Assalamu ‘alaikum Ustadzah Rr. Anita Widayanti,
Saya mempunyai 2 orang anak, perempuan (4 tahun) dan laki-laki (1 tahun). Saya berharap mereka kelak menjadi ulama dalam bidang agama Islam yang mempunyai dan mengamalkan ilmunya dengan benar. Keinginan saya ini didorong oleh kenyataan bahwa sangat sedikit ulama yang ada sementara untuk profesi umum seperti insinyur atau dokter sudah sangat banyak. Sementara kami sendiri (orang tuanya dan keluarga) bukan dari keturunan ulama dan bekerja di bidang umum.
Saya berharap mereka kelak bisa mengenyam pendidikan tinggi di Arab Saudi atau Kairo. Menurut bayangan saya, untuk bisa ke sana anak harus dididik di pesantren sejak awal (mulai tingkat SMP mungkin) dan itu berarti mereka harus mondok dan pisah dengan orangtua.
Apakah perpisahan ini tidak mempengaruhi (secara negatif) kondisi kejiwaan mereka? Bagaimana mempertemukan/menyeimbangkan 2 keadaan ini, antara perhatian/kedekatan dengan orang tua dan mondok/pisah dengan orangtua?
Langkah-langkah apa yang sebaiknya saya tempuh untuk mewujudkan keinginan ini? Bagaimana dengan jalur pendidikan formal atau non-formal yang harus ditempuh oleh mereka?
Atas perhatian dan jawabannya, kami sampaikan jazakumullahi khoiron katsiron.
Wassalamu ‘alaikum wa rohmatullahi wa barokatuh,
Assalammu’alaikum wr. wb.
Bapak SP yang dimuliakan Allah,
Mulia sekali harapan dan cita-cita bapak kepada putra dan putri tercinta. Tentu merupakan proses pendidikan yang panjang untuk membuat mereka dapat memenuhi harapan itu. Dan mengarahkan anak untuk memenuhi harapan orang tua memang akan tergantung bagaimana pendidikan yang diterima oleh anak sehingga tumbuh minatnya dalam bidang tersebut.
Umumnya anak akan tumbuh sesuai dengan perlakuan kita padanya. Menumbuhkan anak yang punya komitmen yang tinggi dalam beragama juga akan dipengaruhi oleh kedekatan orang tuanya dalam beragama dan memperlihatkan hal tersebut pada anaknya dalam keseharian. Keteladanan menjadi faktor paling besar dalam membentuk kepribadian anak kita.
Karenanya meski bapak bukan berasal dari keluarga ulama atau memiliki latar belakang umum bukan hal yang tak mungkin untuk kemudian memiliki seorang anak yang tumbuh menjadi ulama. Hanya solusi dari semua itu sebenarnya bukan sekedar memasukkan anak ke pesantren atau menyerahkan mereka ke orang lain untuk dididik. Pesantren mungkin dapat memberikan pengetahuan dan wawasan dan membentuk beberapa karakter, namun pondasi dari kepribadian dan karakter itu ada dalam keluarga.
Saya yakin bapak pun mengharapkan anak kelak menjadi ulama yang bukan kaya dengan ilmu namun juga memiliki akhlaq yang mulia. Untuk membentuk anak yang memiliki akhlaq dan kepribadian yang kuat maka pertama yang harus dilakukan adalah melakukan pendidikan yang tepat dalam keluarga baik dari sisi agama maupun psikologis pada anak sesuai usia perkembangannya.
Ketika anak bapak tumbuh dengan aqidah yang benar dan pribadi yang kuat maka dia akan dapat mempertahankan dirinya dari pengaruh buruk di manapun ia berada. karena di pesantrenpun sering didapatkan masalah penyimpangan perilaku yang dapat menjerumuskan anak kita.
Selain itu bila kita berkaca pada para imam dahulu maka ketertarikan mereka sejak dini pada agama juga dikarenakan pendidikan yang kuat dari orang tua mereka dalam beragama, mulai dari kedekatan mereka pada alqur’an sampai bagaimana mereka menjadikan agama sebagai benar-benar pedomannya dalam memutuskan segala permasalahan dalam hidup ini.
Namun yang menarik adalah mungkin para orang tua tersebut tidak menuntut anaknya untuk menjadi seperti apa yang mereka mau tapi mereka hanya membiarkan mereka tumbuh dalam nuansa keagamaan dan teladan dalam mempraktekkan nilai-nilai religiusnya. Dan pendidikan yang seperti itulah yang memang paling baik dalam mendidik anak.
Menumbuhkan minat mereka, memfasilitasi, mengarahkan dan biarkan mereka tentukan pilihan hidup sesuai dengan hatinya. Karena ketika anak memilih menjadi seseorang yang diinginkannya maka ia cenderung akan bertanggungjawab atas pilihannya dan berusaha untuk berkembang karena itu dilakukan dengan kesadaran dan bukan dengan paksaan.
Mengenai bagaimana jika anak dipesantrenkan, mengingat usia anak bapak masih balita, maka mungkin butuh waktu dan lembaran lain untuk menjawabnya ya pak. Semoga ketidaksempurnaan jawaban saya dapat memancing rasa ingin tahu bapak untuk terus mencari pengetahuan demi yang terbaik bagi buah hati tercinta.
Wassalammu’alaikum wr. wb.
Rr. Anita W.