Assalamu’alaikum
Yang saya hormati Ustadzah Siti,
Apakah layak bagi seorang pria yang ingin menikah menetapkan standard bagi calon isterinya kelak? Apalagi standard yang berkaitan dengan keduniaan seperti kecantikan atau kekayaan.
Terima kasih atas jawabannya
Wassalamu’alaikum
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wa barakatuh
Sdr Iqram yang sholih,
Memilih pasangan hidup, tidak mungkin tanpa ada standarisasinya. Justru aneh jika ‘asal dapat’ dan ‘asal mau’. Apalagi seorang muslim yang bertaqwa tentu khawatir rumah tangganya tidak menjadi rumah tangga yang berkualitas. Sekali lagi Anda memang harus punya kriteria untuk calon isteri.
Berdasar hadist Rasul:
“Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena kedudukannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka beruntunglah yang memilih wanita yang memiliki agama. (Kalau tidak begitu), maka berlumuran tanah kedua tanganmu (engkau tidak akan beruntung).”(HR Bukhari – Muslim)
Sdr Iqram yang sholih,
Menurut petunjuk hadist tersebut sesungguhnya laki-laki boleh menikahi wanita berdasar empat hal yang menjadi standar yang dibolehkan. Meskipun kemudian Rasulullah saw memberikan arahan bahwa pilihan yang beruntung adalah pilihan yang didasarkan kepada agama.Artinya wanita dinikahi karena keshalihatannya yang dapat dilihat maupun yang tidak terlihat, seperti akhlaqnya, ibadahnya, pola pikirnya dan tentu saja aqidahnya lurus. Bila memang standar agama terpenuhi, lalu Allah mengaruniainya dengan ”bonus” yang lain, misalnya harta, kecantikan dan keturunan baik-baik, tentu itu ni’mat dunia yang harus disyukuri dan dipertanggungjawabkan. Tetapi, bila standar agama dinomor empatkan setelah standar-standar duniawi tersebut, tentu tidak aneh bila visi ibadah dan peningkatan derajat di mata Allah menjadi tak tersampaikan. Maka pandai-pandailah memilih jodoh dan menetapkan standar.
Sdr Iqram yang sholih,
Satu catatan penting, hendaknya berlaku azas keadilan bagi masing-masing pribadi, maksudnya, sebelum menetapkan standar untuk orang lain, penuhi dulu standar untuk dirinya sendiri. Luruskan aqidah diri, hiasi dengan ibadah maupun akhlak mulia. Dengan begitu dalam rumah tangga nanti, suasananya tidak saling menuntut dan mendahulukan pemenuhan hak, tetapi suami maupun isteri jika bersalah akan segera dikembalikan kepada aturan Allah. Kecantikan konon hanya setipis kulit, di rubrik ini pula terbukti bahwa meskipun beristrikan pasangan nan cantik, namun seorang suami juga masih selingkuh pada wanita lain. Jadi agama yang kuat akan menjadi pegangan dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Diharapkan suasana dalam rumah tangga didominasi oleh suasana saling memberi dan menerima yang dilandasi dengan cinta kasih.
Wallahu a’lam bissshawab.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh
Ibu Urba