Bisakah Suamiku Menjadi Imam?

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Saya adalah seorang wanita, 23 tahun. saya sudah menikah awal november tahun lalu, dengan seorang pria yang 2 tahun lebih muda dari saya. Sebenarnya saya dengan suami saya melewati masa perkenalanhanya 2 bulan. Tapi karena desakan orang tua dan menghindari zina, kami sepakat untuk menikah (nikah sirri).

Toh, kami sudah sangat mencintai satu sama lain. Untuk resepsi kami, insya Allahsetelah hari Raya Idul Adha (Desember).Setelah menikah (sirri)kami tinggal satu rumah, juga satu kamar. Karena proses perkenalan yang sangat singkat, saya belum begitu tau karakter dan kepribadiannya. Namun lambat laun, sedikit demi sedikit saya tau.

Ternyata suami saya dulunya adalah anak yang suka dugem dan minum-minuman keras. Pemahaman agamnya juga kurang bagus. Saya terkadang sangsi bisakah dia menjadi imam bagi saya, yang nantinya akan menuntun saya ke jalan surga????Perbedaan-perbedaan yang lain, alhamdulillah dapat kami selesaikan.

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,

Ibu luluk yang tersayang,

Semoga Allah swt memberkahi pernikahan Ibu dan suami yang Ibu katakan dua tahun lebih muda. Meskipun sirri tetapi tetap sah, sebenarnya untuk diresmikan secara pemerintah (dicatatkan di KUA) tak perlu harus pesta walimah yang mewah, untuk menghindari fitnah maka salah satu sunnah nikah adalah walimah. Semakin cepat akan semakin baik.

Nah Bu Luluk, perbedaan usia suami-isteri sering terjadi dan wajar, bahkan Rasulullah saw menikahi wanita yang lebih tua. Ibu juga salut kepada keluarga yang mendorong untuk mempercepat pernikahan anaknya karena takut anaknya terjebak dalam perbuatan zina.

Terus terang tak banyak orang tua yang mempunyai pemahaman seperti ini. Ini tidak berarti menafikan tentang pentingnya ”ketelitian” memilih jodoh atau menantu. Masa perkenalan Ibu Luluk yang ”hanya” dua bulan tidak dapat menjadi alasan masalah ini; bahwa kemudian tetap perlu pengenalan yang baik tentang siapa orang yang akan menjadi suami kita. Memang kadang pengenalan itu tidak lengkap, atau kadang masing-masing sengaja menutup lembaran hidupnya yang kelam.

Menutupi aib diri memang dibolehkan, kadang untuk kemaslahatan bahkan dianjurkan untuk menutupi aibnya. Dalam konteks lain dan untuk tujuan tertentu aib ini boleh saja dibuka, seperti untuk saling memahami antar suami-isteri dengan kerelaan masing-masing, atau untuk mencari solusi. Sebagai sesama muslim maka kita dilarang untuk mencari-cari aib saudaranya bahkan dianjurkan menutupinya.

Rasulullah saw. bersabda:
”Barangsiapa yang menutupi aib saudaranya sesama muslim maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat. Sedangkan bagi yang membuka aib sesama muslim maka Allah akan membuka aibnya sehingga ia mendapat malu, walaupun ia di rumahnya sendiri”. (HR Ibnu Majah).

Saya kira Ibu Luluk hanya merasa kaget tentang masa lalu suami yang tak pernah tersampaikan sebelumnya. Hal ini wajar karena suami akan menjadi teman hidup untuk seterusnya, tetapi ternyata Anda kurang mengenal seutuhnya, bahkan hal-hal yang penting seperti akhlak. Ini untuk pelajaran bahwa dalam menilai calon suami perlu informasi dari orang terpercaya agar menjadi second-opinion untuk memutuskan. Namun karena sudah terlanjur maka yang penting sekarang adalah keikhlasan Ibu Luluk untuk menerima apapun kondisi suami. Anda dan suami kini sudah dipersatukan dalam rumah tangga, hendaklah masing-masing menjadi bangunan kokoh, yang satu menguatkan yang lain. Pandanglah ke depan, perbaiki yang kurang, tingkatkan yang sudah baik.

Ibu Luluk, semoga suami Anda beristighfar dan bertaubat atas kekhilafannya di masa lalu. Dalam Kitab Al-Wafi’ disebutkan bahwa taubat dan istighfar sering disebut beriringan (misalnya dalam QS Al-Maidah:74; QS Hud:3) maupun tidak beriringan (misalnya dalam QS Al-Qashash:16) dengan maksud bahwa ketika disebut beriringan maka istighfar adalah untuk memohon ampunan Allah swt dilanjutkan dengan taubat untuk meninggalkan dosa dan tidak mengulanginya. Kepribadian manusia tidak statis sepanjang hayat, tetapi bersifat lentur. Lingkungan yang kondusif amat berperan untuk membentuk kepribadian seseorang. Masa lalu semoga menjadi pelajaran bagi suami untuk tampil dengan kepribadian baru yang lebih baik.

Ibu Luluk, imam dalam keluarga tak dipengaruhi masa lalu seseorang; tetapi apakah sekarang dan masa yang akan datang suami dapat menjadi tauladan dalam kebaikan untuk isteri dan anak-anaknya. Anda dapat mensupport suami dalam masalah ini.

Dalam kebaikan isteripun bisa menjadi pionirnya, tak selalu harus datang dari suami. Saya kira justru yang dibutuhkan suami saat ini adalah isteri yang dapat menjadi pendampingnya untuk memperbaiki kebiasaan-kebiasaan buruknya di masa lalu; butuh kesabaran seorang isteri dalam recovery kepribadian ini. Jadikan keluarga Anda keluarga ilmu karena selalu bersemangat dalam menambah pemahaman agama serta mengamalkannya. Semoga ini menjadi ladang amal bagi Anda dan suami. Amin…

Wallahu a’lam bissshawab.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ibu Urba