Kisah lainnya tentang seorang ulama besar yang terkenal, Abdullah bin Mubarak. Beliau menceritakan sendiri kisahnya, “Di Syam aku meminjam pena. Aku berniat mengembalikan pena tersebut kepada pemiliknya, tapi ternyata pena tersebut masih kubawa. Saat itu aku sudah berada di kota lain, Kota Marwu. Aku kembali ke Syam untuk mengembalikan pena tersebut kepada pemiliknya.”
Kejujuran dan amanah itu tidak mengurangi jatah rezeki seseorang. Ibnu Aqil, yang seandainya dia mengambil barang temuannya berupa kalung mutiara, ia bisa menyimpan kalung itu menjadi milikinya, dan kalung tersebut menjadi rezeki baginya, tapi rezeki yang ia dapat tersebut diperoleh dengan cara yang haram. Di kemudian hari, kalung tersebut tetap menjadi bagian dari rezekinya, dan diperoleh dengan cara yang halal. Dalam bahasa kita, sering kita katakan “Kalau rezeki tidak akan kemana.”
Penyair mengatakan,
(Jatah) Rezeki itu tidak berkurang karena kita bersantai
Dan (jatah) rezeki itu tidak bertambah dengan bekerja habis-habisan. Seandainya benar itu adalah rezekiku, maka ia tidak akan berlalu pergi. Walaupun ia berada di relung samudera terdalam.
Demikian juga kisah Abdullah bin Mubarak, hanya untuk mengembalikan sebatang pena, ia rela menghabiskan waktu dan mengeluarkan tenaga untuk kembali ke Syam demi mengembalikan hak pemilik pena, masya Allah. (Inilah)
Sumber: Mujidul Khatib oleh Ahmad bin Shaqr as-Suwaidi/KisahMuslim