Assalamulaikum Wr. wb,
Ibu Siti YTH,
Saya mempunyai masalah yang agak sedikit rumit.
Masalah nya begini, saya biasanya memberikan isteri uang belanja sebesar 2 jt setiap bulannya, namun di bulan februari tadi, isteri saya ini saya ajak berdagang, dan saya modali, lalu barang-barang dagangan nya ngambil nya dari saya, dan saya juga yang mengajari sekaligus mengenalkan usaha ini.
Alhamdulilah usahanya juga jalan lancar sama seperti saya, baru berjalan 15 hari, sudah mendapatkan untung sebesar 8 juta rupiah.
Namun isteri saya ini walaupun sudah mendapatkan uang sebesar itu, masih minta jatah uang bulannya sebesar 2 juta rupiah itu, dan saya tidak mau ngasih di karenakan dia sekarang sudah memiliki penghasilan sendiri, terbukti cuma 15 hari saja, sudah dapat 8 jt rupiah.
Lalu saya jelaskan pada nya, bahwa kalau sudah ada uang sendiri, ngapain masih minta jatah bulanan?, kan sudah ada pemasukan sendiri. lalu saya tanyakan, pilih ikut dalam usaha, atau cuma terima uang bulanan saja.
Dan isteri saya ini juga punya prinsip, " katanya uang isteri suami tidak boleh minta, sedangkan uang suami, isteri boleh pakai."
Saya seperti hidup sendiri saja, walaupun sudah berumah tangga, maunya saya, isteri saya itu saling berbagi dalam menyelesaikan permasalah hidup, bukan semuanya di timpakan kepada saya.
Beban saya sendiri juga sudah berat, harus bayar listrik, PAM, internet, asuransi anak, pendidikan anak, dan lain sebagainya.
Lalu masih di tambah lagi beban minta jatah, padahal sudah di kasih usaha.
Memang saya tau kewajiban suami untuk memberikan uang, cuman kan kalau sudah ada pemasukan sendiri yang jumlahnya sama dengan pemasukan saya, harusnya tidak lagi membebani saya dengan uang bulanan dan sebagainya.
Bagaimana menyikapi isteri seperti ini? Apa harus saya ceraikan, terus terang saya sudah capek, sepertinya hidup sendiri walaupun sudah berumah tangga, apa2x selalu nya ke saya. padahal dia sendiri punya uangyangsama banyak.
Terima kasih atas jawabannya.
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,
Bapak Andi yang sholih,
Saya salut dengan tanggungjawab Bapak telah memberi nafkah rutin pada keluarga. Kemudian Bapakpun mempunyai kreatifitas memberikan skill pada isteri agar dapat mandiri. Ternyata kemudian terjadi pemahaman yang berbeda dan saya dapat memahami posisi bapak yang bingung dengan sikap isteri. Bapak merasa bahwa isteri masih ingin nafkah lagi selain yang sudah Anda berikan sehingga Bapak Andi merasa isteri terlalu menuntut. Sekilas memang terkesan begitu. Memang pemberian nafkah dari suami ke isteri tidak disertai aturan bagaimana metode pemberiannya, yang penting dengan cara-cara yang ma’ruf.
Bp. Andi, Anda sudah memberi ketrampilan berdagang pada isteri, amal ini insya Allah tidak hilang dan semoga mendapat ganjaran yang berlipat dari sisi-Nya. Bapak Andi harus yakin tentang ini.
Nah, permasalahannya sekarang isteri sudah punya penghasilan sendiri, apakah kemudian hak isteri akan nafkah menjadi hilang? Tentu saja tidak. Isteri punya hak-hak harta yang dia usahakan sendiri, namun juga tak menutup kemungkinan bahwa penghasilannya ini adalah ladang amalnya ketika kemudian dia infakkan untuk keluarganya.
Sebagai contoh adalah isteri Rasulullah SAW yakni Bunda Khadijah ra., sosok pedagang sukses sehingga dari hasil pekerjaannya ini beliau nafkahi keluarga dan bahkan dapat menginfakkan hartanya untuk da’wah Rasulullah SAW. Sosok wanita lain adalah Zainab isteri Abdullah bin Mas’ud ra yang juga membiayai keluarganya bahkan dapat membiayai untuk anak-anak yatim. Jadi perlu pemahaman terhadap isteri akan masalah ini.
Nafkah dari suami juga tidak selalu berupa “semacam gaji rutin” yang diperoleh “paten” besarannya setiap bulan. Masing-masing keluarga punya cara sendiri, seperti memberikan berupa bahan-bahan mentah, susu, keperluan sekolah anak, kesehatan, dan lainnya seperti yang sudah Bapak lakukan sebenarnya juga dapat disebut nafkah. Nah, mungkin isteri masih membutuhkan uang “pegangan” untuk hal-hal yang tak terduga. Ini bisa dibicarakan, yang penting masing-masing ridlo.
Jika Bapak ada berilah sekecil apapun, sebagai tanda cinta Bapak. Suatu saat juga Bapak bisa mengetuk cinta isteri, dengan menyentuh kepeduliannya untuk berinfak dalam keluarga. Jadi antara suami-isteri yang terjadi adalah hubungan cinta, bukan hubungan dagang atau itung-itungan materi. Menurut saya, ini masih dapat diselesaikan baik-baik. Ajak isteri ke tempat yang nyaman untuk refreshing dan bicarakan masalah ini dalam suasana yang mesra. Jika Anda tidak memberi terlebih dulu, mungkin akan kehilangan peluang mendapatkan sesuatu dari isteri, hal yang lebih baik untuk kehidupan Anda di masa yang akan datang. Bpk Andi, ini sedikit saran dari saya, semoga dapat diambil manfaatnya.
Wallahu a’lam bissshawab.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ibu Urba