Eramuslim – DARI Abu Bakar ash-Shiddiq, beliau berkata, “Aku melihat tapak kaki kaum musyrikin ketika kami bersembunyi di dalam gua, dan orang-orang tersebut tepat di atas kepala kami. Lalu aku berkata, ‘Ya Rasulullah, andaikata seorang dari mereka itu melihat ke bawah kakinya maka pasti mereka akan melihat tempat kita ini. Beliau saw bersabda, Wahai Abu bakar, apakah engkau mengira bahwa kita hanya berdua? Allah adalah yang ketiga dari kita ini.”(HR. Imam Bukhari dan Muslim)
Nah, saudaraku. Kalau kita misalnya menyebut Allah sebagai yang ketiga’, seperti pada hadits tersebut, maka jangan membayangkan kita menjadi bertiga dengan Allah dalam bentuk sebagaimana kita sehari-hari. Karena Allahu Ahad itu bukan berarti angka satu” dalam bilangan kita.
Kalau angka satu bilangan kita dapat ditemui dari mana saja. Misalnya setengah ditambah setengah, dua dikurang satu, sepertiga dikali tiga, atau dua dibagi dua. Satunya kita bisa penjumlahan, pengurangan, pengalian dan pembagian. Tapi Allahu Ahad tidak bisa dari sisi mana pun.
Allahu Ahad berbeda dengan satu-nYa kita. Maksudnya, Allah tidak harus wujud. Seperti sekarang saudara sedang membaca tulisan ini, Allah pasti hadir dan menyaksikan. Misalkan saat membaca tulisan ini saudara sendirian, maka saudara bisa menyebut Allah sebagai yang kedua. Saudara sedang berdua dengan Allah.
Tidak sulit bagi kita meyakini sesuatu yang tidak terlihat. Seperti udara dan gaya gravitasi, kita meyakininya ada meski tidak tampak. Sama dengan elektron, proton, atau listrik juga tidak tampak, mungkin baru terlihat ketika ada yang salah pegang kabel.