Assalamu’alaikum wr. wb.
Ykh. Ibu Urba
Mohon saya diberi pencerahan atas permasalahan yang sedang saya hadapi saat ini bu. Saya wanita usia 28 tahun dan sudah menikah 1 tahun lebih, suami saya 30 tahun, kami menikah setelah menjalani proses berpacaran (long distance relationship) selama 5 tahun bu. Saya dan suami berpisah kota dan mempunyai pekerjaan di masing-masing kota. Diawal pernikahan (April 2009) saya dan suami sepakat untuk tetap berada di masing-masing kota dengan pertimbangan ekonomi, suami merasa belum sanggup untuk memboyong saya ke kota nya karena gajinya dipotong pinjaman. Saya juga harus menyelesaikan kewajiban di kantor saya sambil menunggu janji atasan saya untuk dapat pindah tugas ke kota suami (jarak kota kami dapat di tempuh 2 jam perjalanan dengan pesawat terbang). kami pun saling bertemu dengan jadwal 1 bulan sekali dengan bergantian, waktu pun berlalu dan janji dari atas saya tidak terealisasi juga (saya tidak dapat pindah kantor ke kota suami), awal November suami pernah meminta saya untuk pulang saja ke kotanya dengan/tanpa pekerjaan, waktu itu saya bener-benar belum siap pindah karena masih berharap ada cara walaupun saya pindah tetap bekerja (karena di kota suami saya tidak mempunyai kerabat 1 orang pun) dan suami menyetujui saya ikut dia di awal januari 2010, nah pada saat awal januari 2010, atasan saya langsung (kebetulan suami dan atasan sudah saling kenal) meminta pertolongan agar suami mengijinkan saya tetap bekerja di kota saya sampai Maret 2010 dengan pertimbangan rekan kerja saya cuti melahirkan tapi dalam hal ini atasan meminta pertimbangan suami, kalau suami merasa keberatan, maka atasan akan memproses pengunduran diri saya, namun suami memberikan ijinnya bu.
Saya membicarakan hal ini sama suami kalau saya mau suami tidak merasa terpaksa, dan saya sudah rela untuk resign dari pekerjaan dan langsung ikut dengan dia bu, tapi ternyata ijin suami saya cuma di mulut saja bu, beberapa hari setelah pembicaraannya dengan atasan saya dia meminta agar kami lebih baik berpisah selamanya (bercerai), tentu hal ini membuat saya sangat syok bu, kemudian saya minta ijin dari kantor untuk pulang menemui suami dan membicarakan hal ini, ternyata suami tetap pada pendiriannya kalau lebih baik pernikahan kami disudahi bu, dengan alasan mungkin yang terbaik saya tetap di kota saya, berada di keluarga saya dan tetap bekerja, dan dia juga berpendapat ini juga merupakan pertanda dari Allah SWT bahwa ternyata kami tidak berjodoh, berbagai usaha telah saya lakukan bu agar suami mau merubah keputusannya, mulai dari kami konsultasi ke ustadz nasihat dari orang tua dan lain-lain bu, tapi dia tetap dengan pendiriannya bu, bahkan saya sudah sempat menyampaikan surat resign di kantor saya dan pindah ke kotanya, namun hal itu tidak membuat suami saya bergeming kemudian dia memulangkan saya ke orang tua saya bu dan saat ini suami sudah memproses peceraian kami di PA. Saya selalu berusaha agar suami mau memaafkan kesalahan saya yang tidak peka dengan dia, yang tidak tau kalau dia tidak mengijinkan saya tinggal di kota saya, saat ini saya sudah menandatangani kesepakatan bercerai yang diajukan suami bu, tapi hati saya terlalu sakit untuk mengetahui kalau pernikahan saya dengan suami harus benar-benar berakhir bu, saya sudah coba iklas, berdoa, tahjjud, puasa dan lain-lain bu, saya selalu memohon agar suami bisa berubah niat dan pikirannya, agar kami bisa rujuk kembali tapi niat suami semakin hari semakin bulat bu.
Untuk itu bu, saya mohon bantuan pencerahan dari ibu bagaimana saya bisa menerima keadaan ini bu, efek dari proses perceraian ini membuat saya mengisolasi diri dari lingkungan sekitar, saya tidak pernah mau menghadiri undangan pernikahan atau undangan aqiqah teman-teman saya, sering menangis sendiri bahkan saya sering iri melihat keluar kecil teman-teman saya bu, saya sangat tersiksa dengan keadaan seperti ini bu, mohon bantuannya.
Atas perkenan ibu saya ucapkan terima kasih
wassalamualaikum wr. wb.
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuhu
Ibu beuatybear yang dirahmati Allah,
Saya turut prihatin dengan yang Anda alami, semoga ujian Allah swt ini tetap menjadikan Ibu tegar, tidak mengurung diri, tetap fokus dan optimis menghadapi masa depan. Saya yakin Ibu mampu mengatasi masalah ini ! Semoga kisah Ibu ini juga dapat menjadi pelajaran bagi orang lain, tentang pentingnya pembagian tugas dalam rumah tangga, bahwa karir bagi wanita harus diletakkan secara proporsional, namun di lain pihak juga masih terlihat adanya sifat patriarki dalam rumah tangga, masih adanya kurang penghargaan tentang pengorbanan seorng istri. Inilah kenyataan di masyarakat yang perlu dicari solusinya, agar wanita dan pria dapat menjadi makhluk Allah yang saling menjadi pakaian satu sama- lain, tidak saling merendahkan, mencari kepentingan pribadi, namun lebih pada bahu- membahu untuk mencapai tujuan pernikahan.
Saat ini suami dengan sadar tengah mengajukan perceraian pada pengadilan, semoga ini baru merupakan talak pertama, namun ini adalah kenyataan yang perlu Anda terima. Dalam hukum Islam, talak pertama masih mungkin untuk rujuk kembali. Ada baiknya saya kutip ulang jawaban saya pada penanya tentang masalah thalak ini agar memberikan pengetahuan pada Ibu tentang status Anda dan suami.
“Thalak yang dapat dirujuki adalah dua kali.Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik.”(QS. Al Baqarah [2] : 229)
Perceraian dapat terjadi dengan segala cara, baik dinyatakan dengan kata-kata, dengan surat, sms, chatting, email kepada istrinya. Bila ia bisu, dimungkinka pula dengan isyarat, bisa pula dengan mengirimkan seorang utusan.
Kata-kata yang digunakan untuk thalaq bisa diucapkan secara terus terang, tetapi ada kalanya dengan sindiran, misalnya, engkau terpisah denganku, perkaramu sudah terlepas dari tanggungjawabku. Adapun thalak dengan kata sindiran, tidak dianggap thalak bila tanpa niat untuk menceraikan.
Seorang suami apabila sudah mengumpuli istrinya, maka ia berhak tiga kali thalak. Para ulama sepakat untuk melarang suami menthalak isrinya tiga kali sekaligus. Atau dengan mengucapkan tiga kali thalak berturut-turut dalam masa satu kali suci.
Nasai meriwayatkan hadits Mahmud bin Lubaid, katanya :
Rasulullah saw mengkabarakan kepada kami tentang seorang laki-laki yang menceraikan istrinya tiga kali sekaligus. Maka beliau berdiri dengan marah, lalu bersabda : “Apakah akan dipermainkan kitab Allah padahal saya ada di tengah-tengah kamu?”
Ibnul Qayyim berkata, ia dikatakan mempermainkan kitab Allah karena menyalahi ketentuan thalak yang benar dan menginginkan apa yang tidak dikehendaki Allah. Allah menghendaki seseorang menthalak satu kali saja, kemudian jika ia mau ia dapat merujuk atau kembali kepada istrinya, lalu menthalaknya lagi jika ia menghendaki, kemudian ia tidak dapat merujuknya lagi setelah itu.
Hikmah dijadikannya thalak berkali-kali agar pintu itu tidak langsung tertutup. Bila suatu saat mereka menyesal atas keputusan untuk bercerai, bila penyesalan itu masih dalam masa iddah, maka, mereka boleh kembali atau rujuk dan menjadi suami istri lagi tanpa harus mengulang ucapan ijab kabul.
Jadi, thalaq satu adalah thalaq yang diucapkan suami kepada istrinya, pertama kalinya. Dan ia berhak merujuknya bila masih dalam masa idah. Thalaq dua adalah thalaq yang terjadi bila sudah pernah terjadi thalaq satu. Thalaq dua pun boleh dirujuk. Sedang thalaq tiga menjadikan suami terpisah dari istrinya sama sekali dan haram kawin dengan bekas istrinya, Kecuali bila sang istri sudah menikah dengan laki-laki lain dengan arti sebenarnya (bukan pura-pura), dan ia pun sudah bercerai dengan suami barunya tsb.
Adapun waktu thalak tidak tertentu, yang ditentukan adalah masa iddah. Jika masa iddahnya habis, tertutuplah kesempatan ruju’.
Masa iddah
- Iddah bila istrinya masih haid, yaitu tiga kali haidh
- Iddah istri yang sudah mati haid yaitu tiga bulan
- Iddah istri yang kemtian suami adalah empat bulan sepuluh hari
- Iddah istri hamil yaitu sampai melahirkan
- Perempuan yang dithalaq tetapi belum disetubuhi, ia tak punya iddah.
Ibu beuatybear yang dirahmati Allah,
Mintalah petunjuk pada Allah swt, dekatkan diri pada-Nya, masih ada ruang, masih ada pintu penyesalan yang mungkin akan terbuka agar suami meninjau kembali keputusannya. Ibu..apa yang Ibu lakukan sudah benar dengan amal- amal ibadah yang dapat mendekatkan diri pada-Nya. Allah sebaik- baik tempat berlindung. Ibu, carilah hikmah positif dari kejadian ini dan jadilah wanita yang tetap tersenyum menyambut hari- hari ke depan karena amal sholih Ibu tidak terhenti karena perceraian ini, bukan? Mintalah dukungan dari orang- orang terdekat karena ini akan menjadi sumber penyembuh bagi hati Anda. Teriring do’a Anda tetap tegar, amin Ya Illahi.
Wallahu a’lam bisshawab,
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuhu
Bu Urba