Assalamu’alaikum,
Sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan pada saya. Sehingga saya bisa mengajukan pertanyaan ini. Begini Bu Siti, saya menikah baru satu tahun yang lalu dan saya belum dikaruniai anak.
Dalam pernikahan ini saya tidak pernah bahagia. Suami saya pengangguran, hutang ada di sana-sini. Setiap hari saya yang memberi nafkah untuk suami. Saya benar-benar lelah menghadapi semua ini. Kadang saya berpikir ingin cerai, kadang saya juga ingin bunuh diri.
Dulu sebelum saya menikah dengan dia, ada kakak iparnya yang bilang sama saya bahwa "Pernikahan kalian tidak akan bahagia." Awalnya saya tidak percaya semua itu, tapi sampai saat ini saya dan suami tidak pernah bahagia. Kami sering bertengkar dan menghina satu sama lain.
Bagaimana solusi dari masalah ini? Trimakasih
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Asma Nadia
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,
Ibu Asma yang dirahmati Allah, ..
Pernikahan Ibu masih tergolong sangat dini, ini memang sering menjadi masa kritis pertama bagi sebuah pasangan. Masa kritis karena kedua belah pihak masih dalam tahap saling menyesuaikan diri, mungkin terkaget-kaget dengan kepribadian ’asli’ pasangan yang mulai terlihat.
Nampak dari cerita ibu, bahwa Ibu banyak ada kekecewaan terhadap suami; bahwa suami seorang pengangguran mestinya ini sudah Ibu ketahui sebelum menikah. Mestinya seorang suami dikatakan siap menikah kalau sudah mampu menafkahi keluarganya, karena inilah kewajiban pokok suami. Termasuk kebiasaan hutang sana-sini, mungkin ini disebabkan karena suami tidak mempunyai pemasukan.
Mudah-mudahan ini bisa menjadi pelajaran bagi setiap pasangan untuk teliti sebelum memilih pasangan hidup. Penyesalan saja tidak cukup, perkawinanan adalah ikatan yang kuat, yang tidak semestinya begitu mudah diputus begitu saja. Meskipun halal hukumnya, tetapi perceraian adalah hal yang tidak disukai Allah swt. Apakah kita akan begitu saja melakukan perbuatan yang tidak disukai Allah, Sang Pencipta Alam Semesta ini?
Dialah yang Maha Mengetahui segala sesuatu, yang nampak maupun tidak tampak, termasuk hikmah dari semua kejadian ini. Ibu sarankan dalam mengatasi masalah ini menggunakan positive coping, yakni jangan surut dan menyerah tetapi tetap tangguhlah menghadapi hal ini. Janganlah celaan dibalas celaan, hinaan dibalas hinaan. Ini berarti kita tidak ada perbedaan dengan suami kita.
Kalau celaan dibalas kata-kata istighfar dan argumen lembut maka ada kelebihan kita atas suami kita. Siapa tahu kelembutan kita, kata-kata sarat hikmah yang keluar dari hati kita dapat menyadarkan kekerasan hati suami, menyadarkan suami akan kewajibannya dalam mencari nafkah. Berilah dukungan emosi agar suami mempunyai etos kerja yang tinggi. Anggap harta yang Ibu berikan untuk keluarga adalah shadaqah yang insya Allah akan diganti dengan pahala Allah. Amin..
Ibu, tentang ’ramalan’ atau apapun itu namanya, sebaiknya janganlah mensugesti kita dan dipercaya. Sebagai orang beriman, baik-buruk, sedih-bahagia, adalah pilihan kita sendiri untuk menentukan. Jangan pernah menyalahkan ini sebagai suatu takdir Allah yang tidak bisa berubah.
Dengan idzin Allah, kita bisa menjadikan sesuatu yang buruk untuk menjadi lebih baik, berusahalah Ibu…Allah tidak akan melihat hasilnya, tetapi usaha Ibu, ikhtiar Ibu, proses… inilah yang akan dilihat Allah swt. Setelah berikhtiar baru kita tawakkal menyerahkan hasil pada-Nya. Bunuh diri hanya dilakukan oleh orang yang putus asa, padahal kita dilarang berputus asa dari rahmat Allah SWT. Firmannya dalam QS Yusuf:87, yang artinya: ”Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”.
Demikian juga Rasulullah SAW sangat mencintai sikap optimis dan membenci sekali sikap pesimis, salah satu sabda beliau yang kurang lebih artinya:
”Segala sesuatu yang menimpa seorang mukmin, hingga itu hanya berupa duri yang mengenainya, Allah akan menuliskan dengan musibah itu berupa satu kebaikan baginya atau Allah akan hapuskan dengan musibah itu satu kesalahannya” (Muttafaqun ’Alaih).
Semoga Allah SWT membimbing Ibu sekeluarga, memberi jalan terbaik untuk membentuk keluarga yang sakinah mawaddah wa rahman. Amin.
Wallahu a’lam bissshawab.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ibu Urba