Kasus 1:
Asslmkm,
Sy 27th, Ibu pernah memberi saran agar sy berjodoh sj dg sepupu/saudara. sy jelas menolak karena sy tadinya telah memiliki pilihan……tp kemudian pilihan sy itu menyudahi hub setelah sy beritahu situasinya, shg sy tidak bisa mengelak. sy membiarkannya pergi, sy dpt memahaminya….ia belum siap untuk komitmenlebih lanjut.
Kini telah datang lamaran-lamaran yang ditujukan kepada sy……sy sendiri menanggapinya tidak terlalu serius. sy pernah & sering dijadikan sebagai taruhan……karena sy menurut mereka sulit untuk didekati….sy dikenal cukup baik dalam segala hal namun sulit jika untuk hubungan sekedar lebih dari teman/sahabat. Saya pernah suatu ketika…..dg nada bercanda kpd shbt ikhwan untuk ta’ruf….ia menanggapinya…ia setuju….tp sy kira bercanda karena sy jg memulainya dg bercanda. tp kemudian….ia bertanya dg nada serius & menegaskan sekalilagi setuju untuk ta’ruf. Yg ingin sy tanyakan:
Untuk menjawab hal ini telah sy lakukan dg sunnah dhuha, hajjat, tahajud, istikharrah….tp tampaknya…belum ada jwbn.
1. Apakah sy menyetujui rencana tersebut…ta’ruf dg nya? Mengingat sy tidak mencintainya, tp karena kami bersahabat erat & ortu ingin sekali sy menikah. sy jg pernah iseng menanyakan ini kpd beliau dg bercAnda, beliau setuju.
2. Apakah menunggu jwbn pastiyangpernah sy utarakan kpd pilihan sy? Karena sy sangat mencintainya. sy mengaguminya karena ia seorangyangsholeh, cerdas, & giat.
3. Apakah sy meminta kepada ortu & berpasrah dg pilihannya? Dg resiko apapun sy hrs terima.
Sebelumnya…sy terima kasih untuk saranyangtelah diberikan. sekian….
Wasslmkm Jee
Kasus 2:
Assalammu’alaikum wr. wb.
Saya wanita 21th, saya masih kuliah semester 8. saya mengalami dilema antara keinginan ortu yang menginginkan menantu seorang pengajar dan beliau sudah mempunyai calon suami untuk saya sesuai keinginan beliau. sedangkan saya telah berkomitmen (mencintai)dengan seorang pria yang berprofesi bukan pengajar, saya berharap dia jadi pendamping hidup saya dunia aherat, amin.
Selama ini saya telah memberi penjelasan pada ortu tentang kedekatan saya dengan pria dambaan saya, tapi beliau tidak merespon dengan baik. Ustdzah yang terhormat, sikap apa yang harus saya ambil supaya saya tidak menyakiti perasaan ortu dan saya tetap menjaga komitmen saya dan tercapai keinginan kami berdua. Jazakumullah… Wassalamu’alaikum wr. wb.
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wa barakatuh
Sdri. Jee & Aytes yang shalihah,
Semoga kita tetap berada dalam taufiq, hidayah dan lindungan Allah.
Anda saat ini sedang dalam keadaan bingung. Memilih calon pasangan hidup wajar jika perlu cermat dan hati-hati, Sayangnya memang jalan ke sana tidak selalu mulus ya… Namun Anda harus tetap senantiasa bersyukur bahwa masih banyak laki-laki yang siap menjadi calon Anda. Meski ada perbedaan visi dengan Ibu namunAnda berdua tetap harus bersyukur karena dikaruniai Ibu yang sayang dan penuh perhatian, juga teman-teman dekat yang tulus dan mau berbagi.
Tak mudah memang melalui masa kesendirian, padahal usia dan kesiapan sudah cukup, bukan begitu?
Sdri. Jee & Aytes yang disayang Allah,
Urusan jodoh, rezeki, maut semuanya adalah wewenang Allah, jadi kita sebagai hamba wajib untuk berusaha sedangkan yang menentukan hanya Allah.
Apa yang Sdri. Jee lakukan sekarang, dengan memperbanyak sholat sunah termasuk sholat istikhoroh sudah baik. Sdri. Aytes perlu mencontoh apa yang Sdri Jee amalkan ini. Masalah sholat istikhoroh, sebagaimana pernah Ibu tulis di rubrik ini, Anda tidak harus pasif menanti jawaban. Shalat istikharah dilakukan untuk meminta taufik (pertolongan) dan kemudahan kepada Allah.Sebagaimana disebutkan dalam hadits yang kurang lebih artinya sebagai berikut:
Jabir bin Abdullah berkata, “Rasulullah saw mengajari kami istikharah (shalat untuk meminta pilihan) dalam semua perkara sebagaimana beliau mengajari kami surat Al-Qur’an, sabdanya, ”Apabila salah seorang dari kamu berkepentingan terhadap suatu urusan (menghadapi suatu urusan penting), maka hendaklah ia melakukan shalat dua rakaat yang bukan shalat fardhu, kemudian dia berdoa…”.
Maksud istikharah (Lihat buku karangan Abdul Halim Abu Syuqqoh, Kebebasan Wanita jilid 5) adalah: agar hamba bertawakkal kepada Allah dan menyerahkan urusannya kepadaNya untuk dipilihkan yang baik di mana pun ia berada. Tetapi tawakkal dan penyerahan ini tidaklah benar tanpa manusia berusaha keras mencari kebaikan itu sesuai dengan usahanya, kemudian dia kembali kepada Allah yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa, meminta kepadaNya agar dimudahkan bila urusan itu baik untuknya, atau meminta dipalingkan darinya bila urusan itu tak baik untuknya.
Setelah istikharah seseorang harus melakukan urusannya tanpa menunggu mimpi atau menunggu kelapangan dada atau menunggu datangnya ilham lewat peristiwa tertentu. Yang demikian tidak terdapat dalam hadits, bahkan bisa menjadikan bimbang karena melihat bolak-baliknya hati dan perasaannya dari waktu ke waktu, karena menimbang segi-segi positif dan negatifnya urusan.
Maka yang perlu Anda lakukan, mantapkan diri dan segera ambil keputusan. Nah, ini beberapa jawaban saya atas masalah yang Sdri. Jee tanyakan:
1. Tidak ada masalah kalau Anda taaruf. Kalau selama ini Anda sudah bersahabat dengannya tentu sudah mengetahui tentang akhlaknya. Insya Allah ta’aruf akan barokah kalau Anda berniat ikhlas dan benar cara-caranya. Toh taaruf kan tak harus dipaksakan untuk jadi suami isteri, kan, jika hasil dari ta’aruf ternyata ada ketidakcocokkan visi hidup, misalnya. Jadi kalau nanti setelah taaruf ada ketidakcocokan Anda bisa saja menghentikan prosesnya, tentu dengan cara baik-baik. Masalah cinta, tak menjamin bahwa cinta sebelum pernikahan akan abadi. Bahkan cinta setelah menikah bisa menjadi lebih bermakna dan suci, insya Allah.
2. Nah, kalau dia belum siap berkomitmen, sampai kapan Anda akan menunggunya? Padahal sudah ada yang di depan mata, yakni seorang laki-laki yang sudah siap berproses dengan Anda. Yakinlah, meski sudah terlanjur jatuh cinta, kalau Anda bisa mengatasinya, rasa itu bisa kok berganti dengan yang lain. Tak perlu terpengaruh dengan cerita film atau sinetron yang sering sederhana dan dangkal menggambarkan makna cinta.
3. Untuk pilihan orang tua, prosesnya sama: istikhoroh, mencari kecocokan, standarnya agama dan Anda sendiri harus mantap dan didukung oleh istikharah, karena Anda yang menjalaninya.
Untuk Sdri. Aytes perbaiki komunikasi dengan orang tua, samakan visi tentang kriteria calon pasangan. Pahamkan bahwa yang terbaik dalam memilih menantu adalah melihat dari agamanya, bukan profesinya. Jika memang Anda sudah mantap dengan pasangan tetapi belum siap menikah dan masih ada kendala orang tua, coba batasi pergaulan dengan calon Anda. Hal ini untuk mencegah mendekati zina seperti yang dilarang agama. Percayalah, kalau dia memang jodoh Anda, maka tak akan lari ke mana…Semoga Anda dapat bersabar dan menahan diri.
Nah Sdri Jee & Aytes, semoga Allah swt. memberi Anda berdua calon suami yakni dari kalangan orang-orang sholih yang akan membersamai hidup Anda kelak, menyempurnakan agama Anda. Amin…
Wallahu a’lam bish-shawab
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh
Bu Urba