Eramuslim – SERINGKALI tawakkal disalah artikan oleh mereka yang tidak memahami agama melainkan hanya sedikit. Seakan-akan tawakkal yang mereka pahami tiada lain selain pasrah tanpa usaha. Pasrah yang dilakukan mereka meniadakan usaha logis untuk mewujudkan apa yang mereka inginkan.
Ulama sendiri memaknai tawakkal sebagai benarnya penyandaran hati pada Allah untuk meraih berbagai kemashlahatan dan menghilangkan mudharat, baik dalam urusan dunia maupun urusan akhirat, menyerahkan semua urusan kepada Allah serta meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa tidak ada yang memberi, menghalangi, mendatangkan bahaya, dan mendatangkan manfaat kecuali Allah.
Maka dapat dipahami bahwa tawakkal adalah sikap dan amalan hati. Sedang amalan anggota tubuh lainnya adalah mengusahakan apa-apa yang dapat mengarahkan pada hasil yang diinginkan. Tawakkal tidak menafikan atau tidak meniadakan adanya usaha yang dilakukan oleh anggota badan kita yang lain.
Sahl At Tusturi pernah berkata, “Siapa saja yang mencelau saha (meninggalkan asbab) maka dia telah mencela sunnatullah (ketentuan yang Allah tetapkan). Dan barangsiapa yang mencela tawakkal, maka dia telah meninggalkan keimanan,”.
Tawakal sendiri memiliki keutamaan. Allah akan memberikan kecukupan kebutuhan bagi siapa saja yang bertawakkal kepadaNya. Allah tegaskan, “Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan cukupkan keperluannya,“. (QS. AthThalaq: 3).