Assalamualaikum wr. wb.,
Sudah satu setengah tahun saya sudah menikah dan dikaruniai anak laki-laki yang saat ini sudah berusia 6 bulan. Sejak menikah saya dan isteri saya tinggal bersama ibu saya karena ayah saya sudah meninggal dan saya anak satu-satunya. Sejak hari pertama tinggal di rumah ibu saya, konflik antara ibu saya dan isteri saya sering terjadi namun pada akhirnya isteri saya selalu mengalah. Sejak kelahiran anak kami, ibu mertua saya ikut tinggal bersama kami di rumah ibu saya. Alasannya adalah untuk menjaga anak saya yang masih kecil dan untuk menengahi konflik antara isteri dan ibu saya jika saya sedang tugas ke luar kota.
Akhir-akhir ini konflik sering sekali terjadi antara ibu saya dan isteri saya, sampai ibu saya sempat mengusir isteri dan anak saya walau tidak sampai terjadi.
Sejak itu isteri saya ingin kembali ke rumah ibunya dan membawa anaknya, mendengar hal itu ibu saya berinisiatif untuk meninggalkan rumahnya dan tinggal sendiri di rumah lain yang baru dibangunnya.
Sebagai anak yang berbakti kepada orang tua sekaligus sebagai suami yang harus bertanggung jawab kepada isteri dan anak, apa yang harus saya lakukan ? Apakah membiarkan ibu saya untuk tinggal sendirian ataukah tetap mempertahankan ibu saya untuk tinggal bersama-sama isteri dan anak saya walau konflik akan terus terjadi ?
Apakah saya dinilai sebagai anak yang durhaka ketika lebih memilih untuk mempertahankan keutuhan keluarga saya dibandingkan dengan memilih untuk tinggal dengan ibu saya ?
Mohon penjelasannya.
Terima kasih.
Wassalamualaikum wr., wb.,
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu,
Bapak Ujang yang bijak, saya dapat memahami dilema yang Anda alami. Konflik menantu-mertua nampaknya hampir selalu mewarnai pada keluarga yang mencoba mempraktekkan extended family, padahal jika kita dapat mengelola model keluarga ini maka banyak keuntungan yang bisa diraih. Model yang saat ini banyak didengungkan oleh masyarakat adalah nuclear family yang berbentuk keluarga inti, yakni hanya terdiri dari ayah-ibu-anak. Maka ketika orangtua sudah mulai renta, dititipkanlah orang yang sudah susah payah merawat mereka dari kecil hingga dewasa bahkan menjadi orang sukses pada panti jompo/ panti wredha. Atau para orangtua kemudian memilih hidup sendiri terpisah dari anaknya, demi kelangsungan rumah tangga sang anak, seperti kasus yang Anda alami. Namun nampaknya kasus ini akan atau dapat terulang kembali karena akar masalahnya belum terselesaikan.
Bapak Ujang, pokok persoalan bukan pada bersama atau terpisah ternyata, tapi pada hati keduanya yang belum dapat bersatu. Mungkin belum ada kasih-sayang yang terbentuk antara keduanya, bukankah ada ganjalan dan masih ada simpanan emosi yang belum tuntas antara istri dan mertua? Di sinilah persoalannya, Pak…ketika ada pihak yang mencoba mengambil kapling pihak lain, mencampuri urusan rumah tangga yang dibentuk dan sedang ingin menemukan bentuknya, wajar dan manusiawi jika kemudian pihak lain merasa terusik. ”Bukankah ini wilayahku, teritorialku?”, ”Bukankah aku ratu dalam istanaku sendiri?”, sementara satu pihak berpikir lain, ”Aku lebih berpengalaman, dia harus diajari mengurus rumah tangga” atau ”Akulah yang lebih tahu dalam melayani anakku, karena dia kurawat sejak kecil…sementara dia orang yang baru mengenalnya, jadi aku lebih berhak”. So, masalah akan berputar-putar saja di wilayah itu setiap hari. Permasalahan kadang berawal dari hal kecil dan sederhana, namun bagi wanita…bapak ujang perlu paham..hal ini dapat memicu hal yang besar. Bisa jadi yang berputar-putar dalam pikiran masing-masing adalah ”telah terjadi pelecehan orangtua” atau ” mertuaku melanggar HAM, jadi harus dilawan”, padahal urusannya kadang hanya berkisar masakan terlalu pedas, atau kue kesukaan mertua yang kelupaan dibeli. Nah, nampaknya masyarakat perlu waktu untuk menerima bentuk extended family ini. Sisi-sisi positif keberadaan mertua bersama keluarga anaknya, apalagi dalam kasus Anda yang anak tunggal, perlu disosialisasikan, dan sisi negatif perlu dicegah dengan persiapan yang baik.
Bapak Ujang yang dirahmati Allah swt.,
Saya sarankan dalam menyelesaikan konflik antara dua wanita Anda bersifat netral, saya tahu keduanya adalah wanita yang Anda cinta dan sayangi jiwa dan raga. Jangan sampai terjadi pemihakan yang tidak perlu, namun dekati keduanya dengan lembut untuk menyelesaikan konflik mereka sendiri secara dewasa. Jadilah penengah yang adil, beri kesempatan untuk berkomunikasi sendiri agar terjadi sambungrasa antara keduanya secara alamiah. Bisiki Ibu Anda untuk memberi hadiah-hadiah kecil pada istri dan tanpa sepengetahuan Ibu katakan juga hal yang sama pada istri anda. Mudah-mudahan akan terjadi keajaiban, suatu saat istri akan dapat menerima Ibu Anda dan sebaliknya Ibu Andapun tidak terlalu mencampuri urusan istri dalam mengatur rumahnya.
Bapak Ujang yang dirahmati Allah swt.,
Nampaknya Ibu Anda telah memutuskan untuk tinggal di rumah barunya, jangan sampai dipaksa, minimal untuk sementara ini turuti saja kemauannya. Namun usahakan jangan sampai masih ada kejengkelan yang mewarnai kepindahannya. Jika mengantar maka antarlah bersama istri baik-baik, urusi segala keperluannya, carikan yang dapat membantunya sehari-hari jika beliau berkenan. Justru Anda akan menjadi anak yang berbakti jika Anda tetap bisa berbuat baik pada Ibu, misalnya dengan berkunjung sesekali bersama istri dan menginap di sana atau sesekali pula Ibu dijemput ke rumah Anda. Mungkin ini solusi sementara sampai istri dan Ibu ada kesadaran akan hak dan posisi masing-masing. Tingkatkan kepahaman agama, karena dari sinilah kesadaran itu akan berawal. Nah, Bpk ujang yang baik , semoga ada perkembangan baik ke depannya. Do’a saya menyertai dan tetap bersabar ya, pak.
Wallahu a’lam bisshawab,
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuhu
Bu Urba