Assalamualaikum wr.wb.
Yth. Ibu Siti Urbayatun,
Saya seorang suami yang baru menikah sekitar 3 bulan yang lalu. Saat ini saya berumur 29 tahun dan istri lebih muda 7 tahun. Saya memiliki unek-unek yang selama ini selalu menghantui pikiran saya dan saya belum berani untuk bertukar pikiran baik dengan keluarga saya maupun dengan kerabat terdekat lainnya. Permasalahan bermula ketika saya menduga bahwa istri saya sudah tidak suci (tidak perawan) lagi ketika saya melakukan hubungan suami istri untuk pertama kalinya. Dugaan ini didasarkan pada ciri-ciri fisik dan ciri lainnya yang selama ini saya pelajari dari beberapa artikel terkait kesucian seorang wanita. Ketika saya sindir mengenai hal ini pada istri saya, dia selalu tidak memberikan komentar apapun seolah dia takut pembicaraan berlanjut dan keberadaan dirinya terbongkar. Saya sudah coba mencari informasi tentang dia, dan dari dua situs pertemanan yaitu fb dan fs, saya mengetahui bahwa dia sebelumnya pernah berpacaran dengan beberapa temen sekolahnya, dan terakhir dengan teman kuliahnya selama kurun waktu 2 tahun. Pada kedua situs tersebut terpampang photo-photo yang menurut saya pose2 nya tidak pantas dilakukan oleh kedua insan yang masih berpacaran. Perlu diketahui, saya mengenal dia sekitar penghujung bulan Oktober 2009, atas perantara orang tuanya dan mertua adik saya yang telah menikah. Sekitar pertengahan bulan November 2009 saya melamarnya, dan tidak lama kemudian sekitar pertengahan bulan Desember saya menikah. Kalau dilihat dari rentang waktu perkenalan sampai menikah, bagi saya ini memang terlalu cepat sehingga saya tidak sempat untuk menelaah lebih jauh atas kepribadiannya. Hal ini juga dirasakan oleh keluarga saya dan kerabat dekat bahwa hubungan perkenalan saya terlalu cepat. Namun demikian waktu itu seolah saya merasa yakin bahwa dia merupakan jodoh saya sehingga akhirnya saya putuskan untuk menikahinya. Kembali ke masalah saya, saya sebenarnya merasa kecewa berat dengan keadaan ini. Sebelum menikah, saya pernah bertanya kepada dia tentang kesucian (keperawanan), walaupun mungkin hal ini tidak baik saya tanyakan. Namun saya menginginkan pernikahan saya berawal dari hal-hal yang baik, sehingga pertanyaan tersebut saya lontarkan waktu itu. Jawaban yang selalu saya terima adalah bahwa dia masih suci dan belum pernah melakukan hal yang tidak semestinya dilakukan ketika berpacaran dengan pacar sebelumnya.
Bu Siti yang semoga selalu dirakhmati Allah, terus terang saat ini saya sangat gundah. Saya sudah mencoba untuk menghilangkan pikiran-pikiran tentang masalah itu, namun tetap saja kadang-kadang muncul ketika saya sedang bekerja ataupun ketika hendak tidur. Terlebih sekarang ini dia sedang melanjutkan kuliahnya di Kota B, sehingga hampir setiap 1 kali seminggu di awal pekan dia pulang-pergi ke Kota B. Pada saat itu pikiran saya semakin tidak menentu, karena kebetulan mantan pacarnya berada di kota tersebut.
Beberapa hal yang ingi saya tanyakan:
1. Pantaskah saya bila terpaksa harus menceraikan istri saya, dengan alasan dia telah berbohong dengan apa yang pernah saya tanyakan menyangkut kesuciannya dan saya merasa rumah tangga saya tidak bahagia?
2. Apakah saya salah yang selalu memeriksa handphone nya ketika dia pulang dari kota B, karena khawatir ada hal-hal yang berkaitan dengan mantan pacarnya, karena waktu itu mantan pacarnya pernah miscall dan mengirim pesan di situs pertemanan fb?
3. Apakah seorang suami ikut berdosa apabila istrinya melakukan selingkuh, tanpa sepengetahuan si suami?
4. Apakah ini termasuk salah satu hukuman bagi saya atas amal-amalan yang saya lakukan selama ini, yang Allah tunjukkan ketika saya masih hidup di dunia?
5. Bagaimana langkah saya selanjutnya dan solusi terbaik, karena di satu sisi saya juga tidak ingin menyakiti hati kedua orang tua saya maupun kedua orang tua dia, karena selama ini hubungan mereka sangat baik dan selalu memberikan bantuan satu sama lain, baik materi maupun imateri?
Mohon Ibu berkenan untuk menanggapi keluh kesah saya ini, karena saya belum berani untuk bertukar pikiran dengan keluarga dan orang-orang terdekat saya. Atas kesediaan Ibu atas pertanyaan saya dan memberikan nasihat kepada saya, sebelumnya saya ucapkan terimakasih.
Wassalamualaikum, wr.wb.
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wa barakatuhu
Saudara Dadan yang dimuliakan Allah, ibu dapat mengerti kegundahan Anda. Tentu Anda merasa kecewa karena harapan Anda tak sesuai dengan realita yang Anda hadapi. Anda menginginkan seorang istri yang masih suci ketika Anda menyentuhnya untuk pertama kali. Tentu saja ini adalah harapan yang wajar. Tetapi, harapan Anda berhadapan dengan dugaan-dugaan atau prasangka yang Anda bangun berdasar data yang ada bahwa menurut Anda ia tak suci lagi, meski ia secara jelas tak mengakuinya.
Sdr Dadan, itulah sebabnya Islam tak menginginkan para pemuda atau pemudi untuk berpacaran sebagai sebuah proses untuk menuju ke gerbang pernikahan. Pacaran lebih mendekati seseorang kepada zina, sesuatu yang sangat dicela dalam ajaran agama dan termasuk dosa besar. Betapa banyak aturan Islam yang terlanggar ketika seseorang berzina, mulai dari dzikir kepada selain Allah, bersendirian dengan lawan jenisnya yang bukan mahramnya, bersentuhan secara fisik bahkan melakukan kemaksiatan yang sudah dekat sekali dengan zina.
Sebagai gantinya, Islam membolehkan seseorang untuk taaruf, yaitu proses saling mengenal bila akan melakukan pernikahan. Taaruf yang dilakukan dengan pendampingan orang yang amanah ini akan mengantarkan mereka ke pernikahan bila mereka cocok, atau akan berpisah bila di proses itu tidak menemukan kecocokan. Saat inilah saat yang tepat untuk mencari data calon pasangannya yang akan memantapkan keputusannya, misalnya tentang latar belakang, adat istiadat dan karakter serta akhlaknya.
Memang sdr Dadan, Anda tak lakukan ini, meski begitu, untuk sekarang ini, melangkahlah ke depan untuk masa depan Anda. Rasulullah saw bersabda :
Dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda:
“Jauhilah oleh kalian berprasangka, karena berprasangka merupakan seburuk-buruk pembicaraan; serta janganlah kalian meraba-raba dan mencari-cari kesalahan orang lain. Janganlah kalian saling berdebat, saling hasud-menghasud, saling benci-membenci dan saling belakang-membelakangi, tetapi jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara sebagaimana yang diperintahkan kepada kalian. Orang Islam adalah saudara bagi orang Islam yang lain, tidak boleh saling menganiaya, membiarkan, mendustakan dan saling menghina. Takwa itu disini, dan (sambil) beliau mengisyaratkan (menunjuk) ke dadanya tiga kali. Cukuplah seseorang dikatakan orang jahat (buruk perangai) apabila dia menghina saudaranya yang Islam. Setiap orang Islam terhadap orang Islam yang lain adalah haram darahnya, kehormatannya dan hartanya. Sesungguhnya Allah tidak memAndang tubuh, rupa, dan amal-amal perbuatanmu, tetapi Allah memandang hatimu.”
Dalam riwayat yang lain dikatakan: “Dan janganlah kalian saling hasud menghasud, saling benci-membenci, serta janganlah kalian saling meraba-raba kesalahan orang lain dan saling jelekmenjelekkan, tetapi jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara.” (Diriwayatkan oleh Muslim, tetapi sebagian besar diriwayatkan oleh Bukhari)
Anda harus berdamai dengan hati, bila Anda sudah menyangkanya bahwa ia tidak seperti yang Anda kira, lalu apa yang sekarang akan Anda lakukan? Apakah dengan alasan ini lalu Anda akan menceraikannya? Bila Anda yakin dengan takdir Allah dan Allah tak pernah salah dengan takdir-Nya, mampukah Anda mengambil hikmah dari apa yang sudah terjadi pada Anda? Mengapa Allah ‘mempercayakan’ dia pada Anda? Anda adalah sosok yang paling tepat untuk mendidik dan memperbaiki akhlaknya agar ia menjadi lebih baik dan dengan menjadi pemimpin bagi dia, Anda akan menuai sekian banyak pahala dari-Nya.
Saat Anda memutuskan menikahinya, mestinya Anda harus memiliki kemantapan, atas dasar apa Anda mau menikahinya. Kemantapan inilah yang mestinya harus Anda cari. Sampai saat ini, masih adakah kemantapan itu di hati Anda? Pernahkah Anda memperhatikan kebaikannya? Semua orang pasti punya kelebihan. Apa kelebihannya menurut Anda? Mampukah Anda meningkatkan kelebihannya agar dia menjadi lebih baik di tangan Anda? Kalau Anda fokus pada keburukannya, Anda pasti akan dipenuhi oleh rasa tak puas, kecewa dan menyesal, inilah yang terjadi pada Anda saat ini.
Salah satu penyebab seseorang mengalami ketidaknyamanan hidup adalah bila ia tak dipercayai oleh pasangannya. Ia dibayangi dengan prasangka. Bila ia tak kuat mental, maka ia akan memilih untuk membenarkan prasangka orang lain atas dirinya. Apalagi bila ia masih mungkin berhubungan dengan orang lain dari masa lalunya. Kalau Anda mau memilih, Anda mestinya menutup peluang itu dengan cara menjadi orang yang paling dicintainya dengan menjadi orang yang paling baik akhlaknya, menerimanya sepenuh hati, mau menunjukkan bahwa ia layak merindukan Anda, sehingga ia tak lagi tergoda dengan orang lain, di samping Anda pun tak henti mendidiknya. Semoga kasih yang tulus yang Anda perlihatkan kepadanya, membuatnya mengerti bahwa Andalah yang terbaik untuknya.
Sdr. Dadan, laki-laki adalah pemimpin bagi keluarga, bagi istri dan anak-anaknya; taruhlah istri Anda masih mempunyai akhlaq yang belum kaffah dalam berislam, maka tugas Andalah untuk memperbaikinya. Anda bisa langsung ajak istri mencari ilmu, atau mengantarnya ke majlis taklim saat libur, agar pemahaman agamanya meningkat. Jika istri semakin paham Islam, insya Allah akhlaknya akan mengikuti pemahamannya; dan meskipun ia berada di kota lain, maka ia akan merasa selalu dalam pengawasan Allah swt. Tak akan berani ia mengkhianati suami, karena takut pada Allah swt yang selalu mengawasi hamba-Nya dimanapun dia berada.
Jangan lupa, arahkanlah biduk rumah tangga Anda menjadi sakinah mawaddah wa rahmah dengan cara menjadikan Allah sebagai satu-satunya tempat bersAndar dengan beribadah sepenuhnya hanya kepada-Nya, agar ia mau membimbing Anda dan keluarga. Selamat menjadi imam bagi keluarga.
Wallahu a’lam bish-shawab
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh
bu Urba.