Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Bu apakabar
Saya mau menanyakan apakah bisa bila kita dapat membentuk seorang anak yang cerdas bila pada dasarnya biasa saja kalau di perhatikan anak yang cerdas itu sudah dilahirkan memang cerdas jadi memang kecerdasannya di dapat atau memang di takdir untuk cerdas. Apakah mungkin saya membentuk seorang anak yang cerdas yang sanggup untuk bersaing dengan anak yang berbakat cerdas ( tercipta untuk cerdas ) sedangkan si anak biasa aja karena di era sekarang bila tidak mempunyai kecerdasan untuk bisa eksis sangatlah berat mungkin juga bisa tersingkir. Sehingga saya berusaha untuk memberikan asupan gizi yang baik, kursus pendidikan sebagai tambahan, perhatian kasih sayang dll itu pun sudah saya ketika masih dalam kandungan tapi sayang anak tersebut hanyalah biasa saja dari integensinya
Mohon penjelasannya
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
ranadjaja
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuhu
Bp. Ranadjaja yang dirahmati Allah swt.,
Alhamdulillah kabar kami sekeluarga sehat,trimakasih.Saya salut kepada Anda bahwa sebagai seorang Bapak, Anda menunjukkan hal yang begitu mulia, yakni perhatian terhadap perkembangan anak; ini adalah suatu hal yang patut ditiru dan dicontoh oleh orangtua lain. Pak, Anda adalah salah satu Ayah yang peduli, peduli bahwa pengetahuan dalam pengasuhan harus terus dicari dan dicari, tak kenal lelah apalagi malu bertanya. Saya melihat semangat Bapak yang luar biasa untuk menghasilkan putra terbaik yang akan meneruskan perjuangan orangtuanya, juga bagi bangsa dan ummat kelak. Salut buat Bapak…
Bp. Ranadjaja yang dirahmati Allah swt.,
Usaha yang telah Anda lakukan untuk memberi asupan gizi, kasih sayang, kursus pendidikan sebagai tambahan, semua itu tidak sia-sia insya Allah, Pak. Hasilnyapun tidak cukup jika hanya diukur oleh satu aspek yang bernama kecerdasan…indikatornya lebih dari ukuran angka yang muncul dalam bentuk skor inteligensi atau yang dikenal sebagai IQ maupun nilai rapor. Inteligensi juga didefinisikan bermacam-macam oleh para ahli. Sebagai contoh saya kutip pendapat tokoh pionir dalam pengukuran inteligensi yang bernama Binet, dia berpendapat bahwa sifat hakikat inteligensi itu ada 3 macam, yakni:
a. kecenderungan untuk menetapkan dan mempertahankan (memperjuangkan) tujuan tertentu. Makin cerdas seseorang akan makin cakaplah dia membuat tujuan sendiri, punya inisiatif sendiri, tidak menunggu perintah saja; dan makin cerdas seseorang maka dia akan makin tetap pada tujuan itu, tidak mudah dibelokkan oleh orang lain dan suasana lain.
b. Kemampuan untuk mengadakan pennyesuaian dalam mencapai suatu tujuan; jadi makin cerdas seseorang maka akan dapat menyesuaiakan cara-cara menghadapi sesuatu dengan semestinya dan makin dapat bersikap kritis.
c. Kemampuan untuk otokritik, yakni kemampuan untuk mengkritik diri sendiri, kemampuan untuk belajar dari kesalahan yang telah dibuatnya. Makin cerdas seseorang maka ia akan makin dapat belajar dari kesalahannya; kesalahan yang telah dibuatnya tidak mudah diulangi lagi (dikutip dari buku Psikologi Pendidikan oleh Sumadi Suryabrata, 1984).
Nah, nampak bahwa anak yang cerdas bukan hanya yang bisa mengerjakan soal matematika, IPA, Bhs. Indonesia atau soal-soal akademis yang lain, tapi juga menyelesaikan soal-soal kehidupan. Menurut hemat saya bapak tidak perlu sangat merisaukan skor IQ anak Bapak, kecuali jika dari pengukuran berulang skornya jauh di bawah rata-rata maka saya kira perlu dukungan sekolah yang sesuai. Namun kalau anak Bapak tidak menjadi lima atau sepuluh besar di kelasnya, masih banyak kemungkinan yang menjadi faktor pengaruh, belum tentu karena anak bapak tidak cerdas. Bukankah Einstein si jenius itu juga ketika kanak-kanak dikira anak bodoh? Jadi Bapak mestilah tenang dan proporisonal dalam memandang masalah ini.
Bp. Ranadjaja yang dirahmati Allah swt.,
Apa yang disebut kecerdasan dipahami oleh para ahli bukan satu-satunya ukuran keberhasilan seseorang, mungkin hanya sekitar 20-25% saja pengaruhnya. Selebihnya keberhasilan ditentukan hal-hal di luar kecerdasan. Memang benar bahwa faktor dasar/ genetik ada pengaruhnya, namun lingkungan juga diakui berperan dalam mengoptimalkan kemampuan anak ini. Studi pada orang tua yang kurang cerdas ternyata tidak selalu menghasilkan anak yang kurang cerdas begitupun sebaliknya, jadi faktor dasar tidak cukup kuat. Apa yang sudah Bpk lakukan pada anak Anda perlu dijaga dan ditingkatkan kualitasnya; perangsangan sedini mungkin akan lebih berpengaruh dibanding jika ketika sudah besar. Iringi sentuhan pembelajaran anak dengan pengajaran nilai-nilai, seperti kejujuran, hormat, setia, tanggungjawab, dan terlebih keimanan kepada Allah swt. Semoga usaha Bpk. Akan membuahkan hasil. Amin.
Sekian apa yang dapat saya sampaikan, semoga bermanfaat.
Wallahu a’lam bisshawab,
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuhu
Bu Urba