Pernikahan Haram yang dipaksakan

Assalamualaikum ibu siti,

langsung saja ya bu, saya mempunyai sahabat yang bisa dibilang memiliki masalah pelik ketika akan melangsungkan pernikahan bulan-bulan desember ini.

dari permasalahan yang ada diantara sahabat saya dengan pasangannya banyak sekali yang bisa dinilai bahwa pernikahan yang akan dilaksanakan itu masuk kedalam kategori pernikahan yang hukumnya haram. niat mereka dari kedua belah pihak sudah dibilang kurang baik, tapi karena mereka sudah menganggap tanggung dan undangan sudah disebarkan serta orang tua tidak tahu menahu dan kurang mau memahami kondisi yang terjadi dari kedua belah pihak. sehingga seakan dipaksakan untuk menikah… hubungan mereka tidak harmonis, bahkan sahabat saya ketika curhat dengan saya merasa ketakutan bila menikah dengan pasangannya, dan pernah suatu ketika pasangannya pernah berucap jika tidak cocok ya langsung diceraikan aja. karena hingga saat ini landasan mereka terlihat saling emosi satu sama lain.

teman-teman sudah memberikan saran yang baik untuk hubungan mereka berdua… tapi mentok dengan masalah keluarga yang dirasa terlalu memaksakan pernikahannya karena takut malu atau kepalang tanggung. Sehingga kita sudah tidak tau lagi solusinya gimana. Yang saya tanyakan :

1. Bagaimana hukum selanjutnya? sah atau tidak apabila pernikahan ini terus dilanjutkan sedangkan dari hubungan mereka dilandasi dengan niat yang kurang baik.

2. Solusi terbaiknya seperti apa?

Mohon pencerahannya, karena ini menyangkut masa depan sahabat saya yang bukan sehari atau dua hari dijalankannya….

akhir kata terima kasih bu siti

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuhu
Sdr. Artha yang disayang Allah,
Sebagai Sahabat memang hal yang terpuji kalau Anda menunjukkan kepedulian pada Sahabat Anda. Tentu jika dia dipaksa dalam pernikahan ini, akan mempengaruhi kualitas keluarganya ke depan. Sayang sekali Anda tidak menjelaskan apa yang dimaksud haram dalam kasus ini, apakah mereka adalah yang haram dikawin menurut islam? Anda juga menjelaskan ada niat yang kurang baik. Memang terkadang anak menjadi korban kurangnya kepahaman orangtua, menjadi obsesi orangtua dalam membentuk keluarga. Beberapa orangtua berpikir, bahwa harta adalah penjamin kebahagiaan (happiness) padahal riset-riset tidak menunjukkan hubungan yang selalu linear. Belum tentu orang ang semakin kaya, punya tahta/ kedudukan kemudian akan bahagia. Nah, jadi kalau setelah punya harta dan kedudukan kemudian ternyata tidak bahagia, bukankah ini merugi?
Sdr. Artha yang dirahmati Allah,
Sebagai orang “luar” tentu Anda tidak punya wewenang mencegah pernikahan ini. Jadi saran saya, melalui Sahabat Andalah titik terang dimulai. Sebagai individu, baik laki-laki maupun wanita, mereka diberi peluang menentukan nasibnya sendiri, bahkan juga menolak calon yang tidak disukainya; tentu saja dengan alas an yang benar. Nah, islam menjamin hak-hak ini, namun bagaimana dengan Sahabat Anda? Berilah support padanya, untuk menimbang-nimbang keputusan apa yang akan diambil dan kemudian siap dengan apapun risikonya.
Sdr. Artha yang dirahmati Allah,
Sarankan pula dan bantu dengan do’a Anda agar terjalin komunikasi yang baik antara Sahabat Anda ini dengan keluarganya, dan calonnya tersebut. Memang kadang rasa malu secara social akan membebani kita yang berada di kultur timur, apalagi undangan sudah disebar, dll. Namun jika Allah menghendaki sesuatu terjadi, maka akan terjadi juga. Oleh karena itu kuatkan hati Sahabat Anda ini untuk menghadapi masa depannya. Apa yang sudah digariskan harus diterima, namun manusia juga wajib ikhtiar untuk menentukan masa depannya. Semoga dengan kedekatan pada Allah swt, sesuatu yang gelap menjadi terang dan sesuatu yang sulit menjadi mudah. Insya Allah.
Wallahu a’lam bisshawab
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu
Bu Urba