isteri-isterinya di jalan yang benar, maka bebannya kelak sangat berat di hadapan Allah. Ini memang masalah pilihan yang diambil oleh suami ibu sebagai pemimpin dalam rumah tangga. Dan memang tak dapat dihindari ketika pemimpin salah jalan maka semua yang ada dalam kepemimpinannya ikut merasakan imbasnya.
Saya tidak tahu apakah suami ibu menentukan pilihan poligami sekarang dengan pemikiran yang dalam ataukah rasionalitas itu sekarang sedang ditutupi oleh perasaannya terhadap wanita tersebut. Oleh karena itu usaha lain yang mungkin dapat saya sarankan, selain mendekatkan hati dan pikiran kepada Allah adalah mengajak suami untuk menggunakan akalnya dengan berdialog memikirkan kehidupan ke depan jika terjadi poligami.
Jika ibu merasa kesulitan seorang diri, mungkin bisa mengajak suami menemui seorang bijak atau ustadz untuk mendiskusikan masalah poligami tersebut. Meski akhirnya tak selalu seperti yang diharapkan, namun ibu sudah membantu suami untuk terbuka wawasannya memahami pilihan hidupnya tersebut.
Ibu yang sholehah, berat memang menghadapi kenyataan dalam rumah tangga ibu saat ini. Namun yakinlah bahwa Allah selalu bersama orang-orang yang benar. Kepasrahan, kesabaran dan rasa tawakal ibu kepada Allah tidaklah akan sia-sia, pasti buahnya akan Allah tunjukkan suatu saat jika ibu selalu berada dalam bimbingan-Nya.
Tetaplah tersenyum meski mendung saat ini begitu gelap, karena sudah menjadi sunnatullah bahwa mendung akan berganti dengan hari yang cerah. Dan kenikmatan dari kecerahan hari-hari yang kita lewati akan lebih dapat dirasakan setelah kita tahu seperti apa menjalani hari-hari yang diliputi kegelapan. Bersabar ya bu, semoga Allah senantiasa selalu melindungi ibu sekeluarga. Amin..
Wassalammu’alaikum wr. wb.
Rr. Anita W.