Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Begini Ustadz/ah, saya kenal dengan calon istri saya sudah sekitar 1 tahun. Dia tinggal bareng saudara, jauh dari rumah orangtua (meski sesekali papanya datang).Latar belakang calon istri saya berasal dari keluarga Kristen. Sebenarnya, kami berdua sudah lama berencana untuk segera menikah, akan tetapi niat itu selalu gagal, karena papanya tidak setuju. Beliau merestui, kalau saya bersedia ke gereja.
Pernah, saking bingungnya, calon istri saya mengajak pergi tanpa pamit. Dan celakanya, sayapun setuju.
Kami pergi, pulang ke rumah orangtua saya selama 4 (empat) hari. Di rumah, dia pengin belajar sholat, dan Alhamdullilah, dengan bimbingan saya &ibu, dia sudah bisa berwudhu & sholat 5 waktu. Beruntung, calon istri saya mau saya bujuk untuk pulang, plus ada kabar dari papanya (via sms dan telepon) yang mau merestui kami, dengan syarat calon istri saya mau pulang dulu.
Tetapi sesampai di rumah, semua ternyata akal2an saja. calon istri saya semakin di batasi ruang geraknya. Bahkan sekedar sms atau terima telpon dari saya, tidak diperbolehkan.
Ustadz/ah, saya mohon saran dari Ustadz/ah dengan permasalahan yang saya hadapi ini.
Bolehkah kami pergi meninggalkan semuanya, dan memulai kehidupan baru, tanpa melibatkan orang tua ?
Sekian, sebelumnya saya ucapkan banyak2 terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu
Sdr. Ariefan yang dirahmati Allah swt.,
Trimakasih Anda mempercayakan untuk sharing pengalaman pada rubrik ini. Saat ini mungkin Anda sedang mengalami perasaan gundah, bingung apa yang harus dilakukan. Permasalahan yang anda kemukakan, saya dapat melihat sebagai sesuatu yang cukup kompleks.
Di satu sisi, ada seorang gadis yang tertarik untuk menjadi muallaf, meskipun motivasinya belum dapat diduga, apakah memang karena tertarik pada islam atau hanya karena ingin memiliki Anda? Mohon maaf, kadang keimanan yang tidak kuat akan menjadi problem di kemudian hari, sehingga Anda harus hati-hati.
Perkawinan yang dilandasi oleh motivasi yang kuat karena allah swt. Insya allah akan lebih kokoh jika diterpa badai ujian kelak. Namun jika landasan pernikahan hanya karena duniawi semata, kadang mudah terombang-ambing oleh badai ujian rumah tangga.
Sdr. Ariefan yang dirahmati Allah swt.,
Ada baiknya, ujilah keimanan calon istri Anda terlebih dahulu, ambillah waktu sementara waktu untuk cooling down, agar segala tindakan Anda berdasar perencanaan yang matang. Yakinlah, jodoh, rizki, takdir kita sudah tertulis di sisi-Nya. Jadi kalau gadis itu memang jodoh Anda, insya Allah akan ada
jalan untuk dimudahkan ke sana.
Namun jika memang gadis itu bukan jodoh Anda, mungkin ini hal yang terbaik. " Boleh jadi kamu mencintai sesuatu padahal hal itu tidak baik bagimu, dan boleh jadi kamu membenci sesuatu
padahal hal itu baik bagimu". Selama waktu satu tahun Anda mengenalnya, tentu sedikit banyak Anda dapat menilai tentang kecenderungan keimanannya.
Jika dia tinggal jauh dari papanya, memang lebih mudah untuk mengirimkan semacam guru mengaji untuk membimbingnya. Mulailah dari hal-hal yang bersifat penanaman keimanan karena keimanan adalah fondasi dalam agama. Jika keimanan sudah kuat, maka dia akan masuk islam atas dasar kesadaran yang tulus. Jika ternyata dia bukan jodoh Andapun, dia tidak akan berubah niat untuk menjadi seorang muslimah.
Sdr. Ariefan yang dirahmati Allah swt.,
Batasilah hubungan Anda dengannya secara wajar, jangan membawa pergi/ kabur tanpa izin karena bisa-bisa Anda akan kena delik hukum. Sedapat mungkin si gadis itulah yang harus pamit dengan orangtuanya untuk menyelamatkan akidah, jangan Anda yang membawanya lari karena implikasinya akan berbeda.
Kasus-kasus seperti yang terjadi pada calon Anda ini memang membutuhkan kekuatan mental untuk menghadapinya. Nah, siapkah dia menerima semua konsekuensi dari keimanannya pada islam? Risiko yang harus dia ambil misalnya tidak lagi dianggap anak dan biasanya teror-teror mental akan terus
dia terima dari keluarganya. Siapkah dia? Nah, Anda yang dapat menilai.
Sdr. Ariefan yang dirahmati Allah swt.,
Ikhtiarlah dengan beberapa cara, misalnya konsultasilah dengan keluarga, teman-teman yang sholih, untuk mencari pendapat yang terbaik. Tentu saja Anda harus senantiasa menyertakan Allah swt dalam pengambilan keputusan dengan istikharah. Sekian, teriring do’a saya semoga Anda mendapat jawaban
untuk melangkah yang benar. Amin.
Wallahu a’lam bisshawab,
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuhu
Bu Urba