Tradisi Yasinan dan Tahlilan, Bolehkah Dalam Islam?

Eramuslim.com – Di berbagai daerah di Indonesia, kalangan muslim sering menggelar Tahlilan, Yasinan, ulang tahun, haul atau selamatan dan ritual lainnya. Kegiatan ini pun menjadi tradisi bagi sebagian besar masyarakat muslim di Tanah Air. Bagaimana pandangan Islam terhadap hal ini?

Menurut Ustaz Farid Nu’man Hasan, Dai lulusan Sastra Arab,para ulama fiqh mengatakan bahwa dalam Ushul Fiqih, ada istilah Al-‘Urf (tradisi), yaitu kebiasaan yang terjadi di sebuah daerah. Al-‘Urf ini terbagi 2 macam yaitu:

1. Al-‘Urf Ash-Shahih, tradisi yang baik lagi benar.
Yaitu tradisi yang tidak berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, tetapi isinya tidak bertentangan dengan Islam baik umum dan khususnya. Maka, tradisi ini tidak terlarang. Bahkan tradisi jenis ini adalah setara dengan dalil, seperti yang dikatakan para ulama Syafi’iyah (Mazhab Syafi’i) dan Hanafiyah (Mazhab Hanafi):

الثابت بالعرف كالثابت بالنص

“Ketetapan hukum karena tradisi itu sama seperti ketetapan hukum dengan nash/dalil.” (Syekh Muhammad ‘Amim Al Mujadidiy At Turkiy, Qawa’id Al Fiqhiyah, No. 101)

Syekh Abu Zuhrah rahimahullah mengatakan, bahwa para ulama yang menetapkan ‘Urf sebagai dalil, itu mensyaratkan sekiranya jika tidak ditemukan dalil dalam Al-Qur’an dan Sunnah, dan itu pun tidak bertentangan dengannya. Tapi, jika bertentangan maka ‘Urf tersebut mardud (tertolak), seperti minum khamr dan makan riba. (Ushul Fiqih, Hal. 418)

Ada pun tradisi yang masih debatable fiqihnya, baik Yasinan, Tahlilan, Ushalli, Nawaitu, dan semisal itu, maka itu bukan zona “kemungkaran”. Kemungkaran hanyalah pada perkara yang disepakati munkar dan haramnya.

Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah memberikan nasihat:

إذا رأيت الرجل يعمل العمل الذي قد اختلف فيه وأنت ترى غيره فلا تنهه

“Jika engkau melihat seorang melakukan perbuatan yang masih diperselisihkan, padahal engkau punya pendapat lain, maka janganlah kau mencegahnya.” (Imam Abu Nu’aim Al Asbahany, Hilaytul Auliya, 3/133)