assalamu’alaikum wrwb
ustadz ana adalah wanita yang dipaksa menikah oleh kluarga sy dikampung,beberapa minggu yang lalu ana sudah dilamar oleh seorang laki2 namun masih kerabat dekat,lamaran tersebut telah diterima oleh ibu dan paman ana tanpa persetujuan dari ana bahkan ana tidak dikasih tahu kalau mereka sudah menerima lamarannya,sementara kakak laki2 ana masih ada namun beliau dijakarta dan tidak hadir sewaktu acara lamaran itu diterima dan juga tidak memberikan wewenang hak wali kepada paman saya.ketika almarhum ayah ana masih hidup beliau pernah berkata ingin menikahkan anak2 mereka jika sudah besar nanti,setelah ayah meninggal kluarga laki2 tersebut banyak membantu kluarga ana tapi ana dan kluarga tidak tau kalau mereka punya maksud tertentu dengan imbalan menikahkan ana dengan anak laki2nya.ana dah mengenal laki2 tersebut selama 2 tahun dan ana menilai bahwa laki2 tersebut temperamennya tinggi dan tidak faham agama hanya saja kalau didepan kluarga ana dia selalu bersikap baik,ana menolak dinikahkan dengan laki2 tersebut karena alasan ana tidak mencintainya dan juga karena alasan dia tipe suami yang dzalim terhadap istri disamping itu karena ana sudah punya calon suami yang faham agama..pertanyaan ana ustadz :
1.apakah sah lamaran yang sudah diterima tanpa persetujuan dari kakak laki2 ana dan tanpa persetujuan dari ana dan apak sah pernikahan yang dilakukan secara paksa.
2.bolehkan ana menentang pernikahan tersebut karena dilandasi harus menepati janji almarhum ayah ana bukan karena rasa saling suka.
3.bagaimanakah tatacra pernikahan yg benar menurut syariat islam.
4.jika ana menolak dinikahkan karena dipaksa apakah ana berdosa karena tidak patuh terhadap ibu dan tidak menepati janji almarhum ayah ana.
5.diluar ayah,bolehkan seorang ibu,kakak atau paman memaksa ana untuk menikah dengan laki2 pilihan mereka sementara ana memiliki calon suami sendiri yang faham agama dan mengerti hak dan kewajiban seorang suami.
6.bagaimanakah susunan wali dalam pernikahan.
mohon penjelasan yang sedetail-detailnya dari ustadz karena ana sangat sedih sekarang ini..jazakallah khoiron..
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuhu,
Sdr Astri yang disayang Allah, saya dapat memahami sungguh manusiawi jika Anda bersedih karena mendapatkan realita yang tidak sejalan dengan idealita anda untuk menikah dengan pemuda yang baik agama dan akhlaqnya. Anda seakan terdesak dengan janji ayah, keinginan membalas budi dan lamaran yang sudah terlanjur diterima oleh ibu dan paman anda, tanpa memberitahukan kepada anda. Tentu apa yang anda alami ini, rasa yang bercampur aduk, dan keinginan untuk membatalkan lamaran yang sudah diterima, membuat anda tak nyaman melangkah.
Dalam Islam, wajib bagi wali menanyai pendapat calon istri dan menanyai kerelaannya, sebelum diaqadnikahkan. Sebab pernikahan merupakan pergaulan abadi dan persekutuan suami istri, kelanggengan, keserasian, kekalnya cinta dan persahabatan, tidak akan terwujud apabila keridhaan fihak calon isteri belum diketahui. Oleh sebab itu, Islam melarang menikahkan dengan paksa, baik gadis atau janda dengan pria yang tidak disenanginya. Aqad nikah tanpa kerelaan wanita, tidaklah sah. Ia berhak menuntut dibatalkannya perkawinan yang dilakukan oleh walinya dengan paksa tersebut. Alasannya:
Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Janda lebih berhak kepada dirinya sendiri daripada walinya. Dan gadis hendaknya dimintai idzinnya dalam perkara dirinya. Dan izinnya adalah diamnya.” (HR jamaah, kecuali Bukhari)
Dari Ibnu Abbas bahwa seorang gadis datang kepada Rasulullah lalu ia menceritakan kepada beliau tentang ayahnya yang mengawinkannya dengan laki-laki yang tidak ia sukai. Maka rasulullah menyuruh dia untuk memilih (menerima atau menolak). (HR Ahmad, Abu dawud, Ibnu Majjah dan Daruquthni)
Begitulah saudari Astri, anda berhak menolak lamaran itu bila anda merasa akan mendapatkan madhorot karena ketidakyakinan anda akan kebaikan agama sang calon.
Wallahu a’lam bisshawab
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu
Bu Urba