Pacar yang Trauma

Saya mempunyai seorang pacar yang mengalami masalah yang cukup berat. Ia teramat sangat trauma dengan hubungan seks, karena ia pernah dipaksa melakukan hal tersebut oleh mantannya hingga beberapa kali. Saya memang tidak terlalu masalah dengan kondisinya tapi dia kelihatan sangat trauma dan ia takut rasa trauma tersebut akan terus mengganggunya hingga kami menikah. Dan ia juga takut jika ia tidak dapat membahagiakan saya karena kondisi dan rasa traumanya.

Perlu Ibu ketahui bahwa saya tidak pernah meminta melakukan hal itu padanya. Hubungan saya dengan dia alhamdulillah masih di jalan yang benar dan semoga selalu dijaga oleh Allah SWT. Saya sering berkata bahwa ia sedang menjalin hubungan dengan orang yang berbeda, dengan sifat dan hati yang berbeda pula, yaitu saya. Tapi ia seperti menganggap bahwa semua laki-laki sama seperti mantannya.

Tolong saya, Bu. Saya bingung apa yang harus saya lakukan. Saya sangat mencintai dia. Saya ingin dia yang terakhir untuk saya. Terima kasih.

Wassalaamu’alaikum,

Asslammu’alaikum wr. wb.

Saudara D yang dirahmati Allah,

Besar benar nampaknya harapan anda untuk dapat menikah dengan wanita yang anda cintai ini dan nampaknya anda mau menerima dia apa adanya. Sikap penerimaan anda ini akan sangat membantunya dalam menghadapi masalah traumanya. Trauma akibat pelecehan seksual memang merupakan hal yang berat bagi seorang wanita. Dibutuhkan waktu dan kesabaran dari pendampingnya agar wanita yang menjadi korbannya dapat melaluinya.

Memang tidak mudah menghilangkan beban psikologis yang dirasakan akibat trauma yang dialami oleh calon isteri anda tersebut. Jika perasaan tersebut demikian mengakar maka sekedar omongan anda tak mudah diterimanya begitu saja. Meski anda berulangkali mengatakan bahwa anda berbeda namun tidak semudah itu dapat diterimanya. Karena trauma yang mendalam dapat mempengaruhi alam bawah sadarnya sehingga ia sendiri tak dapat mengendalikannya bahkan kadang tak menyadari perilaku yang diakibatkan oleh traumanya. Dari situ pulalah timbul penyakit psikologis seperti frigiditas pada wanita.

Yang paling baik bagi wanita tersebut jika benar-benar mengalami trauma maka mencari bantuan untuk mengobati rasa traumanya jika ia tak mampu mengatasinya sendiri, misalnya dengan mendatangi psikolog atau psikiater yang trampil menangani masalah trauma. Sedangkan bagi anda karena anda belum menjadi muhrimnya maka akan ada keterbatasan bagi diri anda sendiri dalam membantunya.

Oleh karenanya menurut saya, jika ia belum mau dinikahi maka doronglah ia untuk menyembuhkan traumanya dan dalam proses tersebut sebaiknya anda menjaga adab darinya sebagaimana perintah agama sampai ia siap untuk anda nikahi. Namun jika anda benar-benar mau membantunya secara optimal maka yang utama anda memang harus menikahinya sehingga dapat membimbingnya keluar dari traumanya tanpa ada batasan karena sudah menjadi muhrimnya.

Tetapi tentu saja sebelum menikahinya anda harus siapkan mental untuk bersabar tidak melakukan hubungan intim yang normal selayaknya suami-isteri sampai isteri anda benar-benar siap. Dan proses penantian anda bisa tak berbatas waktu yang pasti karena setiap bentuk trauma memiliki masa yang disesuaikan dengan beratnya trauma dan karakteristik setiap orang, siapkah anda? Jika sudah mantap maka awali langkah dengan bismillah semoga Allah membantu jalannya. Wallahu’alambishshwab.

Wassalammu’alaikum wr. wb.

Rr. Anita W.