Assalamu’alaikum
Ibu Urba yang selalu di rahmati Allah SWT, saya punya pertanyaan seputar permasalahan keluarga saya.
Saya menikah dengan suami baru berusia satu tahun, dalam perjalanan sampai hari ini saya tidak bisa komunikasi dengan baik dengan suami saya, memang usia kami terpaut 11 tahun lebih tua suami saya dan sebelumnya kami tidak pernah pacaran hanya kenal beberapa bulan langsung menikah. mungkin inilah faktor kenapa kami tidak bisa komunikasi dengan baik.
Yang jadi pertanyaan saya,
1. Sampai sekarang saya tidak tau detail kerja suami saya tiap hari di rumah bekerja di depan komputer dan tidak tau berapa besar uang yang dimilik suami saya, tapi yang pasti tiap bulan saya terima gaji (istilah dari suami) dengan rutin dengan besaran yang cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
saya mau membicarakan hal ini tapi masih ada perasaan takut, bagaimana ini bu cara komunikasi biar tidak menimbulkan suami curiga/tersinggung? dan haruskah istri tau jumlah uang yang dimiliki suami ?
suami saya juga sering bilang " enak kamu tidak kerja apa2 tapi dapat gaji dari saya yang hampir sama dengan gaji kamu di kantor "
tiap kali perkataan itu terucap, sebagai istri saya sangat tersinggung tapi sy terus mencoba bersyukur & istighfar.
2. Saya bekerja sebagai karyawan swasta dengan gaji yang standart di kota tempat saya tinggal, tapi tidak tau kenapa suami selalu menghina penghasilan saya yang kecil, dan sekarang saya disuruh keluar kerja dengan alasan : biar saya buka usaha sendiri dan bisa bantu orang lain
tapi saya belum merasa mampu untuk mencapai pemikiran sejauh itu, tapi saya harus memutuskan untuk keluar kerja bulan depan, sekarang saya malah semakin takut jika nanti saya tidak punya pengahasilan sendiri apa suamiku semakin menghina saya ?
Tapi kalau saya tidak keluar kerja dengan gaji yang cukupan, saya tidak akan bisa beli apa2& tidak akan pernah jalan2 bahkan tidak akan pernah bisa menyumbang.karena keinginan itu saya sendiri yang harus keluar uang. suami hanya mau keluar uang bulanan untuk kebutuhan sehari-hari dan selebihnya saya sendiri yang nanggung.
bagaimana bu urba mengatasi hati yang kalut ini ??
3.Suami saya selalu membanggakan keluarganya dan selalu meghina keluarga saya, bahkan apa yang saya lakukan tidak perna dapat pujian, tapi malah membandingkan dengan keluarganya.
padahal sepengetahuan saya apa yang dilakukan oleh keluarganya biasa2 saja, tapi kenapa dia meras tidak bisa menilai orang lebih dari keluarganya ??
dan yang paling menyakitkan setiap kali ada sesuatu yang lebih tau keluarganya, dan saya baru tau ketiaka saya merasa ada yang aneh dan saya beranikan untuk bertanya dia baru jawab&bercerita.
apa ada yang salah dengan suami saya??? atau memang sayanya yang belum pantas jadi istri sehingga suami merasa tidak nyaman untuk diskusi dengan saya.
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,
Ibu Hamba Allah yang disayangi Allah SWT,
Saya turut prihatin atas keadaan yang menimpa Ibu, memang usia setahun pernikahan adalah masa adaptasi, pada masa ini akan muncul hal-hal yang merupakan sifat asli pasangan. Masa perkenalan yang panjang tidak menjamin komunikasi yang sehat setelah menikah; kuncinya dalam komunikasi ini ada pada apakah masing-masing dapat membuka diri, kemudian saling memahami kondisi pasangan.
Tentang pertanyaan ibu, akan saya jawab sbb.
1. Suami Ibu bekerja di rumah, di depan komputer, namun Ibu tidak mengetahui apa yang dikerjakannya selama setahun ini? Wah, ini memang agak aneh, Bu. Kenapa tidak Ibu tanyakan secara langsung, ketika Ibu sedang duduk santai di rumah bersama suami, misalnya? Tanyakan dengan lembut agar dia tidak tersinggung.
Memang dalam berumah tangga tidak dijamin bahwa ta’aruf dan tafahum (saling mengenal dan memahami) antar suami istri akan terjadi dengan serta merta. Sering dibutuhkan waktu panjang, bahkan sepanjang usia pernikahan adalah masa yang terus menerus untuk ta’aruf dan tafahum. Sadari bahwa pasangan kita adalah manusia yang dibesarkan dan tumbuh dengan latar belakang yang khas, bisa jadi berkebalikan dengan kondisi kita. Pola asuh orang tua adalah salah satu penentu ciri kepribadian yang penting dalam kehidupan dan seringkali bersifat permanen karena sudah terinternalisasi cukup lama. Namun bukan tidak mungkin dari perbedaan-perbedaan itu akan saling melengkapi asalkan ada saling pengertian. Perasaan kesenjangan antar suami-istri biasanya disebabkan oleh jurang perbedaan yang diperlebar oleh ketiadaan komunikasi. Minimal mengkomunikasikan bahwa masing-masing adalah manusia yang punya kekurangan. Kemampuan mengenali diri dan mengenali orang lain (pasangan) adalah ketrampilan yang dibutuhkan dalam rumah tangga, nampaknya hal ini harus Anda wujudkan bersama dengan suami ke depan. Kesenjangan usia yang terlalu lebar memang dapat menjadi penyebab hambatan komunikasi, namun tidak selalu, artinya hal ini dapat terbantahkan. Bukankah Rasulullah saw sendiri menikahi wanita (Ibunda Khadijah ra) yang jauh lebih tua? Ukurannya adalah keimanan dan akhlak karimah antar pasangan.
2. Kalau suami memberi nafkah pada istri, itu memang kewajibannya dalam pernikahan. Jadi tidak ”sekedar” gaji seperti yang dia persepsi. Coba Ibu dekatkan suami pada pemahaman agama yang benar, tentang apa saja kewajiban suami dalam rumah tangga. Hal ini untuk menghindari kata-kata yang tidak mengenakkan ketika dia memberi nafkah pada Ibu. Selidiki pula Bu, apakah suami ridlo Anda bekerja. Kalau dia di rumah dan Anda bekerja di luar, kadang hal ini semakin menjauhkan hati Anda dan kebuntuan komunikasi dapat terjadi. Namun solusinya tidak selalu harus keluar kerja. Cobalah bermusyawarah apa yang sebaiknya Anda dan suami lakukan dan tidak lakukan. Ingatkan pada komitmen pernikahan bersama.
Ibu, sikap ketertutupan (intovert) memang harus diimbangi dengan keterbukaan dari pasangannya. Cobalah melalui Istri yang berusaha menciptakan suasana keterbukaan itu. Tanyakan atau komentari hal-hal yang kecil dan nampak sepele, namun sebenarnya dapat membuka kebisuan, ajak berdua melakukan refreshing. Mungkin memang Anda belum terlalu saling mengenal, namun ini bisa Anda ciptakan dalam rumah tangga. Lakukan semacam sambung rasa, saling mengungkapkan diri secara konkrit apa yang dirasakan dan dimaui oleh masing-masing; hal ini akan mendekatkan hati, dan ini juga dilakukan oleh salah seorang sahabat Rasul dahulu ketika mereka mau menginjakkan hidup ke pelaminan. Carilah persamaan masing-masing, terutama persamaan visi berumah tangga.
Ibu yang shalihat, hindarkan egoisme diri, jangan bersikap su’udzan, karena dapat menjadi do’a. Jangan-jangan malah terjadi seperti yang Anda sangkakan. Bersikap husnudhanlah, kembangkan senyum tulus, siapkan bajunya sewaktu mau mandi, biasanya seorang laki-laki akan luluh hatinya dengan kelembutan dan perhatian-perhatian sekalipun itu kecil. Hemat saya, bersabarlah dan jangan terburu mensugesti bahwa dua hati tak mungkin bersatu.
3. Jika suami sering membanggakan keluarganya, mungkin ada hal yang istimewa pada keluarga tersebut. Cobalah cari tahu, jangan menganggap biasa-biasa saja kalau Ibu belum menyelidikinya. Ingat Bu, lamanya sumai bersama dengan keluarganya jauh lebih panjang dibanding bersama Anda; wajar jika ikatan pada keluarga demikian besar. Bhakan kewajiban laki-laki pada Ibunya tidak berhenti meskipun laki-laki tersebut sudah menikah. Ibu, berdoalah dengan wirid rabithah/ wirid untuk menyatukan hati. Ada buku do’a Al Ma’tsurat yang bagus Anda baca pagi dan petang. Semoga Allah swt memudahkan usaha Anda untuk melunakkan hati suami, semoga hati suamipun dibukakan oleh-Nya agar dapat menepati kewajibannya menjadi suami yang shalih. Saya harap ke depan Anda dan suami dapat menciptakan suasana sakinah mawaddah wa rahmah; keluarga yang tentram penuh cinta dan rahmat. Kesabaran Ibu untuk mencoba bertahan semoga tercatat sebagai amal shalih yang memberatkan timbangan di yaumil hisab nanti. Amin.
Wallahu a’lam bisshawab,
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ibu Urba