Mempersiapkan Pernikahan Di Usia Muda

Assalamualaikum wr wb,

Bu urba yang di mualiakan Allah SWT,

Sebelumnya saya berterima kasih atas kebaikan ibu yang telah bersedia membaca pertanyaan dari saya.

Ibu urba saya perempuan berusia hampir 22 tahun, dalam beberapa bulan kedepan saya akan melaksanakan pernikahan dengan laki-laki pilihan saya dan keluarga. calon suami saya nanti berumur sama dengan saya, jadi masih sangat muda untuk ukuran laki-laki. Tapi calon mertua saya merasa yakin kalau saya bisa ikut membimbing suami saya dalam menambah kedewasaan, terutama dalam hal bekerja.  Tentunya dengan amanah seperti itu, saya ingin sekali menjadi istri yang menjadikan rumah tangga kami yang muda menjadi rumah tangga yang matang, harmonis sehingga mencapai keluarga yang sakinah, mawadah dan warohmah. yang ingin saya tanyakan :

  1. Bagaimana strategi mencapai keluarga yang seperti itu,
  2. Bagaimana menjadi istri yang sabar dan ikhlas,

Untuk perhatiannya saya ucapkan terima kasih, semoga kebaikan ibu di balas oleh Allah SWT.

May – Jakarta

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuhu

Sdri. May yang dirahmati Allah swt.,
Saya salut dan berbahagia bahwa Anda mempunyai tujuan-tujuan luhur dalam membina rumah tangga dengan calon suami yang masih sama-sama berusia muda. Semoga niat baik ini dimudahkan Allah swt. Sdri. May, usia muda tidak selalu menunjukkan ketidakmatangan, sebaliknya usia lebih tua juga tidak menjamin kematangan seseorang. Kalau melihat usia kalian yang sudah 22 tahun, sewajarnya Anda sudah mulai menapaki masa dewasa dan mengakhiri masa remaja, kematangan fisikpun sudah ada; semoga juga diikuti dengan kematangan emosi, cara berpikir juga penalaran moral yang lebih tinggi sebagai bekal menghadapi peran baru.
Sdri. May, sebagian orang ada yang menganggap, “Ah, membentuk keluarga gampang-gampang susah!”, ada yang berpendapat, “ Memang gampang awalnya tapi susah mempertahankannya..!” atau pandangan yang beragam tentang itu. Bagaimana dengan Anda? Persepsi awal ini akan mempengaruhi proses. Jadi jangan salah dengan mengembangkan persepsi berbasis pesimisme. Benar bahwa dalam rumah tangga, sesakinah apapun tidak berarti akan lepas dari dinamika dan problema, mulai yang sederhana sampai yang berat. Jadi ketika seseorang memasuki rumah tangga kemudian menemui masalah, itulah bagian paling wajar dari hidup ini yakni adanya masalah-masalah yang harus dipecahkan. Jadi menghindar dari masalah tidaklah tepat, yang tepat adalah meningkatkan kemampuan kita dalam menghadapi masalah itu. Nah Sdri. May, untuk itulah persiapan berumahtangga perlu dilakukan.
Sdri. May, dalam kasus Anda, suami mestilah sudah punya kemampuan menafkahi keluarga, atau punya kemandirian. Biasanya kalau masih tergantung kedua orangtua maka telah membuka peluang intervensi-intervensi yang negatif di masa yang akan datang dari orangtua, meskipun tidak semua bersifat negatif. Namun ini adalah syarat utama seorang suami yakni berkemampuan memberi nafkah secara ma’ruf. Buatlah visi bersama keluarga sakinah seperti apa yang akan dibentuk nanti dan jabarkan rencana solusi jika mengalami hambatan. Buat komitmen, seperti komitmen untuk tetap berpikir rasional, tidak menuruti emosi, saling terbuka, tidak saling membuka aib, berkonsultasi pada pihak-pihak yang berkompeten, dsb. Bekal-bekal untuk mendukung peran sebagai istri dan Ibu perlu Anda persiapkan, seperti bekal ilmu mengatur rumah-tangga, memahami psikologis seorang pria, ilmu tentang pendidikan anak secara islam, kesehatan anak praktis, mengelola keuangan keluarga, dsb.
Sdri. May yang dirahmati Allah swt.,
Adapun tentang sabar dan ikhlas, itu adalah karakter utama, yang sangat dibutuhkan dalam hidup, khususnya dalam berumahtangga. Menurut Ibnul Qayim Al-Jauzy sabar bermakna mencegah, mengekang atau menahan, jadi sabar berarti menahan jiwa dari perasaan cemas, menahan lisan dari berkeluh kesah dan menahan anggota badan dari tindakan-tindakan ala jahiliyyah. Dalam rumahtangga sifat ini akan menjaga dari keretakan, menyatukan kembali kerenggangan, insya Allah. Para kaum Sufi menganggap bahwa daya tahan terhadap sakit, baik secara fisik maupun psikis tanpa mengeluh adalah tanda kesabaran. Adapun orang yang ikhlas akan memurnikan ketaatan hanya pada Alah swt. semata. Orang yang dapat menghiasi akhlak dengan keikhlasan menandakan kecintaan yang tinggi akan semua kehendak-Nya. Belajar mengendalikan diri dan selalu bersandar pada-Nya akan membentuk jiwa yang sabar dan ikhlas, insya Allah.
Sekian saja Sdr. May, semoga Allah memberi Anda sebuah keluarga yang barokah, amin.
Wallahu a’lam bisshawab,
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuhu

Bu Urba