Assalaamualaykum warahmatullaahi wabarakaatuh,
Alhamdulillaah berkat doa dari Bu Urba, sebulan yang lalu saya (dosen, 28th) taaruf dengan seorang hafizhah (22th) yang juga berstatus mahasiswi bahasa arab. Kami dikenalkan melalui perantara dan sampai saat ini telah bertatap muka dua kali. Saya sangat bersyukur dengan hal ini karena saya tidak pernah membayangkan taaruf dengan hafizhah.
Namun seiring waktu, mulai terungkap hal-hal yang tidak saya perkirakan sebelumnya. Dia menginginkan calon suaminya berasal dari golongan/organisasi Islam yang sama (aswj ala Asy’ariah wa al Maturidiyah) ormas islam terbesar di negara kita. Sedang saya seringkali mengikuti kajian dari golongan/organisasi aswj ala Ibn Taymiyyah (ormas islam terbesar kedua).
Sempat bingung juga dengan “syarat” yang dikemukakan, karena saya tidak mendapatkan sebuah alasan kuat dibalik itu. Aqidah kedua organisasi memang sedikit beda namun tidak sampai mengeluarkan pengikutnya dari Islam. Itu pedoman saya. Memang kedua ormas ini memiliki beberapa ubuddiyah yang beda…
Saya butuh masukan dari Ibu, mungkin sering mendapati kasus serupa. Apakah kesamaan organisasi dapat dibenarkan sebagai salah satu syarat mencari pasangan?
Terima kasih
Wassalamualaykum warahmatullaahi wabarakaatuh
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuhu,
Saudara Joko Mahbub yang diberkahi Allah, saya dapat memahami yang Anda rasakan. Demikianlah cara yang dianjurkan sebelum dua orang yang berlawanan jenis menjalin pernikahan, mereka dianjurkan melakukan ta’aruf bukan dengan pacaran yang cenderung mengumbar inafsu.
Saudara Joko mahbub, saya ikut berdoa agar anda mendapat kebaikan dari upaya taaruf yang sedang anda upayakan.
Terkait pertanyaan Anda, memang sebenarnya ada istilah kufu dalam Islam. Kufu berarti sama, sederajat, sepadan atau sebanding. Maksud kufu dalam perkawinan yaitu : laki-laki sebanding dengan calon istrinya, sama dalam kedudukan, sebanding dalam tingkat sosial dan sederajat dalam akhlaq atau kekayaan.
Ibnu hazam berpendapat, tidak ada ukuran-ukuran kufu. Ia beralasan, semua orang Islam adalah bersaudara.
Sementara ulama yang lain berpendapat, ukuran kufu adalah sikap hidup yang lurus, bukan dengan ukuran kekayaan, keturunan dan pekerjaan. Jadi seorang lelaki yang shalih walaupun keturunannya rendah, berhak untuk menikah dengan perempuan yang memiliki kemahsyuran. Lelaki fakir berhak menikah dengan wanita yang kaya, dengan syarat bahwa pihak lelakinya adalah seorang muslim yang menjauhkan dirinya dari meminta-minta.
Allah berfirman :
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
(AQ Al Hujurat ; 13)
Ayat ini mengakui bahwa kejadian dan nilai kemanusiaan itu sama pada semua orang. Tak ada seorang pun yang lebih mulia dari yang lain kecuali karena taqwanya kepada Allah, yaitu menunaikan hak Allah dan hak manusia.
Begitupun dengan jawaban Ali bin Abi Thalib ketika ditanya ukuran kekufuan. Beliau menjawab, “Semua manusia kufu’ satu dengan yang lainnya, baik Arab dengan Ajam, Quraisy dengan Hasyim asal mereka sama-sama Islam dan beriman.”
Itu sebabnya saudara Joko, sekarang tugas anda adalah meyakinkan calon anda bahwa perbedaan organisasi dan pemilihan madzhab, semestinya bukan penghalang untuk menikahi seseorang selama aqidah dan akhlaknya bisa dipertanggungjawabkan. Tentu saja ini butuh perjuangan, kekuatan keyakinan anda yang akhirnya akan membantu anda untuk meyakinkannya. Jangan lupakan pula doa dan sandaran penuh kepada Allah, karena ini sumber kekuatan terbesar.
Semoga Allah member kemudahan menuju solusi yang terbaik untuk kelanjutan hubungan Anda berdua.
Wallahu a’lam bisshawab
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu
Bu Urba