Eramuslim.com – Ujian dan godaan dakwah seringkali berasal dari rezim berkuasa kala itu. Jika didaftar, amat banyak nama Presiden, Raja atau pengampu kekuasaan lain yang justru menggunakan tangan besinya untuk menghukum para dai pada masanya.
Di negeri ini, kejadian serupa itu pernah terjadi. Banyak ulama yang dijebloskan ke dala jeruji besi dengan banyak dalih yang sama sekali tak masuk akal. Satu contohnya adalah yang dialami oleh Buya Hamka.
Ulama yang juga pernah menjabat ketua MUI ini pernah dimasukkan ke dalam penjara oleh rezim Soekarno. Beliau mendekam di dalamnya selama 28 bulan. Tuduhan yang dialamatkan kepaa beliau adalah merencanakan pembunuhan terhadap Presiden.
Sekeluarnya dari penjara, ulama yang juga menulis banyak buku ini semakin semangat dalam berdakwah. Siang malam, pagi sore; sepanjang hidup dan nafasnya adalah dakwah. Beliau benar-benar mewakafkan dirinya untuk umat. Darah dai telah mengalir di setiap inchi tubuh pria yang menulis Tasawuf Modern ini.
Sekitar empat tahun selepas dibebaskan, Buya Hamka diundang oleh salah satu staf Presiden Soekarno, sosok yang memasukkan beliau ke dalam tahanan. Sesampainya di sana, disampaikanlah pesan terakhir sang proklamator ini, “Bila aku mati, mintalah kesediaan Buya Hamka untuk menjadi imam shalat jenazahku.”
Mungkin saja, jika Buya Hamka adalah kita, sertamerta beliau akan menolak. Namun, Buya Hamka sama sekali berbeda dengan kita. Dalam hatinya, tak sedikit pun ada dendam. Beliau menyanggupi permintaan terakhir Presiden pertama republik ini.