Assalamu’alaikum
Dari Sdr. Iil:
Ana laki-laki 26 tahun. Ustadzah, bagaimana jika ana dah punya keinginan tuk menikah tetapi karena belum diizinkan orangtua hal tersebut dikarenakan kakak perempuan ana adayangbelum nikah. Trus setahun yang lalu ana pernah proses dengan seseorang namun karena belum dapat izin dari ortu maka ana tidak melanjutkan prosesnya, tapi dari pihak akhwat selalu mengejar terus supaya ana dapat menikah dengannya, untuk menghindari hal yang lebih buruk ato fitnah ana memutuskan untuk putus komunikasi dg akhwat tersebut, sekarang ana ingin melakukan proses lagi untuk persiapan, tapi kadang niat itu ana urungkan karena ana takut akan terjadi hal yang sama.
Ana sering ditawari dari teman saudara bahkan atasan di kantor tapi ana ndak berani untuk menindak lanjutinya, kadang ana malu pada temen-temen dikira ana terlalu pilih pilih tetapi sebenarnya ana punya problem keluarga belum mengizinkan (ana susah menjelaskannya pada mereka). Trus yang bagus ana lakukan sekarang apa mohon bantuannya…?
Satu lagi, ada seorang akhwat yang ditawarkan oleh keluarga ana, kalo dari profil ana agak tertarik tapi sampai sekarang ana tidak berani menindaklanjutinya… Bagaimana seharusnya ana bersikap. Syukran,
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Dari Sdr. Abdullah,
Bu Ustadzah, saya ada niat untuk menikah.
Saya sudah bertanya dengan orang tua perihal ini. Orang tua pada dasarnya merestui, Cuma mereka ingin agar saya tidak langsung menikah tapi menunggu.
Saya sudah mencoba memberi pengertian-pengertian kepada orang tua tentang keinginan menikah saya yang kuat, tapi perilaku orang tua meminta saya mengurungkan niat tersebut. Mereka ingin agar saya menunggu karena usia saya masih sangat muda menurut mereka (22 tahun) dan mereka ingin saya meneruskan kuliah dulu dari D3 ke S1 (saat ini saya sudah bekerja). Itu berarti sekitar 2-3 tahun lagi. Di lain sisi, kakak perempuan saya tidak mau dilangkahi oleh saya dan saya tidak melihat ada keinginan serius dirinya untuk menikah.
Bagaimana sebaiknya yang saya lakukan?
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,
Sdr. Iil & Abdullah yang sholih,
Usia 22-26 tahun seperti Anda adalah saatnya seseorang berada pada masa kedewasaan, wajar jika Anda telah memikirkan pendamping hidup. Hal ini harus diikuti dengan persiapan-persiapan. Berumah tangga adalah perjalanan yang panjang, bahkan jika diizinkan Allah selamanya orang akan bercita-cita membina rumah tangga dengan pasangan yang dicintainya; bahkan sampai Allah memanggilnya nanti sehingga dapat menjadi pasangan di dunia dan di akhirat.. insya Allah…
Kesiapan seseorang menikah tidak selalu tergantung dengan umur kronologis. Meskipun Sdr. Abdullah baru berusia 22 tahun, bukan tidak mungkin kesiapan Anda lebih tinggi dibanding orang yang berusia lebih tua.
Sdr. Iil & Sdr Abdullah yang shalih, ..
Namun tak sedikit laki-laki yang belum berbekal cukup untuk mempersiapkan perjalanannya. Sudahkan ia mempersiapkan untuk menjadi suami yang bertanggungjawab pada keluarga yang akan dibangun? Secara materiil laki-laki berkewajiban menafkahi isteri dan anak-anaknya secara ma’ruf; namun tak kalah penting adalah bekal pengetahuan tentang berumah tangga itu sendiri beserta pernak-perniknya, agar tak kaget bahwa yang ada dalam rumah tangga tak selalu berupa madu nan manis untuk diteguk..terkadang ada onak dan duri yang menghadang.
Saya sarankan kepada Anda untuk mempersiapkan hal ini secara matang. Pengetahun tentang hak dan kewajiban suami, psikologi wanita, komunikasi efektif antar pasangan, bagaimana menjadi pemimpin dalam keluarga, adalah contoh hal-hal yang perlu dimiliki sebelum seseorang berumah tangga. Kuliah menjelang pernikahan mestinya bukan hanya konsumsi para wanita; karena tak jarang permasalahan dalam rumah tangga bermuasal dari kurang trampilnya laki-laki dalam posisinya sebagai suami, ayah atau pemimpin keluarga.
Fenomena yang bisa dilihat misalnya: jarang anak sekarang mengidolakan Bapaknya, kenapa? Mungkin karena pribadi Sang Bapak di rumah tidak berkesan pada diri anak-anaknya. Nah untuk menjadi Bapak yang baik perlu persiapan sejak sebelum menikah.
Ibu bermaksud menyarankan pada Anda agar menjadikan momentum sesingkat apapun sambil memahamkan orang tua sebagai waktu berbenah diri. Memang seringkali orang tua tidak tega melihat anak gadisnya didahului menikah oleh Adiknya; ada beban psikososial yang hanya bisa dirasakan oleh orang tua, kadang bahkan tidak bermasalah bagi anak gadis yang dikhawatiri perasaannya.
Menurut Ibu, perlu kesabaran untuk memahamkan masalah yang tidak syar’iy ini kepada orang tua. Kepada mereka ajaklah terus berdialog, bekerjasamalah dengan Kakak perempuan Anda dalam hal ini.
Ibu sepakat jika kemudian Anda (Sdr. Iil) memutus hubungan dengan seorang akhwat karena permasalahan keluarga yang belum selesai. Namun tentu akan menyakitkan jika Anda mundur tanpa ada alasan yang jelas. Sebaiknya berterus teranglah kepada pihak-pihak yang berkepentingan tentang permasalahan yang Anda hadapi.
Nampaknya keluarga Anda mulai melunak karena telah menyodorkan calon yang Anda katakan ada hal-hal yang membuat Anda ingin berlanjut. Mengapa ikhtiar ini tidak Anda coba? Mungkin orang tua ingin mendapatkan wilayah aman dan nyaman dengan menyodorkan calon pilihan mereka. Ibu kira ini pertanda baik yang perlu Anda syukuri. Sebagai laki-laki, Anda perlu lebih yakin pada diri sendiri, punya kemandirian dalam mengambil keputusan, tentunya setelah minta pertimbangan dari berbagai pihak tentang langkah-langkah pasti yang akan Anda pilih. Semoga Allah SWT meridloi keinginan Anda untuk mendapat pasangan hidup yang sholihah. Amin.
Wallahu a’lam bissshawab.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ibu Urba