Assalamualaikum warokhmatullohi wabarokatuh
Saya ibu rumah tangga dan dikaruniai 3 orang putra. Yang jadi masalah selama ini saya merasa kecewa sekali dengan sikap dan tingkah laku suami saya.sering sekali suamiku menyakiti hati saya dengan sikap dan kata-katanya yang kasar tidak enak didengar. Dari pertama menikah sampai sekarang suamiku selalu berikap kasar, solah -olah dia tidak menghargai saya sebagai isterinya.dia selalu memuji teman-teman wanitanya yang seorang dokter lah, pelukis lah, dan masih banyak lagi pujian-pujian untuk teman-teman wanitanya, sedangkan saya begitu direndahkan sekali, karena saya dari kampung yang pendidikannya rendah.
Dan selama 2 tahun ini saya belum pernah bertemu dengan ibu mertua karena beliau tidak merestui pernikahan kami, karena saya orang Indonesia dan beliau mengingkinkan menantunya satu kebangsaan dengan mereka, yaitu orang jepangnya. Makanya saya begitu rendah di mata beliau dan tidak menghargai saya sama sekali,saya tersinggung dan sakit hati saya dengan keadaan seperti ini,harus banyak pengorbanan menikah dengan orang asing yang lain adat istiadatnya. Saya sudah berusaha bersikap baik pada beliau biarpun dengan cara mengirimkan bunga di hari ibu dan titip salam untuk beliau lewat mertua lakiku.
Dan saya juga selalu melayani suamiku dengan baik biarpun hati ini terasa sakit sekai, dan saya selalu memaafkan kesalahan dia tapi kebaikan dan kesabaranku selama ini disalahgunakannya. Mengulangi lagi kesalahan yang dia buat dulu berulang-ulang. Begitu mudahnya dia meminta maaf, tapi dengan mudahnya dia mengingkarinya. Saya sudah cape sekali dengan sikapnya ini. Apa yang harus saya lakukan bu menghadapi semua ini? Hatiku begitu sakit sekali dan kecewa. Saya begitu sayang sama dia apalagi dia berkeinginan belajar Islam.
Sikap apa yang harus saya lakukan biar dia menghargai saya sebagai seorang isteri dan harus bagaimana dengan sikap mertuaku yang sampai sekarang belum mau menerimaku sebagai menantunya. Atas jawaban dari ibu saya harapkan dan saya ucapkan banyak terima kasih.
Assalammu’alaikum wr. wb.
Ibu Amma yang dimuliakan Allah,
Menahan diri dari perlakuan yang menyakitkan tentu sebuah penderitaan batin yang cukup berat, ya Bu. Pernikahan yang dijalani dengan perasaan tertekan tentu juga menjadi hambatan dalam menjalin hubungan yang harmonis dengan suami. Ditambah lagi hubungan ibu dengan mertuapun kurang baik, nampaknya kesabaran ibu memang sedang diuji dalam rumah tangga.
Hal yang paling meresahkan ibu saat ini nampaknya adalah perlakuan kasar suami dan kata-katanya yang sering merendahkan diri ibu. Wajar memang jika ibu merasa sakit hati jika suami memuji-muji wanita lain apalagi jika diikuti dengan perbandingan yang menyakitkan pada diri ibu, tentu hal tersebut menggores harga diri ibu.
Namun nampaknya suami ibu juga menyadari bahwa perilakunnya menyakiti diri ibu karena dia sempat meminta maaf setelah melakukannya. Mungkin sikapnya itu memang suatu kekhilafan. Jika gaya komunikasi yang dilakukannya memang merupakan kebiasaan yang lama terbentuk, apalagi jika bagian dari budayanya, maka memang dibutuhkan waktu baginya untuk dapat merubahnya.
Menurut saya dalam hal ini mungkin ibu memang jangan pernah bosan untuk selalu mengingatkan suami sampai terjadi perubahan. Ibu perlu bersikap asertif, langsung bereaksi menyatakan perasaan ibu ketika suami khilaf menyakiti ibu dengan kata-katanya dan tunjukkan kepadanya cara yang ibu sukai jika hendak mengemukakan sesuatu kepada diri ibu dengan kata-kata yang baik dan santun.
Jika suami seorang yang menghargai ibu maka ia tentu akan dapat menerima teguran isterinya. Selain itu karena suami sedang tertarik kapada ke-Islamannya maka berikanlah tambahan wawasan kepadanya seperti apa gambaran seorang suami dalam Islam melalui buku-buku bacaan, menghadiri majelis pengajian atau mungkin silaturahmi ke rumah kawan muslim yang luas ilmu agamanya. Semoga dengan pemahamannya akan nilai-nilai Islam maka dapat membuka cakrawala berpikirnya dan memberikan perubahan pada perilakunya.
Sedangkan mengenai ibu mertua mungkin memang masih perlu kesabaran dan juga doa agar seiring berjalannya waktu maka ia akan bisa menerima ibu sebagai menantu. Hanya mungkin ibu dan suami perlu mempertimbangkan kembali keputusan untuk tidak bertemu dengannya, karena bagaimana dapat memikat hatinya jika ibu tidak pernah bertemu dengannya? Wallahu’alambishawab.
Wassalammu’alaikum wr. wb.
Rr Anita W.