Assalamu’alaikum. Wr.Wb.
Ibu Evi Risna Yanti, saya Rani. Saya mohon masukan Ibu untuk permasalahan hukum yang sedang saya hadapi. Adapun permasalahannya adalah sebagai berikut:
Pada tahun 1994 saya menikah dengan seorang lelaki yang sebelumnya non Muslim. Sebelum pernikahan, beliau memeluk agama Islam. Sehingga pernikahan kami dilangsungkan menurut tata cara agama Islam. Tetapi dalam perjalanan pernikahan kami, saat ini sudah lebih kurang satu tahun terakhir, kami berpisah karena ia kembali ke agamanya semula, dan saya berniat mengajukan Gugatan Cerai. Kemana saya harus mengajukan Gugatan Cerai, karena kami sudah berbeda agama?
Dari pernikahan, kami dikaruniai 2 orang putri. Masalah lainnya bagi saya, dikarenakan ia minta anak dibagi, satu ikut dia dan satu ikut saya. Apa yang dapat saya lakukan untuk menolak permintaannya tersebut Bu?
Atas nasehat dan masukan Ibu, saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr Wb
Wa’alaikumsalam Bu Rani. Mudah-mudahan Allah SWT memberi kekuatan kepada Anda dan anak-anak. Amin.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut Bu Rani dapat mengajukan ke Pengadilan Agama Kotamadya di tempat Ibu berdiam/tinggal sekarang. Tidak menjadi masalah apakah ia sudah berpindah agama atau belum.
Di dalam Surat Edaran Mahkamah Agung dinyatakan bahwa jika terjadi sengketa perceraian antara suami istri mengenai Peradilan mana yang berwenang menyelesaikan perceraian mereka, sementara saat bercerai agama yang mereka anut sudah berbeda, maka yang akan dipergunakan adalah peraturan hukum (agama) pada saat pertama sekali mereka menikah. Dan karena Ibu pada saat pertama menikah , pernikahannya dilakukan menurut aturan hokum Islam, maka yang berwenang menyelesaikan persengketaan perceraian Ibu dan suami adalah Pengadilan Agama dan bukan Pengadilan Negeri, yang memang biasanya menyelesaikan masalah hukum keluarga orang-orang non Muslim.
Makanya adalah sangat penting untuk kita semua pahami, jika ada keluarga yang akan menikah dengan seseorang yang berbeda agama (pada mulanya) dengan keluarga kita tersebut, maka sarankanlah untuk memakai aturan agama Islam dalam proses pernikahannya. Ini sebagai antisipasi, jika terjadi perceraian, maka yang akan menyelesaikannya adalah Pengadilan Agama. Ada keuntungan yang bisa kita dapatkan, seperti hakim-hakim yang menyelesaikannya adalah juga beragama Islam, sehingga ada harapan bagi kita untuk bisa mendapatkan hak pengasuhan anak, karena anak-anak itu terlahir dalam keluarga Muslim, sehingga sebaiknya diasuh oleh orangtuanya yang muslim.
Sebaliknya jika ada pasangan suami istri yang tadinya non Muslim, kemudian salah satunya menjadi Muslim, maka peraturan yang dipakai untuk menyelesaikan perceraian mereka adalah peraturan hokum perdata Barat, sehingga Pengadilan yang berwenang menyelesaikannya adalah Pengadilan Negeri.
Adapun mengenai hak pengasuhan anak-anak, di dalam Kompilasi Hukum Islam, disebutkan bahwa anak-anak yang berusia dibawah 12 tahun berada dibawah pengasuhan Ibunya. Sedangkan yang berada diatas 12 tahun berhak memilih, apakah mengikuti Bapak, atau Ibunya.
Jika ada anak Ibu yang sudah berusia diatas 12 tahun, yang harus Ibu lakukan adalah pendekatan jasmani dan rohani semaksimal mungkin, agar ia memilih Ibu sebagai pihak yang mengasuhnya. Dan ini biasanya dijadikan rebutan, antara Bapak dan Ibu, masing-masing akan berusaha mengambil hati anaknya dan memberikan yang terbaik secara jasmani dan rohani, sampai pada hari dimana anak akan dimintai keterangannya oleh Majelis Hakim untuk ditanyakan langsung, apakah akan memilih tinggal bersama Ibu atau bersama Bapaknya.
Untuk anak Ibu yang dibawah 12 tahun, maka Insya Allah Ibu akan diberikan hak asuh oleh Pengadilan Agama, kecuali ada hal-hal yang tidak baik yang ada pada diri Ibu, misalnya pemabuk, penjudi, pezina, sakit jiwa, maka hak pengasuhan dapat beralih. Tetapi beralihnya juga tidak langsung kepada suami, tetapi yang diajukan sebagai pengasuhnya adalah Ibu dari Ibu Pihak Istri (Neneknya anak-anak).
Demikianlah Bu Rani, masukan yang dapat saya sampaikan, selamat berjuang, semoga Allah bersama Ibu. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Evi Risna Yanti