Assalamu’alaikum wr, wb.
Terima kasih sebelumnya saya ucapkan bu, karena sudah diizinkan untuk sharing. Begini bu, saya 28 tahun, sementara suami 29 tahun. Kami menikah pada 30 Januari 2006, dan Alhamdulillah saya telah di amanahi kehamilan yang berusia 3 bulan. Saya dan suami saya merasa bahagia sekali bu.
Yang jadi masalah bukan saya atau suami saya bu, tapi keluarga suami saya. Suami saya itu seorang mualaf bu, walaupun dulu keluarga suami sempat tidak setuju dengan pilihan suami, tapi Alhamdulillah sekarang sudah berubah semua. Suami saya udah belajar berpuasa, sholat, menghafal doa dan sudah membiasakan salam kalau berangkat kerja.
Yang ingin saya tanyakan adalah begini bu:
1. Karena sebagian besar saudara suami saya itu nasrani, bolehkan saya menghadiri perayaan hari besar mereka dan makan hidangan yang disajikan? Saya juga tau itu makanan halal bu baik cara masak/ dibelinya dengan hasil kerja keras, karena saya sendiri ikut memasaknya.
2. Seluruh saudara suami baik kepada saya bu, bahkan sangat menghormati saya, hanya ada 1 kakak perempuan suami saya yang memiliki sifat agak buruk, dia pelit sekali bu, bahkan sama sodara kandungnya sendiri, gampang tersinggung dan kadang agak jahat, bagaimana saya seharusnya bersikap kepada kakak ipar saya itu bu? Soalnya saya jadi males kalau disuruh ke main ke rumahnya.
3. Salah satu kakak perempuan suami yang lain memiliki ekonomi yang sulit bu, bolehkan saya membantunya, padahal dia kan beda agama bu? Meskipun rejeki saya tidak berlebih, kalau ada rejeki selalu saya beri, kadang juga saya anterin beras bu. Tindakan saya ini benar atau salah ya bu?
Demikian pertanyaan dari saya bu, terima kasih atas jawabannya, dan mohon doanya ya bu, biar kehamilan saya senantiasa di beri kesehatan dan kelancara oleh Alloh SWT, dan keluarga saya dapat menjadi keluarga yang Sakinah ya bu.
Wassalamu’alaikum wr, wb.
Assalamualaikum wr, wb.
Ibu Anggraito yang budiman
Memiliki suami yang mualaf memang sepertinya banyak tantangan yang harus dihadapi ya bu, dari mulai mengajarinya tata cara ibadah hingga menyesuaikan diri dengan keluarga suami yang memiliki perbedaan prinsip.
Tapi saya yakin tampaknya ibu sudah cukup pandai menghadapi keluarga suami, hanya saja ibu bingung bagaimana seharusnya bergaul dengan keluarga suami yang berbeda agama.
Karena itu saya akan mencoba menjawab pertanyaan ibu mengenai hal tersebut.
1.Ikut merayakan hari besar agama memang seharusnya tidak diperkenankan dalam agama Islam, karena dikhawatirkan akan mempengaruhi aqidah kita. Namun apabila kita memiliki saudara yang beragama lain memang rasanya jadi sulit ya bu. Bila tidak menghadiri undangan mereka, ibu pasti khawatir mereka akan tersinggung.
Menurut hemat saya, bila hanya sekedar menghadiri dengan maksud menghargai tanpa harus mengikuti ritual keagamaan dan tanpa memberi ucapan selamat, mungkin masih diperbolehkan. Sedangkan memakan makanan yang dihidangkan dalam perayaan tersebut sejauh makanan itu halal tentu boleh-boleh saja, apalagi ibu turut memasaknya.
2. Bergaul dengan baik terutama dengan saudara suami sangat dianjurkan dalam Islam meskipun mereka berbeda keyakinan. Apabila salah seorang dari mereka memiliki sifat yang tidak terpuji, bukan berarti harus dijauhi. Memang menjadi hal yang wajar apabila ibu merasa tidak nyaman bila harus bersilaturahmi dan tidak menyukai sifat buruknya. Jalan terbaik memang tetap bersikap baik dan berusaha menghindari konflik dengan beliau.
3. Menyantuni saudara suami yang kurang mampu tentu sangat dianjurkan meski berbeda keyakinan. Bukankah Islam adalah agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam, karenanya agama Islam juga menganjurkan untuk saling berbagi kepada yang membutuhkan meski berbeda keyakinan.
Akhirnya, sebagai seorang muslimah yang memiliki suami mualaf, hendaknya ibu terus berupaya menjaga aqidah suami agar dapat istiqomah dan juga menjaga aqidah ibu agar tidak ternodai oleh hal-hal yang mengatas namakan toleransi dalam beragama. Saya doakan kehamilan ibu dapat terlewati dengan baik, serta lancar dan selamat saat persalinan nanti. Semoga Allah memberi karunia berupa anak yang shaleh/shalihat dan suami yang bisa menjadi qawwam agar dapat mewujudkan harapan ibu membangun keluaga sakinah, mawaddah, warahmah. Amin.
Wallahualam bishawab.
Wassalamualaikum wr, wb.