Eramuslim – Orang beriman pasti akan diuji dengan keburukan dan kebaikan selama ia masih hidup. Hal itu tidak lain untuk meningkatkan derajatnya di sisi Allah serta membuatnya menjadi pribadi yang tangguh dan penuh empati terhadap sesama manusia.
Ketika manusia lahir ke dunia, bahkan ketika masih di dalam kandungan, ia sudah mengalami banyak ujian. Ia diuji, misalnya, dengan ibu yang mengandungnya. Apakah sang ibu dengan tulus menjaganya, memberinya asupan yang baik agar tumbuh sehat hingga waktu melahirkan tiba, atau sebaliknya, tak peduli, bahkan dengan tega menggugurkannya karena tak menginginkannya
Bagi orang beriman, hidup sejatinya adalah panggung ujian. Ujian itu tak mesti melulu berbentuk sesuatu yang buruk. Ujian bisa juga sesuatu yang baik. Allah SWT berfirman:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Setiap jiwa pasti akan mati. Dan, Kami uji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan; kepada Kamilah kalian kembali.” (QS al- Anbiya’ [21]: 35).
Setelah lahir, manusia makin bertambah ujiannya. Apakah orang tua akan merawatnya atau menelantarkannya, mendidiknya dengan baik atau menyianyiakannya, mensyukurinya atau malah menyesal telah melahirkannya. Semakin dewasa, ujian makin bertambah ketika berinteraksi dengan lingkungan dan orang lain. Ternyata, tidak semua orang bersikap baik, bahkan ada yang menyakitinya atau berbuat jahat terhadapnya.