Assalamualaikum Ibu Anita, …
Saya adalah Ibu dari dua orang anak hasil dari perkawinan selama 5 tahun. Ibu Anita, suami saya mempunyai keluarga dengan latar belakang heterogen (agama tidak sama), dan Ibu mertua yang sudah tua dan sendirian. Antara saya dan Ibu (mertua) sering kali muncul konflik, hal ini dikarenakan keinginan Ibu yang tidak dapat saya penuhi yaitu tinggal bersama Ibu karena tempat tinggal yang jauh dari tempat saya kerja dan tempat sekolah anak saya(kurang lebih 1 jam perjalanan). Inilah yang saya kira menjadi pemicu konflik antara saya dan
Ibu, saya mencoba untuk tetap bersikap baik terhadap beliau meski dimata beliau saya seringkali dianggap salah. Terakhir, saya dituduh sebagai isteri yang terlalu banyak menuntut kepada suami dan bisa dianggap sebagai penyebab suami berbuat tidak baik. Aduh Ibu Anita, sedih sekali saya mendengan ucapan Ibu mertua saat itu, niatan saya untuk tetap silahturahmi kepada beliau menjadi bumerang bagi saya.
Sedihnya, suami selalu membela Ibu dan tidak mau memahami saya. Saya sampai sakit memikirkan hal ini, namun suami tidak mau peduli. Pertanyaan saya, sebenarnya, prioritas yang syar’i antara Ibu dengan isteri seperti apa? Apabila Isteri sakit dan kerepotan mengurus anak, namun suami tetap meninggalkan rumah untuk menjenguk Ibu yang juga sakit, apakah termasuk perbuatan yang egois?
Makasih Ibu Anita atas jawabannya.
Wassalamualaikum wr, wb.
Assalamualaikum wr. wb.
Adifauzana yang dirahmati Allah
Berkonflik dengan ibu mertua tentu menyebabkan perasaan tidak nyaman dan membuat hubungan anda dengan beliau menjadi renggang dan kurang harmonis. Keadaan semacam ini juga membuat posisi suami jadi serba salah. Karena bila kurang bijaksana akan menimbulkan perasaan kecewa pada salah satu pihak. Apalagi bila pihak isteri dan ibunya masing-masing merasa kepentingannya harus didahulukan. Karena bagi suami, ibu dan isterinya memang memiliki hak yang kurang lebih sama.
Ibu yang shalihat, seorang ibu tetaplah memiliki hak yang besar terhadap putranya meski sudah menikah, dan sebagai seorang anak laki-laki, suami ibu senantiasa memiliki tanggung jawab kepada orangtua nya apalagi jika ibunya sudah tua dan hidup sendirian. Namun sebagai laki-laki dewasa, seorang suami ibu memang dituntut untuk dapat bersikap arif kepada isteri dan ibundanya. Berbeda halnya dengan perempuan yang telah menikah maka hak dan tanggung jawab orang tuanya sebagian besar diambil alih oleh suaminya.
Menurut ibu, konflik dengan ibu mertua berawal dari penolakan ibu untuk tinggal bersama ibu mertua karena alasan jarak ke kantor dan sekolah anak yang cukup jauh. Mungkin memang hal inilah yang membuat ibu mertua kecewa dan merasa sedih. Sehingga meskipun anda sudah berusaha berbuat baik kepada beliau, tidak dapat menghapus rasa kecewanya.
Saat ini anda merasa suami bersikap tidak adil terhadap anda karena lebih mementingkan ibunya. Dalam hal ini sikap suami ibu bisa dimengerti karena sebagai anak yang ingin senantiasa berbakti, tentunya suami juga merasa berkewajiban terhadap ibunya, apalagi beliau sudah tua dan hidup sendirian. Sehingga dapat dimaklumi bila suami lebih mengkhawatirkan beliau ketika beliau jatuh sakit. Namun demikian, kesedihan ibu juga beralasan, ketika suami lebih memilih ke menjenguk ibunya, padahal ibu saat itu juga tengah jatuh sakit. Sehingga memang jadi sulit bila dicari siapa yang egois, karena saat itu suami ibu dalam posisi yang dilematis.
Untuk menyelesaikan pemasalahan ini memang ibu dituntut untuk lebih bersabar. Ada baiknya berusaha memahami kondisi ibu mertua dan posisi sulit suami. Pada hakekatnya ibu mertua sama dengan orangtua kandung kita juga. Bila kita dapat membahagiakan ibu mertua maka suami kita yang merupakan putra beliau pastilah juga akan lebih menyayangi kita. Demikian sebaliknya bila sikap kita membuat beliau sedih. maka suami juga akan merasa kecewa terhadap kita.
Saran saya, cobalah diskusikan kembali yang menjadi akar dari konflik, dengan suami mengenai keinginan ibu mertua untuk tinggal bersama beliau. Bagaimanakah pendapat suami mengenai hal ini. Sampaikan keberatan ibu dengan alasan yang kuat, sebaiknya masalah jarak jangan dijadikan satu-satunya alasan keberatan ibu. Bila keberatan ibu dapat diterima dan dipahami suami, Insya Allah suami juga dapat membantu memberi pengertian kepada beliau dan berusaha menjadi mediator agar hubungan dua orang yang disayanginya kembali mesra. Hingga tidak menjadi konflik yang berkepanjangan.
Namun bila suami lebih memilih tinggal bersama ibunya. Maka sebagai isteri sudah seharusnya patuh dan berusaha ikhlas dengan keputusan suami. Anggaplah hal ini merupakan ibadah untuk memberi kebahagiaan orangtua kita dalam menjalani sisa hidupnya. Manfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya untuk berbakti kepadanya. Selalu ingat ya bu, bahwa ridho Allah tergantung dari ridhonya orangtua kepada kita. Semoga Allah memberi kesabaran ibu.
Wallahua’lam bishawab.
Wassalamu’alaikum wr, wb.