Assalamualaikum wr. Wb
Ibu urba yang terhormat, kami menikah th 2004 sekarang dikaruniani putri mungil yang cantik dan pintar.isteri saya anak pertama dari 5 bersaudara. Awal pernikahan kami tidak trejadi apa-apa.
Masalah kami bermula saat kami mudik ke kampung di Jawa Tengah maret 2005 dan isteri tinggal selama 1 bln. Saat tinggal di Jawa itu, mertua cerita bahwa biaya sekolah sampai kuliah didapat dari jual tanah dan hutang, sekarang mertua pensiun. Sehingga sayang ijazahnya. Inginnya mertua yang punya kedudukan. Isteri saya langsung kepikiran, dan berusaha mencari kerja sampai sekarang, tetapi tidak dapat.
Mertua dan adik-adik selalu ke kami jika membutuhkan biaya, tiap bulan kami bantu melunasi hutang itu, belum lagi biaya yang lain. Tetapi isteri merasa gagal dan tuntutan ekonomi mertua semakin besar. 2 adik sekolah, 1 nganggur. Kamilah yang diharapkan.
Sekarang kondisinya stres berat, marah-marah, lempar apa aja. Padahal itu dilihat anak kami. Yang saya takutkan kalo saya kerja adalah peristiwa IBU YG MEMBUNUH 3 ANAKNYA. Sekarang isteri tidak percaya pada kejujuran, karen aorang jujur tidak dapat kerja. Tidak percaya lagi pengajian. Apa yang harus saya perbuat?
Wassalamualaikum wr wb.
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,
Bapak Aro yang dicintai Allah,
Semoga Bapak, isteri dan keluarga dalam keadaan istiqomah. Dapat dipahami bahwa tidak mudah dalam posisi Bapak sebagai suami yang menyaksikan isteri dan keluarga isteri dirundung masalah hutang/ekonomi.
Berawal dari tuntutan ekonomi pihak mertua, maka isteri menjadi terganggu secara psikologis. Barangkali stresor yang dialami isteri dirasakan terlalu berat, reaksi yang muncul adalah secara emosi dan perilaku menjadi tidak terkontrol.
Bpk Aro, sebagai suami yang baik, inilah saatnya Anda diberi lahan ibadah oleh Allah swt, antara lain berupa pemberian support/ dukungan yang optimal kepada isteri dan keluarganya. Mereka membutuhkan hal ini sekarang. Bentuk-bentuk dukungan berupa macam-macam, mulai dukungan psikologis sampai materiil. Bpk Aro dapat mengukur kemampuan Bapak sendiri sejauh mana dapat berpartisipasi sebagai pemberi support dalam keluarga.
Terhadap isteri, Bapak dapat memberi dukungan psikologis, seperti menjadi tempat curhat yang baik bagi isteri, memberi alternatif-alternatif solusi, membantu kerepotan isteri dalam rumah tangga. Mengapa ini penting, karena ada salah seorang suami yang berpendapat adalah bahwa isteri sholihah itu harus mampu mengatasi masalahnya sendiri tanpa harus dengan bantuan suami. Bahkan curhat pada suami dianggap sebagai bentuk kelemahan isteri.
Ada Suami yang mengatakan ketika isterinya sedang curhat, ” Sudahlah, Ibu jangan banyak mengeluh… tidak sholihah namanya!”. Jadi curhat dianggap mengeluh. Katanya seorang muslim hanya boleh mengeluh pada Allah SWT. Ini tidak salah, namun tidak tepat jika kemudian mengharap suatu masalah akan tiba-tiba selesai tanpa ikhtiar dengan tindakan. Jadi saran saya, jaring aspirasi dari isteri dengan sering-sering memusyawarahkan masalah tuntutan-tuntutan orang tua. Berilah saran-saran yang diperlukan. Jika Anda berkelebihan rizki, bantu pula isteri mengatasi masalah ekonomi keluarganya. Memang bukan kewajiban Anda dan isteri untuk memberi nafkah pada keluarga besar, tetapi jika Anda berdua mampu, maka ini akan menjadi shadaqah yang diberi pahala yang berlipat.
Ada sebuah hadits yang maknanya kurang lebih sebagai berikut:
”Dari Zainab isteri Abdullah bin Mas’ud dalam mendekati haditsnya yang telah lalu; dalam riwayat ini ia (Zainab ra) berkata, “ Saya berangkat kepada Nabi SAW, saya mendapatkan wanita Anshar di pintu yang mana keperluannya seperti keperluanku, Bilal lewat di muka kami, lalu kami berkata, ”Apakah cukup dariku dengan memberi nafkah atas suami (pasangan) dan anak-anak yatim dalam rumahku (kamarku)? ” Maka Bilal menanyakannya pada beliau, lalu beliau bersabda, ” Ya, ia mendapat dua pahala, yakni pahala kerabat dan pahala sedekah ” (HR Bukhari).
”Dari Abu Hurairah ra. Berkata Nabi SAW bersabda, ” Orang yang berusaha untuk janda dan orang-orang miskin seperti orang yang berjuang Fi Sabilillah atau orang yang beribadah malam serta puasa di siang hari ” (HR Bukhari).
Memang setelah berumah tangga akan bertambah masalah, karena kita sudah terlibat dalam keluarga besar. Penyelesaiannya memang tidak harus menjauh dari keluarga besar. Anda dan isteri tetap bisa berbuat baik dengan keluarga besar, sembari memberi pengertian pada mereka tentang keterbatasan kemampuan ekonomi sekarang.
Lebih baik berterus terang tentang kemampuan yang dimiliki dari pada memaksakan hal yang di luar kemampuan. Istilah orang Jawa, jangan ngoyo (memaksakan di luar kemampuan sehingga jadi beban) namun juga jangan terlalu menahan. Katakan dari hati ke hati dan dengan lembut ke mertua, semoga mereka mengerti. Komunikasi adalah kata kunci dalam mengatasi beberapa persoalan. Belajarlah ikhlas dan lapang hati sehingga beban berat akan terasa ringan.
Untuk isteri kalau sudah ada tanda-tanda out-of control seperti mengamuk, mungkin Anda sudah harus minta bantuan ahli. Kombinasikan saran-saran dari para ahli, seperti psikolog, psikiater atau agamawan. Dampingi terus isteri, sarankan isteri untuk meningkatkan ibadah kepadaAllah swt., antar ke majlis-majlis ta’lim untuk menambah siraman rohani. Justru jika menjauhi majlis ilmu maka akan semakin kering hatinya.
Bpk Aro perlu memperhatikan; biasanya sebelum melempar barang-barang/ mengamuk, apakah isteri bersikap aneh? Dalam kasus seperti ini ada sikap-sikap yang Anda harus peka. Misalnya lebih pendiam, atau sering melamun, waspadalah jika ini sudah muncul; sementara waktu jauhkan buah hati Anda yang masih kecil. Berdo’alah pada-Nya untuk ketegaran hati isteri yang Anda cintai.
Demikian Bpk Aro, semoga Allah swt.memberi Anda dan keluarga jalan keluar terbaik dari masalah ini.
Wallahu a’lam bisshawab,
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ibu Urba