Ass Wr Wb.
Alhamdullillah akhirnya ada tempat untuk saya berbagi.
Pertama tama saya ingin menyampaikan kerisauan saya. Saya adalah seorang suami yang bulan ini diminta untuk menceraikan isteri saya. Kami telah di karuniai 3 orang anak 1 putra 2 putri. Saya bekerja di perusahaan swasta di kota P, isteri saya bekerja di B (tempat isteri saya bekerja 80% adalah Laki-laki)
Yang saya ingin tanyakan:
1. boleh kah saya menceraikan isteri yang tidak menurut suami bila disuruh sholat 5 waktu dan puasa wajib di bulan Ramadhan?
2. salahkah saya bila marah pada isteri dikarenakan meminta izin untuk main dan kumpul dengan teman kerjanya yang kebanyakan adalah laki-laki?
3. Apakah seorang isteri disebut baik menurut umum dan agama bila berciuman pipi kiri dan kanan dengan laki-laki lain di depan suaminya?
4. bolehkah saya marah bila isteri saya minta izin untuk main sepulang kerja dari jam 10 malam hingga 4 pagi karena minta izin isteri saya adalah untuk dapat pergi karena waktu saya tidak beri izin isteri saya tetap pergi (biasanya banyakan antara 7 orang laki-laki dan 2 sampai 3 perempuan)
Di atas adalah beberapa alasan yang dapat saya sampaikan di sini yang sering menyebabkan pertengkaran dalam keluarga saya. oh ya satu lagi bu Isteri saya hanya mengaku mempunyai 1 orang anak kepada seluruh teman kerjanya (tega sekali ) dengan alasan tempat kerja nya hanya menerima maksimal ibu yang mempunyai 1 orang anak dan setelah saya tahu banyak yang memiliki anak lebih dari satu tapi tetap bekerja pada perusahaan itu. Haruskah saya dan isteri saya cerai?
Terima kasih banyak atas bantuannya
Wassalamu alaikum
DDN
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh
Bpk Abhi yang dirahmati Allah swt.,
Saya turut prihatin dengan masalah yang Anda alami, mempunyai isteri yang jauh dari figur shalihat, tidak mau menjalankan kewajiban agama dan bergaul bebas dengan laki-laki lain. Wajar sebagai suami Anda merasa kecewa. Saya akan menjawab pertanyaan Bpk secara umum, bahwa menikahi wanita mestinya yang dilihat pertama adalah agamanya. Insya Allah kalau dien-nya baik, maka akan menjadikan keluarga tenang, tentram, diberkahi dengan kasih sayang.
Seiring berjalannya waktu, mungkin saja kondisi dalam pribadi seseorang turun naik. Al- imanu yaziidu wa yanqush- keimanan itu bertambah dan berkurang. Oleh karena itu Allah swt. memperingatkan ” Hai orang-orang yang beriman…Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka..” (QS At-tahrim: 6).
Bagaimana upaya masing-masing pihak untuk menjaga keluarganya tetap dalam kondisi stabil, antara lain dengan pembagian tugas dalam keluarga. Laki-laki menjadi pemimpin dalam keluarga, mencukupi nafkah, menjadi nakhoda yang menjaga arah biduk rumah tangga tetap lurus dalam jalurnya. Isteri mempunyai tugas utama menjadi pendamping sang nakhoda, memelihara kesejahteraan seluruk awak keluarganya, terutama anak-anak yang butuh belaian pengasuhan sang Ibu selain Ayah. Untuk menjaga biduk tetap pada arahnya dibutuhkan kerjasama yang baik antar suami-isteri.
Bpk Abhi yang dirahmati Allah swt.,
Saya melihat tempat dan lingkungan kerja isteri tidak kondusif untuk dia dapat menjalankan tugasnya sebagai isteri dan ibu yang shalihat. Lingkungan memang dapat mempengaruhi pribadi seseorang kalau malah tidak membalik kepribadian itu menjadi 180 derajat.
Pertama isteri bekerja di kota yang berbeda, kemudian mayoritas rekan kerjanya adalah laki-laki sehingga mungkin sekali akan terjadi perbauran antar jenis secara bebas (ikhtilath). Inilah yang menjadi habits (kebiasaan) yang tidak baik, seperti yang Anda katakan isteri cium pipi-kiri kanan di depan Anda. Bahkan perintah sholat dan puasa telah ditinggalkan, yang berarti dia dalam keadaan lalai dari agamanya.
Bpk Abhi, Jika masih bisa diingatkan, ingatkanlah. Mungkin keluar dari pekerjaannya yang tidak kondusif itu, bisa menjadi solusi. Suami berhak mengajari isteri, mendidiknya agar ta’at perintah agama. Jika perlu Anda minta bantuan pihak keluarga masing-masing untuk mengingatkan isteri, menjadi penengah pertengkaran.
Bapaklah yang bisa menilai apakah isteri masih punya prognosis baik untuk kembali pada aturan-aturan dalam Islam. Didiklah isteri dengan cara-cara yang ditentukan Allah Swt:
” Wanita-wanita yang kamu khawatirkan kedurhakaannya maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah diri dari tempat tidur mereka dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakiti badannya. Kemudian jika dia mentaatimu maka janganlah kamu mencari jalan untuk menyusahkannya” (QS An-Nisa: 34).
Menasihati di sini dalam Fiqh Sunnah diartikan mengingatkan ia kepada Allah, menakut-nakuti ia dengan nama Allah dan mengingatkannya tentang kewajiban kepada suami dan hak-hak suaminya yang wajib ditunaikan, memalingkan pandangannya dari hal-hal yang dosa dan perbuatan-perbuatan durhaka, mengingatkan akan kehilangan hak mendapat nafkah, pakaian dan ditinggalkan di tempat tidur sendirian.
Mendiamkan isteri dengan tidak mengajaknya berbicara boleh dilakukan asal tidak lebih dari 3 hari. Sedangkan pukulan dilakukan asal tidak keras, jauhi muka dan tempat-tempat yang mengkhawatirkan karena tujuan memukul bersifat mendidik/ untuk memberi pelajaran.
Bpk punya hak untuk mentalak jika berbagai usaha maupun nasihat kepada isteri dia tetap membangkang.
Wallahu a’lam bissshawab.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ibu Urba