Eramuslim – Mungkin banyak orang yang masih mengasumsikan bahwa ajal dan umur manusia memiliki kesamaan. Padahal, keduanya memiliki perbedaan.
Dosen Ma’had Aly Sukorejo Situbondo, Ustadz Imam Nakha’i, belum lama ini menjelaskan perbedaan antara ajal dan umur.
Dalam artikelnya di buletin Tanwirul Afkar, Ustadz Imam Nakha’i menjelaskan bahwa ajal merupakan waktu atau masa yang telah digariskan Allah SWT untuk berapa lama seseorang atau sesuatu berada.
Perempuan yang menjalankan iddah, baik iddah thalak atau iddah wafat wajib menunggu dalam “ajal” yang telah ditentukan. Setiap umat manusia juga memiliki “ajal” berapa lama mereka bertahan dalam keberadaannya. Sebagaimana firman Allah SWT:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ ۖ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ
“Setiap umat memiliki ajal, bila tiba ajal mereka, maka tidak bisa minta mundur dan tidak bisa minta maju.” (QS al-A’raf: 34).
Sementara, lanjut Ustadz Nakha’i, umur adalah bagian dari ajal yang diisi dengan kehidupan, dengan kebaikan, dengan ibadah, dengan mengasihi sesama, dan diisi dengan segala macam kebaikan yang bisa memakmurkan alam semesta.
Menurut Ustadz Nakha’i, bisa jadi ajal seorang panjang, tapi hanya sebagian yang diisi dengan kehidupan dan kebaikan, maka ia berajal panjang tetapi berumur pendek.
Sebaliknya, kata dia, bisa jadi ajal seorang pendek tetapi dia berumur panjang bahkan sangat panjang, karena dia menyambungkan kehidupannya pasca kematian jasadnya.
“Seseorang yang beramal jariyah dengan hartanya, dengan jasanya, atau dengan ilmunya, hakikatnya ia menyambung umur kehidupannya dengan kehidupan berikutnya,” kata Ustadz Nakha’i.
Mungkin juga ada seorang yang ajalnya masih ada, dalam arti masih hidup secara badani, tapi hakikatnya umurnya telah terkubur jauh sebelumnya. “Semoga kita diberi umur yang panjang, bukan hanya ajal yang panjang.” (rol)