Assalamu’alaikum wr. wb.
Saya seorang suami sudah 12 tahun menikah dan memiliki 3 anak. Sesungguhnya saya merasa tidak ada perbedaan yang prinsip dan mendasar dengan isteri.
Dalam menghadapi masalah saya berprinsip tidak ada masalah yang tidak bisa dipecahkan. Saya dibilang orang terlalu penyabar juga terhadap isteri. Sementara isteri mengeluhkan kepada saya tidak pernah mendengarkan saran isteri dalam mengambil keputusan (masalah belanja, rumah, bisnis, pendidikan anak dan lain-lain). Padahal saya selalu membicarakan segala hal dengan isteri namun kebetulan saran-saran isteri seringkali kurang memiliki alasan yang kuat sehingga tidak bisa dilaksanakan.
Memang seringkali pada saat bertukar pikiran sering berujung dead-lock karena sikap emosional isteri bahkan akhirnya ia "ngambek." Setelah mencapai puncak konflik isteri sudah 3 kali minta bercerai karena merasa tidak bersesuaian. Sementara keluhan saya sebagai suami adalah saya merasa isteri belum memiliki keinginan untuk memperbaiki sikap terutama dalam bermusyawarah.
Pertanyaan saya, bagaimana saya harus mensikapi masalah tersebut? Terima kasih.
Assalammu’alaikum wr. wb.
Bapak Ibnu yang penyabar,
Sulit juga ya pak jika bermusyawarah dengan isteri selalu saja berujung dengan kebuntuan. Padahal musyawarah ditujukan untuk menghasilkan solusi yang terbaik untuk semua pihak. Musyawarah sebenarnya memang tidak selalu menghasilkan sesuatu yang memuaskan sesuai keinginan kita namun dapat membawa kepada kesepakatan.
Jika musyawarah yang dijalankan bapak hanya membawa pada persetujuan sepihak tentu bukan musyawarah namanya. Mungkin hal ini yang dipermasalahkan isteri seringkali pembicaraan tidak menjadi kesepakatan namun keputusan bapak, meskipun menurut bapak hal itu terjadi karena alasan bapak memang yang paling masuk akal dibandingkan isteri.
Dan hal yang wajar mungkin ketika aspirasi selalu ditolak akhirnya demo dan protespun yang menjadi tindakan akhir. Sebagaimana isteri bapak sekarang akhirnya memutuskan untuk bercerai karena tidak pernah mencapai kata sepakat bersama bapak. Biasanya seseorang mengambil tindakan ekstrim akibat dari akumulasi yang berkepanjangan.
Berdasarkan hal tersebut mungkin bapak perlu berkaca benarkah bahwa selama ini isteri ikut andil dalam keputusan musyawarah atau akhirnya bapak sendiri yang memutuskan meskipun sudah melakukan pembicaraan dengan isteri? Jika porsinya tak terlalu banyak mungkin masih bisa diterima namun pasti menjadi bermasalah jika yang lain merasa terlalu banyak diabaikan suaranya.
Jika bapak menghendaki sebuah musyawarah juga sarana dalam membelajarkan isteri mungkin sesekali tak ada salahnya untuk bersikap mengalah dan membiarkan isteri untuk belajar dari keputusan yang diambilnya. Dengan merasakan sendiri dampak dari apa yang diputuskannya maka hati isteri juga akan lebih terbuka kepada bapak dan mungkin juga akan berterimakasih atas kepercayaan bapak kepadanya meski bapak memang tahu betapa meragukan hal tersebut.
Segala sesuatu menurut saya tidak selalu harus sempurna, terutama terhadap hal-hal yang tak terlalu urgen dalam rumah tangga. karena yang terpenting dari setiap keputusan yang berlaku dalam rumah tangga adalah hubungan yang terjalin sebagai buah dari kerjasama yang saling menghargai satu sama lain.
Saran saya hanyalah bertahanlah dengan konsep bapak bahwa segalanya dapat terpecahkan dengan musyawarah. Hanya ketika musyawarah justru membawa kepada perpecahan seperti saat ini, maka yang perlu dilakukan intropeksi terhadap komunikasi yang selama ini dijalankan. Dan untuk mengawali intropeksi dengarkanlah suara pasangan kita, kadang mendengarkan tanpa bicara membuat kita dapat lebih memahami persoalan dan kesalahan kita yang tidak kita sadari. Wallahu’alambishshawab.
Wassalmmu’alaikum wr. wb.
Rr. Anita W.