Assalamualaikum wr. wb.,
Bu Anita, Insya Allah dalam 6 bulan ke depan saya akan menikah dengan seorang mualaf. Ayahnya sudah tidak ada, dan keputusannya didukung oleh saudara-saudaranya. Keluarga saya juga sangat setuju, namun ada satu hal yang mengganjal hati kami.
Begini, Bu. Sejak kecil, tunangan saya ini sudah "kenyang" dengan kezaliman ibunya terhadap keluarga mereka. Selain menghambur-hamburkan kekayaan suaminya sehingga mereka jatuh miskin, ibu ini juga berselingkuh, sampai-sampai adik bungsu tunangan saya ini pun ternyata anak pria selingkuhannya.
Setelah bosan hidup sulit di Jakarta, dia kembali ke kampung halaman di Sulawesi membawa dua anaknya yang terkecil, meninggalkan suami yang sakit-sakitan dan tiga orang anak tertua (tunangan saya anak kedua), dan di Sulawesi dia tinggal serumah dengan pria selingkuhannya dulu, yang merupakan ayah kandung si adik bungsu. Tidak ada kabar darinya selain untuk minta dikirimi uang.
Bahkan di hari ayah tunangan saya meninggal, kalimat pertama yang diucapkannya sewaktu diberi tahu lewat telpon adalah, "Simpan surat rumah, hati-hati nanti yang lain minta warisan. Kalau sempat saya akan ke Jakarta untuk menjual rumah itu." Naudzubillahi min zalik…
Menjelang hari pernikahan yang tinggal beberapa bulan lagi, kami bingung bagaimana sebaiknya mengabarkan berita ini. Tunangan saya dan saudara-saudaranya sependapat lebih baik ibu mereka tidak usah diberi tahu. Kebetulan keluarga saya memang cukup berada, dan mereka khawatir ibu mereka akan membahayakan keluarga kami. Apalagi anaknya telah menjadi seorang mualaf. Dikhawatirkan dia akan minta "ganti rugi."
Memang, mungkin jalan terbaik masalah ini adalah dengan mengajak ibu itu bicara baik-baik, ya, namun masalahnya ibu ini punya "masalah mental" juga. Pikirannya suka berubah-ubah. Hari ini menawarkan bantuan, tahu-tahu besok minta balasan atas bantuan itu. Kalau sedang kalap dia tidak segan-segan menyiram orang dengan air panas atau menusuk dengan garpu. Bahkan dia juga pernah melempari rumahnya dengan batu.
Kabar terakhir yang paling mengerikan, ternyata pria selingkuhannya ini pun mulai minta balas jasa karena sudah menampung dan memberi makan dia dan adik-adik tunangan saya. Adik tunangan saya ada yang perempuan, dan pria ini mulai "menawar." Ketika adik perempuan tunangan saya mengadu pada ibunya, ibunya malah membiarkan saja! Akhirnya atas inisiatif tunangan saya, adik perempuannya ini disuruh kos di tempat lain.
Tunangan saya ingin agar adik-adiknya yang telah terpisah jauh bisa hadir di pernikahan kami. Tapi bagaimana caranya mereka ke Jakarta tanpa sepengetahuan ibu mereka? Tunangan saya tahu bahwa dalam Islam, sejelek-jeleknya ibu dia tetap ibu kita. Rasulullah bahkan berkali-kali menyebut "Ibu" sebagai orang yang harus kita patuhi.
Namun apakah ibu yang sudah begitu menyengsarakan keluarganya sendiri dan bahkan akan jadi ancaman bagi keluarga baru kami, masih perlu dibaik-baiki? Bagaimana kalau menikah saja tanpa sepengetahuan ibunya, biar nanti ibunya tahu sendiri dan pada saat itu sudah tidak bisa macam-macam lagi? Terima kasih, wassalamualaikum. wr. wb.
Assalamualaikum wr. wb.
Membaca penuturan anda tentang rencana anda menikah serta perilaku calon ibu mertua yang zhalim, sangat saya pahami bila anda dan tunangan anda menginginkan agar penikahan anda tidak diketahui oleh calon ibu mertua anda. mengingat perilaku beliau yang nampaknya sudah sangat keterlaluan dan dikhawartikan akan merusak suasana bahagia dan mengganggu rencana yang sudah dirancang berdua dengan calon suami anda.
Apalagi menurut anda sang calon ibu mertua ini memiliki masalah ketidakstabilan mental yang dapat mengancam keselamatan orang lain. Meski demikian tunangan anda menginsyafi bagaimanapun jeleknya perilaku beliau, tetaplah ibu kandung yang melahirkannya. Karena itu meski beliau telah berbuat tidak baik pada keluarganya, beliau sesungguhnya masih memiliki hak terhadap anak-anaknya. Salah satunya adalah hak mengetahui bahwa putranya akan menikah dengan demikian diharapkan beliau dapat memberi doa restunya.
Masalah kezhalimannya terhadap keluarganya, hal tersebut adalah tanggung jawabnya terhadap Allah. Namun sebagai seorang anak sebaiknya tetap berusaha menghormati dan menghargai beliau sebagai orangtua. Terlepas dari semua kesalahan beliau kepada anak-anaknya, saya rasa ada baiknya tetap memberitahukan berita gembira ini kepadanya.
Mengenai kekhawatiran-kekhawatiran anda tersebut sebaiknya dike sampingkan terlebih dahulu, dan berusaha berprasangka baik kepada beliau. Karena bisa dipastikan beliau akan sangat tersinggung dan merasa sedih bila kabar pernikahan putranya diketahuinya sendiri bahwa putranya menikah tanpa sepengetahuannya. bahkan permasalahan justru akan semakin rumit serta hubungan beliau dengan putranya dan juga anda sebagai menantunya akan sangat buruk.
Saran saya, calon ibu mertua tetap memiliki hak untuk mengetahui pernikahan putranya, karenanya beritahukanlah kepada beliau. Namun perlu juga sebaiknya dipikirkan antisipasi terhadap hal-hal buruk yang menurut anda berdua akan terjadi. Agar anda berdua siap menghadapi kemungkinan-kemungkinan buruk yang memang sudah diperkirakan sebelumnya.
Mudah-mudahan rencana anda menikah dapat berjalan dengan baik, serta hal buruk yang anda khawatirkan tidak terjadi. Namun bagaimanapun juga dalam mengambil keputusan anda tetaplah berpegang pada hal yang lebih mendatangkan maslahat yang lebih besar dengan meminimalkan kemudharatannya. Jangan lupa selalu memohon doa agar segala urusan anda dimudahkan Allah SWT. Wallahualam bishawab
Wassalamualaikum wr.wb