Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Saya mau sedikit cerita ustadz sebelum saya bertanya tentang dilema dalam hati saya selama ini.
Belum pernah saya menanyakan hal ini kepada orang terdekat/teman terdekat sekalipun, karena menurut saya
ini sesuatu yang sangat privasi.
Saya bertemu dengan istri saya/bisa dibilang pacaran selama setahun, pada saat istri saya kuliah di salah satu universitas di Jakarta.
Setahun kami pacaran (kondisi saya saat itu baru lulus kuliah, namun kuliah yang ikatan dinas jadi langsung kerja, tinggal tunggu di tempatkan saja) istri saya minta dinikahi.
akhirnya belum satu tahun saya bekerja, saypun menikahi istri saya tersebut.
Saat pacaran dulu pernah saya membawanya ke rumah orang tua saya, awalnya kondisinya baik2 saja. Hingga suatu ketika Orang Tua saya menasihati istri saya pada saat dateng ke rumah. Istri saya typenya tidak suka dibilangin orang, sehingga ada perasaan dendam dalam hatinya.
Pada saat akan menjelang pernikahan, ayah saya tercinta tidak menyetujui saya menikah di usia yang masih semuda itu, menurut beliau. Dan baru saja bekerja, belum bisa menikmati uang hasil keringatnya sendiri untuk seneng2. Begitu kata ayah saya. Namun saya tetap bersikukuh menjalankan pernikahan itu.
Karena lokasi yang berjauhan antara saya di sekitar jakarta dan rumah istri di jawa timur, maka tidak banyak keluarga besar saya yang dapat mengantarkan saya ke pernikahan saya saat itu. Termasuk Ayah saya yang juga belum mau untuk berangkat mengantarkan pernikahan saya saat itu.
Hingga menjelang berangkat seluruh keluarga membujuk Ayah saya untuk berangkat, yang pada akhirnya beliau bersedia juga untuk berangkat.
Karena lokasi yang berjauhan, dan memang dikeluarga saya selama ini klo pihak laki yang dinikahi, maka tidak banyak yang bisa dibantu oleh pihak keluarga saya. Sehingga kami hanya datang saja pada saat itu tanpa membantu apa2. dan hal itu menambah kebencian istri terhadap keluarga saya.
Beberapa hari setelah nikah, saya langsung membawa istri saya ketempat dimana saya bekerja, yakni di pulau sumatera.
Setahun setelah saya bawa ketempat saya bekerja, istri saya mendapat pekerjaan sebagai PNS disana.
Saat ini, telah 3 tahun saya menikah namun belum diberi keturunan. dan sikap istri terhadap keluarga besar saya masih sama sejak awal menikah, yakni BENCI.
Apabila mendengar nama keluarga saya langsung dia marah terhadap saya. Dia termasuk type yang suka meledak2. Bahkan bisa dibilang berusaha untuk memutuskan saya dengan keluarga saya, dengan coba menghapus nomor telp. keluarga saya yang ada di hp saya. Namun alhamdulillah saya dapat menghafal beberapa nomor HP keluarga saya, terutama orang tua dan keluarga inti, spt kakak2 saya.
Sehingga setiap saya telp ke keluarga saya saya selalu berbohong.. apa bila jujur, jadinya marah. Bahkan sampai mengancam untuk bercerai dengan saya.
Pada dasarnya ia orang yang sangat baik, namun hanya terhadap saya, tidak ke keluarga saya.. Jujur, Penyayang, Setia, dan baik sekali..
3 tahun nikah, telah beberapa kali kami pulang ke rumah orang tuanya, namun baru 2 kali ke Jakarta. Itupun hanya beberapa hari dan pada waktu lebaran saja..
Saya selau baik kepada mertua saya, tidak pernah sekalipun saya jaht terhadap mereka, namun itu tidak didapatkan istri saya terhadap keluarga saya. meskipun selama ini sikap orang tua saya selalu baik terhadapnya. Memang dia tidak pernah menunjukkan tidak sukanya terhadap keluarga saya secara langsung, tp dengan tidak pernah dateng ke jakarta, dan tidak pernah bicara di telp dengan orang tua saya, telah membuat orang tua saya berkesimpulan kalau saya dihalang2i oleh istri untuk bisa berkomunikasi dengan mereka. Saya pun terpaksa menutup2i semua itu.
Bahkan, ketika kami ke jakarta pun, tidak menginap di tempat keluarga saya. melainkan di Hotel.
Ada peristiwa yang membuat saya berpikir dengan sangat keras, bahkan untuk mengambil tindakan yang paling Allah Benci, yakni perceraian, ketika kakak saya tertua dateng ke kota tempat saya bekerja. Saat itu istri saya tidak mau menemui, sehingga sayapun berbohong dan blang dia sedang ke luar kota. Ada Dinas Luar. Saat saya berbicara dengan Kakak saya, dia bercerita banyak tentang Orang Tua…
Suatu ketika keluarga saya dan semua anak menantu pergi berlibur di puncak Bogor, villa kakak saya. mereka berkumpul bersama, bercanda2. dan pada suatu kesempatan Ibunda saya tercinta terlontar kata "Wah Saya seperti anak HILANG saja.. Sejak nikah malah jarang berkumpul dengan keluarga"
Bak tersambar petir di siang bolong rasanya mendengar itu. Hampir menangis saya mendengarnya, apabila bukan kondisi ditempat umum dan di depan kakak saya saat itu.
Saya tidak yakin perkataan saya didengar oleh istri saya itu, apalagi terkait keluarga saya apapun yang saya katakan selalu tidak benar. Pernah suatu saat kita bertengkar hebat, saya berkata "saya cuman pengen ada keajaiban yang bisa mengubah sikap kamu terhadap keluargaku", malah dia makin nangis dan minta Cerai….
Tolong saya ustadz.. apakah benar tindakan saya apabila saya memutuskan tali pernikahan ini???saya hanya takut jadi anak durhaka…meskipun hampir setiap minggu saya menghubungi keluarga tercinta saya, terutama ayah dan ibu saya..
mohon petunjuknya
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuhu
Sdr Andri yang dirahmati Allah,
Saya memahami adanya konflik yang Anda alami, antara keberpihakan pada keluarga atau kepada istri. Namun perlu disadari bahwa berbakti kepada orang tua adalah ibadah dan menikah juga ibadah. Idealnya, karena keduanya sama-sama ibadah, tidak saling bertentangan. Bila ada pertentangan, maka tugas Anda adalah membuat jembatan agar pertentangan itu tidak menjadi semakin lebar. Anda perlu jernih dan tidak terbawa emosi dalam mengambil keputusan.
Sdr Andri yang dirahmati Allah,
Tengoklah ke belakang. Anda mendapatkan istri dengan perjuangan yang tidak mudah, namun karena izin Allahlah Anda dapat mempersuntingnya. Pilihan yang Anda jatuhkan bukan dipaksa pihak manapun, bukan? Bahkan semula orangtua Anda terutama Ayah Anda berkebaratan, namun karena kemantapan hati Anda dan atas bantuan keluarga besar akhirnya Ayah andapun dapat mengerti keinginan anaknya. Ni’mat ini perlu terus disyukuri.
Sdr Andri yang dirahmati Allah,
Persiapan berkeluarga bukan hanya batiniah dan materi, namun juga bagaimana dapat menerima keluarga masing- masing, termasuk menerima kekurangan pasangan. Sebagai imam keluarga, tugas Anda saat ini dan yang akan datang adalah menjadi imam bagi keluarga, pengarah keluarga anda dalam kebaikan. Maka Anda berkewajiban mendidik istri anda jika masih ada kekurangannya. Setiap manusia pasti ada kekurangannya, bukan? Andapun mengakui kelebihan istri Anda yang lain, betapa indah akhlak istri, seperti jujur, penyayang, setia dan baik sekali..subhanallah…janganlah karena ada kekurangannya, maka Anda melupakan kelebihannya yang lain. Sdr. Andri, cobalah selami perasaannya…nampaknya ada kebencian masa lalu yang belum terobati. Dalam hal ini, hati istri Anda sedang sakit, sehingga perlu diobati, bukan ditinggalkan. Niat dan perilaku bakti yang anda tunjukkan pada orangtua dan kakak-kakak Anda insya Allah tidak akan sia- sia. Semua itu tetap akan tercatat sebagai amal sholih. Namun ingatlah bahwa Anda punya kerajaan kecil yang masih dalam proses tegak dan dibangun. Mungkin ada bagian yang belum sempurna pembangunannya. Masih perlu dipoles di sana- sini, maka janganlah sampai mudah diguncang badai dari luar. Jadikanlah ketaqwaan menjadi tujuan bersama Anda dan istri, ingatkan jika dia lupa, ajak mencari ilmu agar bertambah pemahamannya tentang akhlak pada mertua.
Ayat yang mulia telah menerangkan
“Wahai manusia, Kami telah menciptakan kamu dari jenis laki-laki dan perempuan. Dan Kami telah jadikan pula kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal . Sesungguhnya yang lebih mulia di antara kalian adalah yang paling bertaqwa di antara kamu.”(AQ S Al Hujurat !3)
Ayat ini mengakui bahwa kejadian dan nilai kemanusiaan ini adalah sama pada semua orang. Tak ada seorang pun yang lebih mulia kecuali karena taqwanya kepada Allah.
Saudari Andri, perbanyak sholat hajat agar Allah melunakkan hati istri agar bisa menyatu dengan orang tua dan keluarga Anda. Jadilah suami yang dapat berdiri di tengah secara adil, menegakkan bahtera ketika oleng. Semua ini akan menjadi pahala Anda yang akan diperhitungkan di yaumil akhir, insya Allah. Teriring do’a dari saya agar Anda dapat membimbing istri tercinta.
Wallahu a’lam bisshawab,
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuhu
Bu Urba