Seorang anak tampak asyik menatap ke arah langit. Ia tidak sedang menatap indahnya awan. Bukan pula eloknya biru langit yang dihias awan putih. Sang anak sedang asyik menatapi bergeraknya sebuah balon udara besar.
”Yah, apa di balon itu ada yang mengendarai?” tanya si anak ke ayahnya yang tampak mendekat.
”Ya anakku. Di balon itu bisa memuat empat orang,” jawab sang ayah sambil ikut menatap ke arah langit.
”Apa balon itu terus terbang dan tidak ke bumi lagi?” tanya si anak lagi.
”Tidak anakku. Balon itu terbang karena dikendalikan orang di balon itu. Balon bisa terbang karena bisa melawan daya tarik bumi. Dan balon bisa turun, karena memanfaatkan daya tarik bumi,” jelas sang ayah.
Sang anak pun mengangguk. Di pikirannya masih berkecamuk ucapan ayahnya: memanfaatkan daya tarik bumi.
**
Seperti halnya balon, kemampuan terbang ruhani manusia menuju kesucian langit sangat dipengaruhi oleh kemampuannya mengendalikan daya tarik bumi. Kesucian langit dan kotornya bumi tak akan pernah berhenti saling tarik menarik untuk membentuk jiwa manusia.
Berbeda dengan balon udara yang senantiasa ke bumi, dasar pijakan ruhani manusia yang sukses selalu ada di langit untuk sesaat dan sekadarnya hinggap di bumi. ([email protected])