Imam Zainal Abidin setiap hari sholat sunnah 1.000 rakaat. Ia tidak pernah meninggalkan sholat tahajud meskipun dalam perjalanan. Jika berwudhu wajahnya akan menjadi pucat. Jika berdiri sholat badannya akan gemetar. Ketika seseorang bertanya tentang penyebabnya ia menjawab, “Tahukah engkau aku berdiri menghadap siapa?”
Pernah saat ia sedang sholat tiba-tiba di dalam rumahnya terjadi kebakaran, namun ia tetap meneruskan sholat, tiba-tiba di dalamnya terjadi kebakaran, namun ia tetap meneruskan sholatnya.
Ketika seseorang menanyakan perbuatannya tersebut, ia berkata “Api akhirat telah melupakan ku dari api dunia.” Ia juga berkata.
“Aku heran terhadap orang yang sombong, padahal dahulu Ia adalah setetes air hina dan esok ia akan menjadi bangkai,” ia melanjutkan, “Aku heran terhadap orang yang telah mengetahui bahwa kehidupan dunia ini adalah fana namun ia sangat merisaukannya. Sedangkan kehidupan akhirat yang abadi ia kurang memperhatikannya.”
Imam Zainal Abidin memiliki kebiasaan bersedekah secara sembunyi-sembunyi pada malam hari agar orang-orang tidak mengetahui siapa yang memberinya. Ketika setelah wafat, barulah diketahui ada 100 keluarga yang sering dibantunya.
Riwayat lain yang tidak berkenaan dengan keturunan Ali bin Abi Thalib soal rasa takut kala hendak sholat, adalah kisah Abdullah bin Abbas RA yang mendengar suara azan, ia akan menangis sehingga surbannya basah kuyup, urat-uratnya muncul, dan matanya memerah.
Seorang berkata kepadanya, “Kami juga mendengar adzan, tetapi kami tidak merasakan apa yang kau rasakan. Mengapa engkau begitu takut?”
Ia menjawab, “Seandainya manusia mengetahui apa yang sedang dikumadangkan muazin, maka ia tidak akan dapat beristirahat tenang, bahkan ngantuknya akan hilang.” Kemudian ia menjelaskan makna setiap kalimat azan secara rinci.
Seseorang berkata, “Aku pernah sholat Ashar di belakang Syekh Dzunnun Al Mishry. Ketika ia mengucapkan “Allahu” perasaan mengagungkan Allah SWT begitu hebat memengaruhi dirinya, sehingga seolah-olah ruhnya keluar dari jasadnya, nyawanya seperti telah tiada. Ketika ia mengucapkan “Akbar” karena kehebatan takdirnya hatiku terasa hancur. (Nuzhat al-Basaatin). (rol)