Assalamu alaikum…
Sebagai seorang anak, kita harus menghormati orang tua. Tetapi tidak setiap waktu suasana hangat bisa terjadi lingkungan keluarga. Orang tua bisa dengan mudah marah-marah ke anak karena suatu urusan. Bagaimana dengan si anak? Apakah hanya dengan memendam marah?
Bagaimana cara untuk menghilangkan sifat pasif-agresif?
Bagaimana menghadapi orang tua yang terkesan otoriter? Saya menganggap sikap sabar sebagai menunda bom waktu meledak, semakin lama dalam bersabar akan memperbesar kadar bom.
Terima kasih.
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,
Sdr Adi yang shalih,
Pertanyaan Adi amat bermanfaat, sepertinya Adi ini masih remaja yaa…saya senang Adi mau berterus terang tentang hal ini. Memang sering ada kasus yang tak mengenakkan bagi anak. Orang tua juga manusia, tempat salah dan lupa, ya nggak? Tetapi kalau terus-terusan mungkin anak jadi sebel, ya Di! Anak punya hak mendapat pendidikan yang baik dalam keluarga dan orang tua punya kewajiban memenuhinya. Namun sayang, masih ada orang tua yang belum mendidik anak dengan baik.
Menurut Ibu kebanyakan karena mereka belum ada kepahaman, bukan karena kesengajaan. Sekali lagi bukan karena kesengajaan. Marah-marah biasanya muncul spontanitas karena ada suatu stimulus pendahulu. Biasanya mereka belum paham bahwa marah-marah pada anak membuat hati anak terluka, atau paling tidak mereka menganggap dampaknya tak separah yang dirasakan anak.
Adi, mari bayangkan orang tua kita masih seusia Adi sekarang. Pada zaman mereka anak yang baik adalah anak yang patuh tanpa syarat, jadilah sebuah internalisasi nilai ini dan merekapun mendidik dengan cara serupa. Zaman ini sudah menuntut aspek kepribadian yang diperlukan untuk dapat bersaing secara kompetitif di dunia luar, sehingga yang dibutuhkan adalah anak yang patuh dengan syarat mereka mengetahui alasannya, namun kadang orang tua tak cukup menjelaskannya. Anakpun membangkang dan orang tua meledak emosinya. Nah, demikianlah mungkin dinamika psikologis terjadinya marah pada ortu.
Sdr. Adi yang sholih,
Saya ingin tanya, apa definisi otoriter yang Adi pahami? Sering semua hal yang dilarang dan disuruh oleh orang tua dianggap cermin orang tua yang otoriter, tidak mencerminkan demokrasi. Tidak benar bahwa orang tua yang demokratis itu tidak punya aturan-aturan. Tetap sebagai orang tua mereka harus menjaga keluarganya dari keburukan, bahkan mencegah timbulnya keburukan. Namun aturan-aturan ini perlu dijelaskan kepada anak sehingga anak tidak berontak. Bahkan mestinya ada komitmen seluruh anggota keluarga, termasuk jika suatu aturan dilanggar apa yang mesti dilakukan oleh si pelanggar.
Inilah prinsip syura yang menjadi nilai tinggi dalam Islam. Syura akan menjadikan anak berani bersuara, mengemukakan ide, berpendapat tentang suatu hal. Ini akan mencegah sikap pasif-agresif seperti yang Adi kemukakan, yakni diam tetapi sebenarnya membangkang. Selain menjadikan mental anak tidak sehat, pasif agresif akan membahayakan jika suatu saat anak tidak kuat dalam kepasifannya. Tidak benar bahwa sabar berarti hanya pasif menyimpan emosi.
Dalam bersabar kita tetap bisa proaktif memberi masukan. Adi, emosi yang disimpan tak terselesaikan akan menjadi tumpukan energi yang suatu saat akan mencari penyalurannya, apapun itu, positif maupun negatif. Nah Adi, jika orang tua punya keterbatasan, mungkin karena pendidikan dan pengetahuan yang masih terbatas khususnya tentang parenting, Adi dan remaja-remaja yang lain jangan sungkan-sungkan untuk proaktif.
Siapa bilang anak tidak boleh menda’wahi orang tuanya? Ini ladang amal dan jihad juga lho, Di! Katakan terus terang apa yang ada dalam pikiran Adi, tapi jangan lupa tetap menjaga sopan-santun pada orang tua. Beri mereka buku-buku tentang parenting (pengasuhan) yang sekarang banyak dijual di toko-toko buku. Kalau anaknya sholih, mudah-mudahan akan menjadikan orang tuanya lebih sholih lagi, dan tidak marah-marah tanpa sebab lagi, ya Di! Salam hangat, sukses untuk Adi!
Wallahu a’lam bissshawab.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ibu Urba