BEBERAPA pelajaran berharga yang dapat kita petik dari kisah wara Abu Bakar di antaranya:
Pertama, haramnya dan tercelanya praktek perdukunan dalam segala bentuknya. Serta larangan mendatangi apalagi mempercayai para dukun dan tukang ramal. Karena hal ini termasuk dosa yang sangat besar bahkan bisa membawa kepada kekafiran. Rasululah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal (orang yang mengaku mengetahui ilmu gaib, termasuk dukun dan tukang sihir), kemudian bertanya tentang sesuatu hal kepadanya, maka tidak akan diterima shalat orang tersebut selama empat puluh malam (hari)“. (HR. Muslim, no. 2230)
Dalam hadits lainnya, beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal kemudian membenarkan ucapannya, maka sungguh dia telah kafir terhadap agama yang diturunkan kepada nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam“. (HR Ahmad, 2/429 dan Hakim, 1/49, dan dishahihkan Al-Albani)
Kedua, maksud praktek perdukunan dalam kisah ini adalah meramalkan kejadian yang akan datang tanpa adanya bukti-bukti yang membenarkan. Ini termasuk perbuatan yang membawa kepada kekafiran, karena perkara yang gaib tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah taala. Allah berfirman,
“Katakanlah:”Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bilamana mereka akan dibangkitkan” (QS an-Naml: 65).
Ketiga, upah/harga dari pekerjaan yang dilarang dalam agama adalah haram dan tidak boleh dimakan. Dari Abu Masud Al-Anshari radhiyallahu anhu yang mengatakan, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang hasil (penjualan) anjing, upah (dari) pelacuran dan upah/hadiah (dari praktek) perdukunan. (HR. Bukhari, no. 2122 dan Muslim, no 1567). (Inilah)
Oleh Ust. Abdullah Taslim, M.A