Riya yang kedua adalah memamerkan kebaikan kepada orang lain dengan tujuan untuk mendapatkan urusan duniawi, baik harta, tahta maupun wanita.
Riya yang ketiga paling ringan adalah memperlihatkan kebaikan karena khawatir akan dipandang jelek di mata orang lain.
Akan tetapi selama tujuan memperlihatkan kebaikan adalah supaya bisa dicontoh dan menjadi motivasi bagi orang lain untuk berbuat kebaikan, maka hal itu diperbolehkan dalam syariat.
Syaikh Hasan al-Basri berkata: “Sesungguhnya merahasiakan amal itu lebih bisa menjaga amal itu sendiri. Akan tetapi menampakkan amal juga mempunyai manfaat. Oleh karena itu Allah ta’ala memuji terhadap orang yang merahasiakan amal baik maupun yang menampakkannya. Allah berfirman:
إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ ۖ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ
“Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang faqir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu.”
Mengingat zaman ini adalah zaman yang setiap orang mudah untuk memperlihatkan kebaikan dan menyebarkannya kepada khalayak umum, maka solusi supaya Muslim terhindar dari sifat riya adalah dengan menanamkan tujuan di dalam hati, supaya kebaikan yang dilakukan bisa ditiru oleh orang lain dan menjadi motivasi bagi mereka untuk melakukan kebaikan tersebut.
Firman Allah ta’ala:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Artinya: ”Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya”.
Mudah-mudahan setiap Muslim bisa terhindar dari sifat riya dan bisa menjadi golongan orang-orang yang ikhlas dalam beribadah. Demikian dikutip dari laman resmi Pesantren Lirboyo pada Jumat (17/1/2020). (Okz)