Assalamualaikum, Bu..
Kira-Kira tiga tahun yang lalu sehabis membaca surah Yasin malam-malam HP suami saya berbunyi. Ternyata dari seorang wanita yang dengan nada mesra menyuruh suami saya bobo, sementara dia masih ke dokter. Karena suami sedang terlelap, maka sms itu saya balas "siapa nich??" ternyata dia balas lagi kalo dia adalah "Mrs. IWP (nama suami saya) next time."
Saya menangis karena kejadian itu dan suami mengatakan itu temennya waktu kecil yang ketemu lagi setelah dewasa karena suami saya mencarinya. Wanita itu adalah idolanya yang tidak pernah kesampaian.
Sejak kejadian itu, saya merasa tidak ada yang perlu saya pertahankan lagi dalam berumah tangga dengan suami saya. Terus terang saja, suami saya sangat jauh dari angan-angan saya sebagai sosok seorang suami. Dia tidak dapat membimbing saya dalam kehidupan sehari-hari, terutama kehidupan beragama. Pendidikan anak-anak terutama tentang ibadah anak-anak dan juga akhlak semuanya saya yang membimbing. Saya sering kewalahan dan nelangsa, terutama kalau harus menjadi imam anak-anak dalam sholat sementara sebagai wanita saya ada masa-masa berhalangan.
Dengan adanya kejadian sms itu, saya merasa suami saya ternyata moralnya tidak terpuji. Dan karena itu dia tidak dapat menghargai saya sebagai isterinya. Saya selama ini berusaha bertahan demi anak-anak. Tapi apakah benar sikap saya tersebut?? Bolehkah bertahan hanya demi anak-anak?? Sementara saya ingin menjalani kehidupan ini dengan tenang, tidak digerogoti oleh rasa tak percaya kepada suami. Masih patutkah saya mempertahankan perkawinan ini??
Mohon saran Ibu, terimakasih.
Wassalamu’alaikum, wr. wb.
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,
Ibu Anny yang dirahmati Allah SWT,
Semoga saat membaca jawaban ini Ibu masih tetap dalam keadaan istiqomah, tegar dalam membimbing anak-anak dan senantiasa berpikir positif atas setiap kejadian. Saya dapat memahami perasaan Ibu ketika Ibu tiga tahun yang lalu (apa benar kejadiannya sudah selama itu?) membaca sms mesra dari seorang wanita kepada suami Anda. Hampir semua wanita akan mengalami perasaan cemburu kalau berada dalam pihak Ibu; Ini perasaan yang membawa berkah asal dikelola dengan tepat.
Jika isteri (suami) sulit mengakui cintanya maka berkah cemburu isteri pada suami ini merupakan jawabannya. Bukankah cemburu merupakan salah satu gambaran rasa kasih sayang dan cintanya yang tersembunyi selama ini?
Ibu Anny, Sayang Anda tidak lengkap menceritakan bagaimana kelanjutan hubungan suami dengan mantan idolanya waktu kecil setelah sms pada malam itu, bukankah kejadian itu sudah tiga tahun yang lalu sehingga banyak ukuran perilaku suami yang Ibu perlu nilai. Saat ini apakah suami menanggapi rayuan lewat sms tersebut dalam bentuk hubungan ’terlarang’ atau bagaimana?
Kalau saat ini suami tetap teguh berkomitmen pada perkawinannya dengan Anda, barangkali saat itu suami sekedar terjebak dalam nostalgia tentang masa kecilnya. Buktinya, apa yang terjadi selama tiga tahun ini? Ibulah yang dapat menilai. Kalau saja suami Anda khilaf di masa lalu, tetapi kini tetap berperilaku baik pada Anda dan keluarga, maka maafkanlah. Hiduplah untuk masa kini dan masa yang akan datang. Memaafkan akan lebih menentramkan Ibu daripada Ibu selalu dihantui perasaan-perasaan yang tidak mengenakkan. Pahala Allah akan menanti Ibu.
Sepertinya ada masalah kedua yakni tentang religiusitas suami yang mengecewakan Anda dan anak-anak. Idealnya suamilah yangmembimbing isteri, menjadi imam (bukan hanya imam sholat) bagi keluarga. Namun seringkali harapan mempunyai suami ideal kandas karena beberapa sebab. Pertama, seleksi awal yang hanya mengandalkan performance secara fisik atau kebendaan; atau ketika pertamanya sudah baik kemudian suami mengalami futur (turun semangat) dalam berbagai aspek religi/ keberagamaan.
Kalau kembali ke awal tentu tidak mungkin, bukankah suami adalah pilihan Anda sehingga menyesal saat ini tidak pada tempatnya. Saat ini yang diperlukan adalah antisipasi dengan berusaha mewujudkan ta’awun ’ala al-birri wa taqwa (bekerjasama dalam kebaikan dan taqwa) karena inilah perintah Illahi.
Dalam masalah ketaqwaan tidak ada perbedaan berdasar jenis kelamin, tetapi kita diwajibkan bekerjasama dengan siapapun (termasuk suami); bukan tidak mungkin isterilah yang menda’wahi suaminya seperti para shahabiyah dulu saling mengisi kekurangan masing-masing dalam berbagai hal dengan suaminya. Ada yang bahkan memberi nafkah suaminya karena dia lebih mampu, ada yang mengIslamkan suaminya, dan sebagainya. Segala masalah yang terjadi insya Allah ada hikmahnya.
” Dan jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu..” (QSAl Baqarah; 153)
Demikian Ibu Anny, saya yakin Anda mampu menjadi pionir kebaikan bagi suami dan suatu saat Anda akan tahu bahwa ini bukanlah perniagaan yang merugi.Insya Allah.
Wallahu a’lam bissshawab.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ibu Urba