Assalamu’alaikum
Saya membaca artikel Susahnya Meraih Kepercayaan Suami yang dikirim oleh Ibu AW.
Saya mempunyai masalah yang sama persis, hanya saja suami saya yang posisinya sama dengan Ibu AW.
Saya sangat kecewa, apalagi suami tidak hanya berhubungan dengan satu orang. Selain itu suami juga melakukan (maaf) kontak fisik dengan mantan-mantannya. Meskipun tidak sampai melakukan hubungan suami istri, tapi sempat ada peluk dan cium.
Hati saya sakit sekali, jika mengingat hal ini. Apalagi suami justru menyalahkan saya karena saya selalu uring-uringan. Sebenarnya saya ingin sekali memaafkan dan melupakannya. Saya tahu suami masih sayang sama saya, buktinya dia masih menikah dengan saya. Tapi hal ini sulit sekali…
Apa yang harus saya lakukan Bu? Bagaimana caranya mengembalikan semuanya menjadi baik-baik saja seperti dulu. Saya ingin percaya padanya… tapi saya takut dikhianati lagi.
Ba’da tahmid wa shalawat. Ibu yang shalihat, saya turut prihatin atas masalah yang tengah menimpa Ibu. Semoga Ibu diberi ketabahan oleh Allah swt .
Ujian sekecil apapun pada manusia pada dasarnya adalah penghapus dosa di dunia dan akan digantikan pahala berlipat di akhirat yang berlipat jika kita sabar. Mudah-mudahan suami melakukan perbuatan ini karena khilaf, mohon ampunan-Nya dan bertaubat nasuha. Jika toh tidak, paling tidak Ibu sudah mengingatkannya, selebihnya itu urusan suami dengan Sang Khaliq. Suamilah yang akan mendapat pengadilan setimpal di yaumil akhir nanti. Allah swt. Maha Adil, Bu..yakinlah!
Permasalahan yang Ibu hadapi sekarang adalah Ibu sulit mempercayai suami lagi karena kenyataannya perbuatan suami yang tidak terpuji terulang lagi pada wanita lain. Maaf peluk-cium bukan "sekedar" , tapi memang sudah keterlaluan. Pernah saya sampaikan di rubrik ini bahwa Forgiveness atau pemaafan dalam hal ini sangat berperan untuk memperbaiki persepsi istri terhadap suami. Dengan memaafkan maka akan muncul persepsi yang positif dan kepercayaan yang hilang mudah-mudahan akan kembali.
Kepercayaan dibutuhkan bukan untuk kepentingan suami tetapi untuk kepentingan Ibu sendiri mendapatkan rasa tenang dan terhindar dari kecemasan yang berlebihan. Ibu, berikan batas waktu Ibu untuk suami apakah dia mau menghentikan kebiasaannya yang tidak terpuji; ini sekaligus untuk menguji i’tikad baik suami. Jika dalam batas waktu itu, misalnya satu tahun, dia tidak berubah maka keputusan ada di tangan Ibu. Wanita yang baik mestinya mendapat laki-laki yang baik, dan laki-laki yang buruk untuk wanita yang buruk.
Dalam tenggat waktu itu bermusyawarahlah dengan pihak-pihak yang dapat membantu Ibu untuk mengingatkan suami. Ibu juga mengingatkansuami akan kepahaman agamanya, mulai rajin beribadah, dsb. Jangan bosan-bosan mengingatkan karena amal ini akan menjadi pahala Ibu. Jika suami memarahi,cobalah dievaluasi lagi apakah ada yang kurang dalam cara Ibu mengingatkan. Mungkin terlalu mendikte? Atau memaksa? Biarlah suami menyadari kesalahannya dan kemudian tumbuh motivasi internal untuk berubah. Inilah suatu proses yang menjadi ’mahal’ karena tergantung pada sejauh mana pertolongan dan hidayah Allah swt. pada suami. Namun do’a dan usaha Ibu sebagai istri yang shalihat semoga didengar Allah swt. untuk perubahan suami ke arah yang lebih baik. Amin.
Demikian yang dapat Ibu sampaikan, semoga keluarga Ibu diberi sakinah, hati Ibu tidak gelisah dan selalu tawakkal pada Allah swt. Mudah-mudahan yang sedikit ini ada manfaatnya. Amin.
Wallahu a’lam bissshawab.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ibu Urba