Dengan geram, Bu Sofi menulis di statusnya : “Film Batman, Not For Kids.”
Kenapa..? itu kan film anak-anak..? Demikian kawan Bu Sofi memprotes, bahkan saya sudah janjian sama anak-anak kalau raportnya bagus, dan kalau ramadhan puasanya penuh, kita akan nonton film batman bersama-sama. Dan mereka semangat banget tuh, bahkan ketika masih coming soon, sudah tidak sabar ingin cepat-cepat nonton.
“Ya, nampaknya sih baik-baik saja, film batman itu, apalagi ada catwomannya, tapi coba deh, orangtua untuk belajar lebih sabar dalam mengajak nonton film bersama anak-anak, saya ceritakan ya sedikit yang membuat saya kesal,” demikian keluh Bu Sofi.
“Waktu pertama saja, saya sampai merinding, kok adegan di awal keras banget, saya fikir cuma triller film lain, namun anak gadis saya bilang; “itu film beneran mi, jangan mainan hape dong, nanti umi gak ngerti ceritanya.” Saya kaget banget, adegan pembunuhan yang ditayangkan sangat kejam, kepala ditutup dan dikeluarkan dari pintu pesawat, dan lalu ada orang sakit yang dilucuti satu persatu mesin aliran transfuse darahnya, juga jebolnya ekor pesawat dan suasana dalam bioskop yang membuat seakan-akan peristiwa itu betul-betul terjadi didekat kita dengan sound systemnya yang memekakan. Saya berdoa dalam hati, mudah-mudahan setelah ini adegannya lebih smooth, lebih halus, ternyata doa saya gagal, ya saya doa ketika film sudah dibuat, jadi doa saya tidak dapat dikabulkan.
Berikutnya adegan demi adegan orang dewasa semua, yang dibunuh langsung dengan ditembak kepalanya, dipuntir kepalanya, lalu perempuan yang terlalu seksi dan lincah, kemudian adegan percintaan dalam selimut, lah, dimana sih unsur film anak-anaknya?! Itu semua film action, orang dewasa.
Mustinya jangan pakai nama Batman atau Catwoman atau tokoh-tokoh kartun anak-anak deh, kalau filmnya film orang dewasa, pakailah nama James Bond New 442 atau 471 atau apalah, cuma jangan gunakan judul dari tokoh film kartun anak- anak dong, kalau adegannya dewasa sekali.
Saya gak terima, dan saya marah, saya juga heran, kok yang disensor cuma film Indonesia sih, film barat yang masuk ke Indonesia gak disensor.”
Ayo, terima kami para ibu, pendidik, guru, ustadzah dan kartunis untuk menjadi team sensor film anak-anak, gak digaji gak papa deh, yang penting anak-anak kami selamat.