Keteguhan dalam akidah, istiqamah dalam ibadah, dan keteladanan dalam akhlakul karimah membuat mereka berwibawa di depan penguasa dan masyarakat.
Imam al-Ghazali RH dalam kitab Ihya Ulumuddin menyatakan, rusaknya rakyat disebabkan oleh rusaknya penguasa. Rusaknya penguasa disebabkan rusaknya para ulama. Rusaknya ulama disebakan cinta dunia (harta dan kekuasaan).
Artinya, jika nasihatnya benar, maka akan baik akibatnya. Namun, jika nasihatnya terkontaminasi kepentingan pribadi atau kelompok, akan buruk pula bagi rakyat. Karena itu, orang yang mempelajari ilmu bukan mencari ridha Allah, tetapi untuk meraih dunia (kedudukan/kekayaan), ia tidak akan mencium bau surga kelak pada hari kiamat (HR Abu Daud).
Kehadiran ulama menjadi penerang jalan dalam kegelapan, pencerah pikiran dalam kekalutan, penyejuk hati dalam kegersangan dan perajut tali kasih dalam perselisihan. Namun, sebagian ulama bak di persimpangan jalan antara idealisme dan pragmatisme. Jangan sampai salah memilih jalan, sebab akan diikuti oleh banyak orang. Tetaplah konsisten di jalan dakwah dengan kearifan walau rayuan dunia berembus halus ke lubuk hati yang dalam.
Sejatinya, umat Islam berharap penuh kepada Majelis Ulama Indonsia (MUI) agar tetap istiqamah menjalankan amar makruf nahi mungkar, baik kepada penguasa maupun masyarakat. Menjadi himayatullah ummah (pelayan umat) dan shadiqul hukumah (mitra kritis pemerintah).
Kiranya, pelaksanaan Munas X MUI pada 25-27 November 2020 semakin menguatkan dakwah Islam wasathiyah dan rahmatan lil ’alamiin. Wallahu a’lam bissawab. ROL
OLEH HASAN BASRI TANJUNG