Ibu, , saya sdh menikah dengan isteri sy selama 1, 5 tahun, pada saat blm menikah isteri sy bilang mau pk jilbab, trs setelah menikah blm juga mau pk jilbab, trs dia bilang nanti kl dah pny anak, sekarang kami pny bayi berumur 5 bln, tp blm jg mau menutup auratnya,
Ibu, saya orangnya tidak suka dengan konflik, kekecewaan demi kekecewaan hanya saya pendam, hingga akhirnya datang suatu hari di mana saya ditemukan dengan seorang yang rapih menutup auratnya dan saat itu pula hati sy mulai tergelitik untuk bs mengenal dia, ,
Sampai akhirnya kita bnr-bnr kenal, Ya Alloh, ,, saya bertobat atas semua ini,
Ibu, ,sy mulai mendambakan sosok lain dalam hidup saya, ,, sosok yang mau menjaga kehormatannya, sosok yang menyejukan, sosok yang menenangkan, ,ibu dr sini mungkin ibu sdh bs baca ke mn arah hub itu kl terus di lanjutkan, , fitnah, fitnah, dan fitnah. satu sisi saya bnr-bnr sangat menyayangi keluarga saya, ,
Satu sisi sy ingin juga berdampingan dengan isteri yang soleha, ,
Mohon nasehat dr ibu, ,
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,
Bpk Atha yang dirahmati Allah SWT,
Bapak mencoba mencari solusi dalam pilihan yang bagi Bapak cukup dilematis. Ingin saya sampaikan bahwa memang salah satu ciri keshalihatan adalah dalam masalah berpakaian. Bpk, tetapi perlu dipahami bahwa ini bukan satu-satunya.
Ciri kesalihan individu meliputi aspek hubungan dengan Allah (hablu min-Allah) dan aspek hubungan dengan sesama (hablu min- an-nas). Rasulullah SAW menggembleng terlebih dahulu aqidah/ keimanan yang kuat pada umat. Setelah itu baru turun ayat-ayat yang berkenaan dengan aturan dan hukum.
Jika keimanan sudah terbangun maka seorang muslim akan dengan senang hati mengikuti aturan-aturan Allah, termasuk dalam berpakaian, bahkan kalau diharuskan mengorbankan jiwa, dengan senang hati akan dilakukan. Bapak dapat mengkaji sirah Rasulullah untuk melihat pengorbanan para sahabat & sahabiyat dan ketaatannya mengikuti perintah agama karena faktor aqidah yang sudah terbentuk dengan kuat.
Saya salut dengan komitmen Bapak untuk memilih seorang wanita shalihah yang mau berjilbab. Saya menduga isteri Anda masih belum kuat kepahaman agamanya, sehingga terkesan mengulur-ngulur waktu. Pemahaman tentang keiman pada Allah swt perlu ditingkatkan lagi, sehingga isteri mau menyesuaikan dirinya untuk menutup aurat. Kalau isteri tidak ada ikatan atau ikatannya dengan Allah masih lemah, maka diapun tidak akan menganggap wahyu yang difirmankan harus menjadi acuan dalam perilaku. Kemudian ketika dia melakukan perintah agama, maka akan dilakukan bukan karena ridlo terhadap aturan tersebut, namun mungkin dengan keterpaksaan. Bersabarlah untuk urusan ini, Bpk Atha, ini adalah ujian bagi kepemimpinan Anda dalam rumah tangga.
Ketertarikan Anda dengan wanita lain yang Anda kenal, adalah ujian lain yang Allah swt berikan. Berdalih hukum syariat, betapa wanita yang berjilbab adalah figur wanita shalihah…maka syaithanpun menggoda Anda…berlindunglah dari godaan syaithan, yang selalu membisikkan manusia untuk mengikuti hawa nafsunya!
Terlalu simpel jika Anda menafikan isteri yang sudah mendampingi Anda selama ini, menghalalkan miliknya yang dulu haram, mendampingi Anda, memberi Anda buah hati yang luar biasa, hanya karena satu hukum Allah yang belum mampu dia amalkan. Bukankah rumah tangga dibangun dengan ikatan yang kuat dan tidak untuk dipermainkan.
Memang isteri Anda bukanlah wanita yang sempurna, tapi dengan tekad kuat dan kalau perlu juga dengan kewibawaan dan ketegasan maka Anda harus yakin suatu saat keinginan Anda akan tercapai. Janganlah Anda memendam kekecewaan dan takut pada reaksi isteri, namun komunikasikan bahwa Anda sebenarnya kecewa terhadap dia. Beri dia buku-buku yang terkait, ajak ke majlis ilmu agar meningkat kepahamannya dalam agama.
Tentang wanita berjilbab yang telah Anda kenal, jadikan dia sebagai saudara sesama muslim. Jika dia wanita yang shalihah, tentu dapat dibuktikan dari perilakunya apakah dia justru tetap komitmen dalam adab pergaulan dengan non muhrim seperti Anda. Tetapi jika dalam pergaulanpun dia ”encer’, tidak kuat berpegang dalam aturan memandang, berbicara, dan aspek perilaku lain, berhati-hatilah. Jangan sampai perangkap lain justru menjebak Anda di kemudian hari.
Demikian Bpk Atha, saya yakin Anda mampu menghadapi ujian ini.
Wallahu a’lam bissshawab.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ibu Urba