Anak Sering Bolos Sekolah dan Keluyuran Malam

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ibu Rr. Anita Widayanti, SPsi.

Pada kesempatan ini saya mau bertanya tentang bagaimana mendidik anak, mudah-mudahan Ibu Anita dapat membantu mencarikan jalan keluar yang Islami.

Saya mempunyai anak sulung berumur 15 tahun dan sekarang duduk di kelas 1 SMA. Sebelumnya 3 tahun di pesantren.

Permasalahan yang saya hadapi:

1. Anak saya sering bolos sekolah, terutama pada semester ke II dan mulai merokok. Padahal dia saya masukkan ke SMA karena permohonannya dengan alasan kalau dia di rumah, maka kami akan bisa melihatnya belajar dan ngaji. Ternyata setelah 10 bulan, itu hanya ucapannya saja. Boro-boro belajar di rumah, sekolah pun tidak.

2. Lima bulan terakhir sering keluar malam, mulai dari 2 minggu sekali hingga setiap malam. Awalnya pulang jam 9 malam akhirnya pulang 1 – 3 pagi bahkan shubuh.

3. Awalnya selalu shalat berjama’ah di masjid terutama Shubuh, Maghrib dan ‘Isya, sekarang sudah mulai jarang.

Sebagai orang tua, saya dan isteri tentunya khawatir akan keselamatan dunia dan akhiratnya dengan perubahan tingkah lakunya yang cukup drastis. Kami khawatir dia terjerumus lebih dalam. Setelah setiap hari kami menasehatinya dengan sesekali memarahinya, akhirnya kami mengambil tindakan yang cukup keras dengan melarangnya keluar sama sekali. Baru bisa diterapkan 2 hari ia malah kabur selama 10 hari. Banyak yang bilang anak remaja seperti itu jangan dikerasi.

Alasan anak saya melakukan semua itu karena:

1. Mulai kelas 3 Tsanawiyah anak-anak sering bolos dan kabur bergerombol dari pesantren 3 – 7 hari. Saya tanya ke pihak pesantren, mereka jawab kalau anak kelas 3 sudah tradisi kabur, nanti juga tidak. Merokok juga belajar di pesantren, saya tidak merokok, tapi banyak ustadz, bahkan kiayinya merokok.

2. Di pesantren sering begadang, akhirnya mengantuk kalau harus sekolah pagi.

3. Shalat berjama’ah di masjid tidak khusyu’ lagi pula sudah bosan di pesantren berjama’ah terus.

Sementara ini kami mengambil kebijakan dengan membujuk dengan berusaha sesabar mungkin menghadapi pembangkangannya, tapi sampai kapan kami bisa membiarkan dia menyia-nyiakan waktu seperti ini dan terus berbohong. Tentunya kami terus-menerus berdo’a setiap selesai shalat fardhu. Anehnya sesekali sepertinya ia sadar dengan rajin shalat berjama’ah dan rajin ke sekolah, tapi lebih sering kumatnya.

Saya berencana kalau dia bulan Juni nanti tidak naik kelas, mau saya pindahkan ke pesantren atau ikut saudara di kota lain. Tapi dia mengancam akan kabur dan isteri saya khawatir kalau kita paksakan untuk keluar rumah dia akan semakin brutal dan tidak akan sekolah lagi.

Sebenarnya isteri saya sudah bingung karena dia sudah melawan terus, dan sejak 5 bulan yang lalu karena pekerjaan, saya hanya berada 2 hari dalam seminggu di rumah.

Pertanyaan saya adalah:

1. Misalnya setelah saya memberi kesempatan untuk sekolah dengan baik di pesantren atau ikut dengan saudara, ternyata dia kabur lagi, lalu kami lepas tangan dan tidak mau mengurusnya lagi dan membiarkannya terlunta-lunta. Biarlah kami kehilangan seorang anak, daripada mempunyai anak yang tidak berguna. Apakah itu diperkenankan oleh agama? Atau

2. Kami harus terus menerus bersabar sampai akhir hayat, tidak putus asa dengan datangnya hidayah Allah, sebagaimana bersabarnya Nabi Yakub as yang akhirnya putra-putranya bertobat. Atau sabarnya Nabi Nuh as yang ridha melihat kedurhakaan putranya, sehingga mendapat murka Allah swt.

3. Kewajiban untuk menasehati anak kami, tentunya sampai akhir hayat kami. Tapi sampai umur berapa saya berkewajiban menurut agama, kami ayah dan ibunya harus memberi nafkah dan menyekolahkannya. Apakah sampai anak saya berumur 18 tahun atau 21 tahun atau berapa?

Apakah masih mungkin anak saya masuk ke pesantren, karena sekarang dia sudah tidak suka dengan pesantren? Di mana saya bisa berkonsultasi tentang putra saya ini atau bimbingan konseling yang Islami di kota Bogor?

Sangat ditunggu jawabannya.

Atas perhatian dan bantuannya diucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Assalammu’alaikum wr. wb.

Bapak Ludi yang penyabar,

Terimakasih atas kesabaran bapak untuk menunggu jawaban dari saya. Permasalahan anak bapak demikian kompleks rasanya sulit untuk bisa menuangkan hanya dalam beberapa bait paragraf tertulis. Nampaknya bapak memang membutuhkan bantuan konseling untuk anak remaja. Tanggapan saya mungkin hanya sekedar menghargai apa yang sudah bapak tulis.

Salah satu permasalahan yang ada di pesantren adalah anggapan orangtua bahwa pesantren adalah bengkel tempat mereparasi perilaku anak mereka yang tidak dapat dikendalikan. Akibatnya pesantren tertentu jadi tempat berkumpulnya anak-anak yang memiliki masalah. Dan jika pesantren tersebut tak memiliki metode yang tepat dalam memperbaiki perilaku anak maka yang terjadi perilaku tersebut tidak hilang justru menyebar kepada anak-anak lainnya yang awalnya tidak bermasalah.

Sebagaimana anda katakan 3 tahun di pesantren malah menambah masalah perilaku seperti merokok karena para kyainya juga melakukan hal tersebut. Beberapa pesantren kadang masih menggunakan sistem hukuman yang tidak berimbang kepada anak dalam upaya membentuk perilakunya. Padahal hukuman yang tidak dilakukan dengan cara yang bijak hanya akan membentuk perilaku sementara. Artinya perilaku tersebut dilakukan anak hanya dalam lingkungan tempat diberlakukannya hukuman itu dan karena pembiasaan perilaku bukan datang darikesadaran anak maka mudah hilang ketika berganti lingkungan.

Saya memahami betapa sulitnya bersabar terhadap anak remaja seperti anak bapak. Hanya hubungan orang tua dan anak sampai kapanpun takkan berubah statusnya, artinya meski bapak menolaknya dia tetap anak bapak dan akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di hari akhir. Jadi menurut saya bapak tak punya pilihan selain bersabar dan terus berusaha memperbaikinya sebagaimana kesabaran nabi yakub atas anak-anaknya dan juga kesabaran nabi nuh ketika berbagai usahanya tidak berhasil dan akhirnya harus ridho dengan kedurhakaannya. Namun ingat mereka tidak pernah membuang anaknya atau membiarkannya terlunta-luntah tanpa usaha untuk terus membimbingnya ke jalan yang benar. Jika akhirnya tidak dapat ditolong maka itulah takdir yang harus diterima setelaH SEMUA USAHAdilakukan sampai akhir.

Jika bapak pernah melihat iklan AQUA di TV di mana diperlihatkan sebuah botol minum yang berisi air berwarna kemudian dituangkan terus air jernih kedalamnya maka lama kelamaan air dalam botol tersebut berubah warna menjadi jernih dan tidak lagi ada warna tersisa di dalamnya. Ibaratnya jiwa manusia pun demikian pak, jiwa yang keras dan terkotori dengan banyak hal akhirnya bisa bening juga jika terus diberikan kebaikan kepadanya. Itulah mengapa Allah dalam salah satu ayatnya meminta Rasul senantiasa berhati lembut dalam berdakwah sehingga kita menemukan bagaimana rasul dalam dakwahnya senantiasa membalas perlakuan buruk padanya dengan sikap tulus yang baik dan akhirnya mampu meluluhkan hati orang-orang yang tertutup. Memperlakukan anak yang bermasalah dengan kekerasan sering tidak mendatangkan hasil karena tidak dapat menyentuh akarnya.

Sedangkan langkah bapak yang hendak menjauhkannya dari lingkungannya yang buruk merupakan keputusan yang baik, namun sebaiknya tidak lepas tangan dengan mengembalikan lagi ke pesantren atau diserahkan kepada saudara begitu saja. Jika harus ke pesantren maka telitilah dulu keadaan pesantren tersebut dan jika hendak diserahkan ke saudara apa alasannya? jangan sampai anak hanya merasa disingkirkan oleh kedua orangtuanya.

Dugaan saya anak bapak punya masalah dalam dirinya yang harus diselesaikan dulu sebelum memintanya untuk melakukan ini dan itu (sekolah dan sebagainya) dan itu yang harus diselesaikan dan jika bapak kesulitan nampaknya memang perlu ada proses konseling. Salah satu bentuknya mungkin anak bapak membutuhkan pendampingan dari orang yang dapat menjadi teladan untuknya menemukan eksistensi dirinya.

Dalam hal ini saya mengenal beberapa kawan konselor remaja yang mungkin dapat membantu. Jika bapak berminat bisa mengubungi saya dulu dengan meminta nomor HP saya di redaksi era muslim. Saya turut bersimpati kepada bapak sekeluarga, semoga Bapak sekeluarga senantiasa diberikan kesabaran oleh Allah dalam menghadapinya. Wallahu’alambishshwab

Wassalammu’alaikum wr. wb.

Rr Anita W.