Antara Istri dan Orang Tua

Assalamu’alaykum wr. wb.,

Saya soomat, usia saya 29 tahun, saya mempunyai istri yang usianya lebih muda 2 tahun, usia perkawinan kami hampir memasuki 5 tahun, dari perkawinan tersebut kami telah dikaruniai seorang anak perempuan yang berusia 4 tahun. Jujur awal dari pernikahan kami adalah MBA (married by accident), hal itu tidak berpengaruh karena dari awal kami saling mencintai dan menyayangi, terlebih kepada anak perempuan kami. Tetapi semuanya berubah total dalam 2-3 tahun terakhir, diawali dari pertengkaran antara istri saya dengan ibu saya, pertengkaran tersebut membuat istri saya sangat sakit hati dan tidak terima adalah perkataan ibu saya, bahwa saya berubah total sejak saya menikah dengan istri saya. Saya akui semenjak saya menikah dengan istri saya, saya seperti hidup di dunia lain dan lepas dari dunia yang selama ini saya kenal, terutama karena pekerjaan yang menghabiskan waktu 6-7 hari dalam sepekan, sehinga waktu untuk keluargapun habis, tetapi di lain sisi istri sayapun juga susah, bahkan tidak mau jika diajak ke acara keluarga besar saya. Keluarga besar saya sangat dekat sehingga sering mengadakan acara keluarga.

Awalnya saya coba memberi pengertian kepada keluarga saya dengan alasan tidak bisa datang karena harus bekerja, tapi lama kelamaan mereka mulai berfikir negatif terhadap istri saya, sampai akhirnya terjadilah pertengkaran tersebut, oleh sebab itulah kadang saya mengalah dan lebih memilih tidak hadir ke acara keluarga saya dengan resiko saya dan istri akan dibicarakan macam-macam oleh keluarga besar saya, hal itu pun menjadi dilema untuk saya, karena informasi yang saya dapat, bapak dan ibu saya suka menangis ketika ditanya, kemana saya? datang atau tidak? karena saya adalah anak pertama dan merupakan anak kesayangan dari ibu saya.

Karena harus mengalah saya sampai tidak menghadiri pemakaman nenek dan pakde, di mana saya sangat dekat dengan mereka. Akhir-akhir ini saya seperti sengaja dijauhkan dari dunia lama saya, karena sering kali nomor handphone teman-teman lama atau salah satu keluarga saya (tante, om dan lainnya) hilang dari list contact handphone saya secara misterius, di satu sisi saya melihat faktor dari keluarga saya juga yang kurang mengerti keadaan dari pekerjaan saya, seperti contoh terakhir yang menyebabkan istri saya tersinggung, di bulan Desember 2008 saya lupa dan memang saya tidak ingat hari serta tanggal ulang tahun pernikahan bapak dan ibu saya, hanya karena saya lupa mengucapkan "selamat ulang tahun pernikahan" saya langsung terima SMS yang tidak enak dari bapak saya. SMS tersebut membuat istri saya sangat tersinggung karena merasa tidak dianggap.

Dari semua kejadian tersebut, lama kelamaan membuat lelah karena harus memilih antara istri saya atau orang tua saya, di mana saya berharap dapat memilih keduanya, tetapi istri sayapun sangat susah untuk diajak silaturrahim kepada keluarga besar saya, dia bilang kalau ketemu orang tua saya dia tidak ada masalah, tapi itupun bukan tanpa kendala, selain faktor pekerjaan saya, selain itu faktor jauhnya lokasi rumah dari orang tua saya, jadi untuk pergi kesana sangat menguras waktu dan tenaga (karena saya naik motor), jujur kalau saya pribadi saya tidak ada masalah, tapi saya kasihan dengan anak, tidak mungkin jika saya pergi sendiri atau hanya berdua dengan istri, karena mereka pasti mau melihat cucu mereka juga.

Kadang istri saya suka mengingatkan kapan mau pergi ke rumah orang tua saya, tapi itu pada saat itu saya tidak bisa dan ketika saya sedang bisa, saya ajak istri selalu saja ada alasannya, inilah-itulah, saya sendiri jadi heran sebenernya niat atau tidak untuk pergi ke rumah orang tua saya.

Saya bingung dengan keadaan ini terutama dari istri saya, karena dia sering bilang sekali-sekali telepon dia untuk sekedar menanyakan kabar mantu dan cucunya, tapi begitu dihubungi tidak diangkat atau jika ada saya teleponnya langsung diberikan kepada saya, sedangkan jika dia tahu mreka telepon saya ke kantor (atau sewaktu saya kerja) dia marah-marah, sampai-sampai setiap ada telepon dari keluarga saya, langsung dihapus dari call listnya. Ketika keluarga saya datang ke kantor, saya juga tidak memberitahu istri saya, karena saya sudah bosan ribut dengan istri saya masalah yang sama.

Mohon bantuannya untuk solusi terbaik dari masalah yang saya hadapi saat ini, karena saya sudah bingung harus bagaimana, jika pisah saya tidak bisa membayangkan pisah dari anak saya, mungkin saat ini saya bertahan untuk anak saya, sudah terlalu pusing dengan masalah istri dengan orang tua yang sepertinya tidak pernah ada solusinya. Atas perhatian, saya ucapkan terima kasih.

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,

Bapak Soomat yang dirahmati Allah swt,

Membentuk keluarga ternyata tak selalu berjalan mulus, seperti yang Anda alami, dan mungkin banyak keluarga lain. Saya berharap dalam keadaan bagaimanapun Anda tetap menunjukkan komitmen yang kokoh sebagai suami, yakni berusaha menjadi suami yang bertanggungjawab. Dalam situasi yang sulit mencari kerja saat ini, bersyukurlah bahwa Anda sudah bekerja, meskipun kesibukan Anda bekerja kemudian mengurangi frekuensi silaturrahim dengan keluarga besar. Namun saya berharap ini dapat Anda atasi dengan meningkatkan kualitas hubungan dengan mereka.

Bapak Soomat yang dirahmati Allah swt,

Tentang problem antara orangtua dengan istri, ini yang prioritas harus diselesaikan; baru kemudian dengan keluarga besar lainnya. Jadikan problem ini sebagai pembelajaran hidup. Anda dapat memandangnya dari perspektif yang positif. Apresiasilah niat baik dan harapan keluarga Anda dalam hal ini. Berhusnudhonlah atau berprasangka baik terhadap apa yang diharapkan mereka. Anggaplah ini sebagai hal positif bahwa orangtua ternyata masih begitu peduli, hal ini adalah niat baik yang besar dan dalam lubuk hati mereka, Pak. Keinginan mereka sebenarnya dilandasi oleh rasa kasih sayang pada istri dan keluarga Anda, namun komunikasi yang tidak lancar menjadi penghambat. Di sisi lain beri perhatian pada kebutuhan istri, dengarlah, dan janganlah karena menuruti keinginan keluarga besar malahan mengorbankan keluarga sendiri, ya Pak. Bersikaplah sebagai pihak yang dapat menengahi antara istri dan keluarga besar. Jadilah suami yang adil dan proporsional dalam bersikap.

Bapak Soomat yang dirahmati Allah swt,

Tentu saja sebagai sebuah keluarga Anda berkewajiban utama membangun keluarga yang penuh cinta kasih pada istri dan anak-anak, prioritaskan pada ikhtiar ini, Pak. Kalau untuk mencapai keluarga yang sakinah mawaddah warohmah ini ada hambatan yang muncul, maka evaluasilah dan selalu introspeksi. Bisa jadi hambatan muncul karena ada kesalahan pada orangtua atau mungkin istri Anda. Terkait istri, sebagai imam keluarga maka Anda punya kewajiban untuk mendidik istri dan membimbing pada pemahaman yang benar. Bimbinglah agar istri mengetahui kewajibannya setelah menikah, kewajiban pada Anda maupun keluarga besar. Namun di sisi lain Andapun harus memberi contoh yang baik bahwa Anda juga memperhatikan kepentingan istri dan memperhatikan keluarga istri. Bukankah pelajaran yang terbaik adalah melalui keteladanan? Kuatkan mental istri agar bersabar menerima permasalahan ini dan sertai pula dengan doa agar istri dibukakan hatinya untuk dekat pada keluarga besar Anda. Ajaklah istri pada forum pengajian, atau konsultasi dengan ustadz setempat agar istri Anda menjadi wanita shalihat dan dapat menerima keluarga suami serta siap hidup mendampingi suaminya dalam suka maupun duka.

Bapak Soomat yang dirahmati Allah swt.

Bisa jadi pemicunya juga berasal dari pihak keluarga besar Anda yang kurang mengerti kondisi istri; Anda dapat memberi mereka pengertian alasan-alasan yang secara teknis mempersulit kwantitas kunjungan Anda. Namun saat ini sarana telpon, sms, chatting, saya kira bisa menjadi penjembatan hubungan dengan keluarga besar agar tidak terputus. Sesekali sisihkan hadiah-hadiah kecil dengan dikirim melalui pos jika Anda kesulitan mengantarnya. Katakan bahwa hadiah ini dari istri Anda, karena berbohong untuk mendamaikan termasuk yang diperbolehkan. Insya Allah dengan penjelasan yang lembut namun tetap lugas, jujur dan penuh hormat maka orangtua dan keluarga besar Anda mau mengerti.

Tetap gantungkan harapan pada Allah swt karena Dialah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Tingkatkan ibadah pada-Nya, latihlah shadaqah meskipun tak seberapa, semoga menjadi sarana datangnya solusi pada keluarga Anda. Tetap istiqomah ya, Pak…! Jangan berpikir kalau ada masalah, maka perceraian selalu menjadi solusi terbaik. Yakinlah: ”inna ma’al ’ushri yusro”, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan..! amin.

Wallahu a’lam bish-shawab

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh

Bu Urba